All Chapters of Bukan Istri Sah: Chapter 21 - Chapter 30
116 Chapters
Pulanglah
Adam berjalan cepat menyusul Banyu di belakang. Walau jarak mereka cukup jauh, tapi Adam bisa melihat kedua orang itu. Dugaannya pun benar, Banyu membawa Damay menuju ke arah ruang VIP keluarga.Adam semakin mempercepat langkahnya, ketika pintu ruang tersebut tampak tertutup. Setengah berlari, karena tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada gadis yang dibawa oleh Banyu. Apapun nantinya hubungan Damay dengan Kyla, yang terpenting adalah menjauhkan kedua orang itu dengan segera.“Banyu!”Seketika itu juga, segala prasangka buruk yang sempat berputar di kepala Adam musnah seketika. Justru putranya sendirilah yang kini meringkuk kesakitan, sembari memegangi alat vitalnya. Wajah Banyu pun memerah menahan sakit, dengan mulut yang sibuk mengumpat pada Damay.Jika ingin jujur, Adam sebenarnya lega melihat putranya seperti itu. Paling tidak, Banyu tidak melakukan hal yang buruk kepada Damay. Atau … mungkin belum dan semoga tidak akan terjadi sampai kapan pun.“Pa …”Adam buru-buru menghampi
Read more
Bisa Menunggu
Bumi melihat Adam keluar dari lounge dengan santai. Sedari dulu, ekspresi wajah mertuanya itu, memang tidak pernah bisa dibaca sama sekali. Jadi, Bumi tidak pernah tahu, emosi seperti apa yang tengah dirasakan papa mertuanya itu.Menunggu beberapa menit, tapi Bumi tidak melihat Damay menyusul di belakangnya. Bumi sengaja pergi seorang diri untuk membukakan kamar untuk Banyu. Ia tidak meminta orang lain untuk melakukannya, karena penasaran dengan Damay yang pergi bersama Adam. Untuk itu, Bumi segera menyusul kedua orang itu setelah melihat kondisi Banyu di dalam ruang VIP. Entah apa yang terjadi dengan kakak iparnya itu, Bumi tidak terlalu menghiraukannya.Setelah menerima card key dari resepsionis, Bumi bergegas memasuki lounge. Melihat satu per satu meja yang ada di dalam sana dengan seksama, dan akhirnya Bumi menemukan Damay yang masih terduduk sendiri di mejanya.“Damay!” Bumi langsung duduk di kursi yang berada di sebelah gadis itu. Melihat Damay yang tidak merespons dan hanya ter
Read more
Bersiap Saja
Setelah memastikan Damay sampai di kos dalam keadaan baik-baik saja, Bumi segera kembali ke hotel dengan taksi yang sama. Selama di dalam perjalanan menuju kos Damay barusan, mereka tidak membicarakan hal apapun. Gadis itu hanya termenung dalam diam, tapi sudah dalam keadaan tidak menangis lagi. Cukup tenang sehingga Bumi bisa meninggalkan Damay dengan tenang.Selama perjalanan itu pula, Bumi sengaja mensenyapkan ponselnya agar tidak merasa terganggu dengan semua panggilan yang pasti ia terima. Entah itu dari Tari, maupun kedua orangtuanya yang sudah pasti menghubunginya.Sesampainya di hotel, Bumi bergegas menuju kamar pengantinya. Kendati jantungnya melaju semakin kencang, Bumi tetap harus menghadapinya. Ia harus menerima semua konsekuensi akibat perbuatannya barusan.Namun, Bumi tidak akan berbohong atau mengelak kalau ia telah mengantar Damay. Karena percuma, Bumi yakin kalau Tari juga akan mengetahui semuanya. Jadi, lebih baik Bumi berterus terang dan bertengkar di awal, daripada
Read more
Satu Jawaban
“Serius lo nggak papa?”Sekali lagi, Gilang bertanya pada Damay tentang kondisi gadis itu. Sedari Gilang menjemput Damay di kos, gadis itu lebih terlihat diam dan murung. Entah apa yang terjadi, karena Damay seolah enggan berbagi masalahnya pada Gilang. Meski sudah didesak bagaimanapun, Damay hanya mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.“Kalau nggak enak badan, kita bisa ke dokter bentar. Atau, lo mau pulang juga nggak papa,” tambah Gilang khawatir.Damay melepas sabuk pengaman dengan memberi senyum kecil pada Gilang. Bagi Damay, pria yang selalu saja mengantar jemputnya itu terlalu baik. Perhatian, dan selalu membuat Damay nyaman di mana pun mereka berada. Selain itu, Gilang juga termasuk pria yang sopan dan tidak pernah bersikap kurang ajar kepada Damay. Namun, karena ucapan Bumi mengenai
Read more
Dewasalah
“Keluar dari Jurnal, dan menjauh dari Bumi.”Damay kembali menjaga jarak, tapi masih di sofa yang sama setelah mendengar permintaan Banyu. Damay bisa menjauh dari Bumi dan sudah melakukan hal tersebut. Namun, ia tidak bisa sekonyong-konyong keluar dari Jurnal. Ada kontrak kerja yang harus Damay tepati selama beberapa bulan ke depan.“Sebentar, Bapak bilang mau bicara dengan ibu Kyla, tapi kenapa pak Adam bilang kalau ibu Kyla sudah nggak ada?” Ada hal yang harus Damay perjelas terlebih dahulu. Damay tidak tahu, siapa yang berbohong dengannya. Apakah Banyu, atau Adam?“Terserah.” Banyu sudah memegang sebuah kartu kemenangan di sini, karena itu ia bisa bertindak sesuka hati. “Kamu bisa percaya dengan pak Adam, dan lupakan Kyla.”“Bapak itu cuma penampilannya aja yang kelihatan berpendidikan, tapi, mulut Bapak harus dikasih makan bangku sekolah lebih lama.”“Kamu—”“Ibu Kyla Mulia!” potong Damay menyebut nama lengkap sang ibu dengan tetap bersikap santai. Ia tidak ingin terpancing dan ha
Read more
Lupakan Semua
Damay mengeratkan gengaman tangannya pada ponsel. Melihat sebuah nomor asing masuk, dan tertera sebuah video di dalamnya. Hanya satu video, dan Damay yakin putaran adegan yang kini tengah Damay unduh adalah kiriman dari Banyu.Setelah semua data sudah terunduh sempurna, tangan Damay justru bergetar ketika hendak menyentuh layar ponselnya. Bagaimana bila Banyu benar, dan Kyla ternyata masih hidup seperti ucapan pria itu.Damay sampai tidak bisa berpikir. Ia menelan ludah, kemudian beranjak menuju toilet kantor. Masuk ke dalamnya, lalu duduk pada kloset yang berada di sana. Damay menarik napas panjang untuk menenangkan diri sejenak, lalu kembali menyalakan ponselnya ketika siap.Banyu benar! Kyla masih hidup!Meskipun wajah itu sudah terlihat berbeda dan tidak sekencang dulu, tapi kecantikan sang ibu masih saja terpancar dengan jelas. Namun, satu hal yang membuat jemari Damay bergetar, diikuti dengan detak jantung yang melonjak hebat.Sang ibu, saat ini memakai … baju tahanan.Apa ini?
Read more
Sepotong Daging
“Maaf Mbak, apa makan siangnya sudah bisa disajikan sekarang?” Pertanyaan dari seorang pelayan resto langsung menyela lamunan Damay. Ia tahu kalau Adam sudah pergi dan meninggalkannya dalam kegamangan, tapi, Damay sama sekali tidak memesan makanan apapun untuk di makan. Sedari tadi, Damay masih duduk termenung di tempat yang sama, untuk memikirkan rencana selanjutnya. “Makan siang?” Damaya bertanya bingung. “Saya nggak pesan apa-apa, Mbak.” “Tapi—” “Bawa masuk makan siangnya,” ujar seorang pria yang baru melewati pintu dan langsung duduk di kursi yang sempat ditempati oleh Adam. Pria itu menatap tajam pada Damay, tanpa keramahan sama sekali. “Baik, Pak. Permisi.” “Jadi, bagaimana? Sudah tahu siapa yang bohong di sini?” Banyu melirik sekilas pada pelayan yang berjalan keluar dari ruang VIP mereka. Damay enggan menjawab. Ia lebih suka mendiamkan Banyu, agar pria pongah itu tidak merasa bahwa dirinya penting bagi Damay. Biarkan saja Banyu mengoceh sendiri, dan nantinya akan salah t
Read more
Nighty Night
Damay mengulas senyum kecil pada seorang pria yang berdiri dan bersandar pada pintu mobil. Setelah menutup kembali pagar kosnya, Damay segera menghampiri pria yang langsung menegakkan tubuhnya. Dari wajah pria itu saja, Damay bisa melihat gurat lelah yang amat sangat. Harusnya, pria itu langsung pulang ke rumahnya, bukan datang ke kos Damay seperti sekarang.“Ngapain malam-malam ke sini?” tanya Damay sedikit canggung dan menjaga jarak. “Kak Gilang harusnya pulang, istirahat.”“Hidungmu kenapa merah?” Bukannya menjawab, Gilang justru mempertanyakan hal lain. Karena mobilnya terparkir tepat di bawah lampu jalan, maka ia bisa melihat wajah Damay dengan jelas.“Oh.” Tangan Damay reflek menyentuh hidungnya sebentar. “Pilek, kehujanan dikit siang tadi.”Gara-gara Banyu, Damay harus menunggu hujan reda dengan berdiri di luar gedung restoran. Karena Damay tidak memesan makanan sama sekali, maka dirinya merasa sungkan jika harus menunggu di dalam tempat makan tersebut. “Kehujanan?” Gilang men
Read more
Butuh Kepastian
Meskipun ada perasaan canggung, tapi Damay berusaha menepis dan berusaha bersikap profesional dengan Gilang. Lagi-lagi, pagi ini pria itu menjemputnya setelah seharian Damay beristirahat dan tidak masuk bekerja.“Kita langsung ke Balai Kota,” ucap Gilang seraya membukakan pintu mobil untuk Damay. “Bang Ade sudah OTW ke sana juga.”“Kok, saya yang ikut ke sana.” Damay berhenti sebentar di celah pintu. “Harusnya, kan—”“Doni lagi ngurus acara yang lain,” putus Gilang menyentuh punggung Damay, dan mendorongnya perlahan agar segera masuk ke dalam mobil. “Lo yang nemenin gue seharian di luar hari ini.”Gilang menutup pintu setelah Damay duduk di dalamnya. Mengitari mobil dengan berlari, karena memburu waktu dengan kemacetan pagi.“Oia, nanti kita juga datang ke beberapa pihak sponsor,” lanjut Gilang setelah masuk, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. “Jadi, tolong hubungi Agni untuk data sponsor yang gue minta kemarin.”Damay mengangguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk meng
Read more
Suami Orang
Setelah mematikan mesin mobil, Gilang kemudian menjatuhkan sisi wajahnya di atas setir. Menatap Damay yang baru melepas sabuk pengaman.“May—”“Temenan aja.” Damay sudah tahu apa yang akan diungkapkan oleh Gilang. “Enakan temenan. Nggak bakalan putus-putus.”“Siapa bilang nggak bakal putus,” sanggah Gilang. “Teman itu bisa jadi musuh.”“Saya nggak mau jadi musuhnya Kak Gilang, jadi nggak usah musuhan, kayak anak kecil aja.” Damay tertawa kecil lalu keluar dari mobil lebih dulu. Sejak Gilang memintanya untuk menjadi kekasih pria itu, Damay selalu memberi jawaban yang sama. Lebih baik mereka berteman, dan tidak melewati batasan tersebut.“Damay.” Gilang segera menyusul gadis itu, dan menyamakan langkah mereka menuju gedung Jurnal. “Teman tapi mesra.”Damay kembali tertawa pelan atas usul Gilang. “Nggak enak, entar baper nggak ada status. Kan, sedih. Jadi makan ati.”“Jalani dulu, May.”Damay berhenti tepat di tengah pelataran gedung. “Kak Gilang itu baik. Tapi, setelah kontrak sama Jurn
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status