All Chapters of IZINKAN AKU MENDUA: Chapter 71 - Chapter 80
149 Chapters
Bab 71
“Kamu pikir aku takut? Kamu sudah merebut semua milikku. Lihatlah putraku, darah dagingku, justru tertidur dengan pulas di pundakmu. Lihatlah bagaimana ia menolak ikut bersamaku saat kamu membawa bundanya berbulan madu dan meninggalkannya pada orang asing. Lihatlah bagaimana kamu merebut Hannan dan membawanya pergi dari lingkungan di mana ia tumbuh hingga dewasa dan melahirkan anak-anaknya. Lihatlah bagaimana kamu mengubah Hannan menjadi wanita yang suka keluyuran, padahal dulunya ia wanita sederhana yang lebih suka diam di dalam rumah bersama anak-anak kami.”“Merebut milikmu? Kamu sadar apa yang kamu katakan tadi? Aku tak pernah merebut Hannan darimu. Justru kamulah yang membuangnya, kamu membuang berlian yang sangat berharga begitu saja dan aku menemukan kilaunya. Untuk urusan Zayn, aku tak pernah merebut posisimu dalam hatinya, baginya kamu adalah ayah kandungnya dan itu tak akan pernah bisa tergantikan. Aku hanya berusaha untuk menyayanginya. Kenapa? Karena aku mencintai ibunya.
Read more
Bab 72
PoV Rayyan.Hari-hariku berjalan sangat indah setelah resmi menikah dengan Hannan. Hubunganku dan Papa pun semakin membaik, tidak lagi dingin seperti dulu. Hannan benar-benar membawa perubahan besar dalam hidupku. Ruanganku di lantai 7 Health Hospital juga sudah jarang kugunakan karena aku setiap hari pulang ke rumah utama. Hannan dan Zayn pun terlihat kerasan tinggal di sana. Rumah itu seakan hidup kembali oleh sentuhan tangan Hannan. Setelah bertahun-tahun sejak kepergian Ibuku rumah itu terasa mati dan hampa. Kini, tawa riang Zayn selalu terdengar di rumah besar itu. Meja makan pun tak pernah sepi dari berbagai menu makanan yang disuguhkan oleh Hannan dibantu oleh Bi Inah dan beberapa ART di rumah Papa.Rumah yang dulunya selalu membuat dadaku sesak ketika memasukinya, kini justru setiap hari kurindukan. Aku selalu tak sabar untuk pulang ke rumah di mana kecupan dan sambutan hangat Hannan selalu menyambutku. Papa pun terlihat semakin bersemangat menjalani hari-harinya. Meski masih
Read more
Bab 73
Kudekap tubuh Hannan dari belakang, sambil mengendus-endus pipinya dengan ujung hidungku. Hannan menggeliat, ia terlihat sedang sibuk menyiapkan menu makan siang yang tadi dibawanya.“Sekarang udah boleh nyium kamu,” bisikku di dekat telinganya. Hannan memang sudah membuka jilbabnya dan menggulung rambutnya ke atas, membuat leher putih jenjangnya terpampang indah di depan mataku.“Mas! Lepasin! Aku sedang nyiapin makan siang kita.”“Tapi aku nggak lapar, Sayang. Aku justru lapar ingin memakanmu. Kamu seksi sekali,” gumamku sambil terus menenggelamkan wajahku di ceruk leher Hannan.“Mas! Ini makanannya ....”“Nanti aja, Bun. Kita urusin yang lain dulu, ya. Aku benar-benar nggak bisa nunggu,” pintaku tak membiarkan Hannan melanjutkan kalimatnya.Hannan pun pasrah. Inilah yang kusuka dari Hannan, ia selalu menomorsatukan aku, suaminya. Semua yang keluar dari bibirku seakan perintah bagi Hannan. Ia tak pernah membantah selama aku tak menyuruhnya melakukan yang aneh-aneh. Kemudian tempat t
Read more
Bab 74
PoV Sherin.Bunyi dering ponselku mengalihkan perhatianku.[Gimana kabarmu, Sayang? Udah baikan? Maaf beberapa hari ini enggak sempat ke rumah menengokmu. Aku sedang mendampingi anak-anak muridku yang ikut lomba tingkat provinsi.]Pesan dari Tian. Hatiku mencelos, biasanya aku akan sangat bahagia jika lelaki itu mengirimiku pesan di sela-sela kesibukannya sebagai guru. Namun kali ini pesan darinya seolah mengingatkanku bahwa ada hubungan yang masih harus kuselesaikan dengannya.[Kabarku baik, Ti. Semoga sukses ya, lombanya.] Balasku.[Alhamdulillah kalau kamu udah baikan. Sudah masuk kerja?][Belum.][Itu artinya kamu belum benar-benar baik, Sher. Aku tau kamu orangnya selalu disiplin dalam bekerja.][Mungkin aku akan resign aja, Ti.]Tak lama kemudian ponselku berdering menandakan ada panggilan masuk. Tian memanggil. Mungkin ia penasaran dengan isi pesanku yang terakhir tadi.[Kenapa resign, Sher? Apa ada masalah di tempat kerjamu?] tanyanya ketika sambungan telepon tersambung. Aku m
Read more
Bab 75
Hari ini aku memberanikan diriku datang ke kantor. Bagaimana pun aku harus tetap profesional. Jika ingin mengundurkan diri, maka aku harus melakukannya dengan sopan, setidaknya aku harus melapor pada bagian HRD. Apalagi aku juga merasa aneh karena tak ada terguran ketidakdisiplinan dari bagian HRD. Padahal biasanya Bu Cici –Kepala HRD di perusahaan- selalu bersikap tegas jika ada karyawan yang tidak disiplin meninggalkan perkerjaan tanpa kabar. Terlebih lagi aku sudah hampir sebulan tak ada kabar.Tian juga semakin sibuk karena muridnya juara dalam lomba dan ia harus kembali mempersiapkan mereka untuk lomba ke tingkat berikutnya. Maka, sampai sekarang pun aku belum bicara padanya.Beberapa hari belakangan setelah mendengar nasihat Ibu, aku merasa sedikit punya kekuatan untuk kembali menata hidupku. Aku tak mungkin terus menerus terpuruk seperti ini. Aku juga tak ingin Ibu semakin bersedih melihatku terpuruk, terlebih Ibuku memang dalam kondisi sakit-sakitan. Saran Ibu agar aku bangun
Read more
Bab 76
PoV Randy.Beberapa hari belakangan ini setelah Dewi keluar dari rumah sakit, aku kembali menekuni pekerjaanku di kantor. Selama Dewi dirawat di ruang VVIP Health Hospital, ia sama sekali tak memperbolehkan aku pergi dari sisinya. Maka semua pekerjaanku kulakukan di rumah sakit. Aldi, Asisten yang baru kurekrut untuk menggantikan Hans dalam sehari harus beberapa kali bolak-balik mengantarkan beberapa berkas pekerjaan. Begitu pun dengan Hera, karyawan yang ditunjuk HRD untuk menggantikan posisi Sherin untuk sementara waktu selama gadis itu belum memberi kabar apa pun.Terus terang saja, aku selalu tak merasa puas dengan hasil kerja keduanya sebagai tangan kananku. Padahal bekerja sama dengan Hans sebagai asistenku dan Sherin sebagai sekretarisku dulu sangat memuaskanku. Mereka berdua sangat profesinal dan teliti, serta sangat loyal padaku dan perusahaan sehingga pekerjaanku menjadi sangat mudah dan ringan. Tapi kini, aku telah kehilangan keduanya, sehingga setumpuk kontrak kerja membua
Read more
Bab 77
Lelah setelah seharian menjalani beberapa pekerjaan membuatku merasa penat. Kulirik jam tanganku, masih ada beberapa jam sebelum waktunya pulang ke rumah. Aku berencana akan beristirahat sejenak di ruanganku. Sebenarnya aku bisa saja langsung pulang, namun entah mengapa aku merasa malas bertemu Dewi, belakangan ini wanita hamil itu terlalu banyak menuntut dan mengaturku.Dengan langkah gontai aku memasuki lift untuk menuju ke lantai 3 di mana ruanganku berada. Namun aku dikejutkan dengan pemandangan di depan mataku saat pintu lift terbuka di lantai 3. Di sana berdiri sosok yang belakangan ini sangat ingin kutemui.“Sherin,” gumamku seolah tak percaya jika gadis itu ada di sana.Ia terlihat pucat dan sedikit lebih kurus dari terakhir aku melihatnya. Kupindai penampilannya dari atas sampai ke bawah. Kupencet tombol lift agar pintunya tetap terbuka. Tak ada yang bergerak, aku memilih tetap di dalam lift, dan Sherin pun memilih tetap berdiri terpaku di depan pintu lift. Kuperhatikan tanga
Read more
Bab 78
“Sssshh ... enggak apa-apa, Sher. Aku enggak akan menyakitimu lagi. Tenanglah, aku akan mengantarmu pulang.” Aku berbisik lembut pada Sherin.Dewi masih terus memberontak ingin melepaskan diri dari Pak Abdul, sekuriti yang menahannya. Aku semakin kebingungan ketika Sherin terlihat semakin pucat dan tubuhnya semakin gemetaran dalam pelukanku, sementara Dewi pun terlihat sudah kehabisan tenaga setelah tak mampu melepaskan dirinya.“Tega kamu, Mas. Aku istrimu, kenapa kamu justru memeluk wanita lain.” Kali ini Dewi terisak-isak.Tanpa kusadari area parkiran kini telah dipenuhi oleh para karyawanku yang sedang bersiap-siap hendak pulang ke rumah masing-masing, karena ini memang bertepatan dengan jam pulang kantor. Beberapa di antara mereka saling berbisik-bisik melihat insiden ini. Kulihat dari sudut mataku, Bu Cici melongo melihatku mendekap erat Sherin.“Kalian semua boleh pulang! Jangan menjadikan ini tontonan!” hardikku. Kemudian satu persatu dari mereka meninggalkan area parkiran. Be
Read more
Bab 79
Kurengkuh bahunya, Dewi melawan. Namun aku sedikit memaksa hingga tanganku melingkar sempurna di pundaknya sebelum akhirnya aku menarik tubuhnya ke dalam dekapanku. Kemejaku yang baru saja kering dari air mata Sherin kini kembali basah oleh air mata Dewi, istriku.“Maafkan aku, Wi. Maafkan aku,” lirihku.“Sudah sejauh mana hubunganmu dengannya?” tanyanya tak kalah lirih. Aku merasa ada tangis yang sedang berusaha ditahannya.“Mas enggak ada hubungan apa-apa dengan Sherin. Hanya saja ....” Aku menghela napasku. Dewi menengadahkan wajahnya menungguku meneruskan kalimatku.“Hanya saja kenapa? Tak mungkin Mas melindunginya seprotektif tadi jika kalian tak ada hubungan apa-apa.”Aku terdiam.“Sejak kapan, Mas? Sejak kapan kamu mengkhianatiku? Sudah sejauh mana hubungan kalian?” Air mata Dewi kembali tumpah.“Sudah, jangan menangis. Aku enggak mau anakku kenapa-kenapa di dalam sini.” Kuusap perutnya. “Ada satu kejadian yang membuatku mau tak mau harus terhubung dengan Sherin. Aku berjanji a
Read more
Bab 80
Pov Sherin.“Bu, Sherin mau keluar dulu, ya,” pamitku pada Ibuku setelah aku dan Ibu selesai merapikan barang-barang kami.Aku dan Ibu saat ini menempati rumah kontrakan baru kami. Baru beberapa hari aku dan Ibu pindah kemari, dan kami berdua pun masih merapikan perabotan kami yang tak seberapa. Aku dan Ibu pindah ke rumah kontrakan yang lebih murah di banding rumah kontrakan kami yang dulu.Bukan tanpa sebab aku dan Ibuku memilih pindah dari rumah kontrakan kami sebelumnya. Selain untuk menghemat pengeluaran karena aku sudah tidak bekerja lagi sebagai sekretaris di perusahaan Pak Randy, aku juga memilih pindah untuk menghindari omongan para tetangga tentangku.Ya, sejak kejadian di mana aku pingsan pada saat Pak Randy datang ke rumah kontrakanku, kemudian disusul oleh kehadiran Bu Dewi di sana dan perdebatan mereka di depan rumahku, tetangga selalu membicarakan tentangku. Telingaku selalu menangkap kata-kata yang tak nyaman saat aku lewat di depan mereka. Meski bagiku itu sangat meny
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status