All Chapters of KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU: Chapter 41 - Chapter 50
129 Chapters
Part 41–Ikut Jalan-jalan
"Mas," sapanya dengan senyuman manis.Indira ....Entah kenapa. Sebagai wanita yang pernah dikhianati, instingku mengatakan ini bukan pertanda baik. Mantan istri Mas William yang bahkan menolak hadir di acara pernikahan kami, kini tahu-tahu hadir kembali setelah hampir dua tahun kami menikah.Ah, semoga saja dugaan ini salah."Papa." panggilan dan pelukan Alex mengembalikan kesadaran Mas William yang sempat tertegun sejenak.Aku sangat yakin dia juga sama terkejutnya melihat kehadiran Indira yang tiba-tiba ada di hadapan kami."Aku rindu Papa. Apa Papa enggak rindu padaku, Pah?""Tentu saja papa rindu." Mas William membalas pelukannya erat seraya mengecup kepala anak berusia sekitar sembilan tahun itu. "Kamu baik-baik saja 'kan, hm?" Mas William mengurai pelukan. Menangkup lembut kedua pipi Alex yang tengah tersenyum senang."Aku baik-baik saja, Pah.""Syukurlah." Mas William kembali memeluk seraya mengusap kepalanya dengan lembut.Aku menunduk ketika Alva menarik-narik jemariku. Dari
Read more
Part 42–Penolakan Alex
"Jalan, Mas," titahku saat melihat Mas William masih diam dan menatap ke sini melalui spion.Mas William mengangguk dan mulai melajukan mobilnya keluar halaman. Lagu anak-anak kesukaan Alva mulai diputar. Membuat aku dan Mas William ikut bersenandung kecil mengikuti dia yang bernyanyi sambil bertepuk tangan."Matiin lagunya, Pah. Aku mau tidur," pinta Alex."Ya sudah, tidur saja. Papa kecilkan volumenya.""Tapi matiin lagunya, Pah. Berisik! Aku enggak bisa tidur," pinta Alex lagi dengan nada bicara kesal."Iya, Mas. Matikan saja. Alex itu kalau tidur emang enggak bisa kalau berisik atau ada suara sedikit pun." Indira ikut membuka suara."Danan, Pah. Atu mau nani." Alva mulai protes saat musik dimatikan. "Mamaaa." Alva merengek padaku."Nanti saja dengarin lagunya, ya. Kakak Alex mau bobo. Kasihan," bujukku lembut seraya mengu
Read more
Part 43–Tersindir
"Mas Wil."Aku dan Mas William pun menoleh mendengar suara Indira."Kenapa?""Alex haus katanya.""Ya sudah. Kalian tunggu di sini dengan Lusi dan Alva. Biar aku yang beli ke stand minuman.""Aku ikut, Pah." Alex langsung merangkul lengan Mas William dan pergi bersamanya.Sesaat sebelum menjauh, Alex sempat menoleh dan melemparkan senyuman mengejek pada Alva, tapi putraku yang belum mengerti ini malah balas tersenyum ceria dan melambaikan tangan."Apa kamu bahagia menikah dengan Mas William?" tanya Indira yang mengambil posisi duduk di sampingku."Wanita mana yang enggak akan bahagia memiliki suami sebaik Mas William? Hanya wanita bodoh yang rela menyia-nyiakan pria sesempurna dirinya.""Kamu nyindir aku?"Aku menoleh. Indira menatapku dengan dahi berkerut dan tatapan tajamnya."Enggak," sahutku santai. "Kenapa kamu bisa merasa tersindir?""Cih, kamu belum tahu saja Mas William itu seperti apa." Indira tersenyum mengejek."Oh, ya? Tapi dia sangat sempurna di mataku sebagai seorang sua
Read more
Part 44–Curhat
"Alex," tegur Indira lembut.Entah kenapa aku merasa jengah. Melihat sikap lembutnya itu seolah hanya topeng yang digunakan di depan Mas William dan Alex."Tatak tenapa, Ma?" tanya Alva yang kaget mendengar suara kerasnya."Enggak apa-apa, Sayang." Aku tersenyum seraya mengusap kepalanya."Jaga cara bicaramu, Alex! Papa sudah peringatkan supaya jaga sopan santunmu apalagi ini di tempat umum. Paham kamu?" tegas Mas William, lalu melemparkan tatapan tajam pada Indira yang berada di belakang Alex.Alex langsung memalingkan wajahnya yang cemberut itu."Sudah. Jangan cemberut begitu. Nanti kita jalan-jalan lagi lain kali. Ayo!" ajak Mas William seraya meraih tangan Alex dan menuntunnya pergi.Namun, masih dengan wajah kesalnya Alex langsung menepis tangan Mas William, lalu berjalan cepat meninggalkan kami."Al
Read more
Part 45–Kepindahan Alex
Kami bertiga tengah duduk di ruang tengah dan membantu Alva membuka paket kiriman dari Bang Leon. Dia terlihat senang melihat kiriman mainan baru dan beberapa setel pakaian. Tak hanya itu, Bang Leon juga rutin mengirimkan nafkah untuk Alva walaupun jumlahnya tak seberapa.Namun, kuhargai sikap tanggung jawabnya itu. Meskipun, aku dan Mas William sempat menyarankan dia supaya tidak perlu pusing memikirkan kebutuhan Alva lagi. Meminta fokus saja untuk biaya pengobatan Bapak yang terkena penyakit lambung dan paru-paru, tapi dia menolak."Suka?" tanyaku seraya mengukur pakaian baru kiriman Bang Leon di tubuh Alva."Cuka, Ma. Badus!" Alva tersenyum lebar. "Atu cuka mainan ini." Dia mengambil mainan robot dari dalam kotak.Aku tersenyum seraya mengusap kepalanya."Leon video call, Sayang." Mas William menyerahkan ponselku yang sedari tadi tengah diotak-atiknya."Papa Leon telepon. Sini bicara." Alva langsung duduk di pangkuanku sambil ikut memegang ponsel di mana wajah Bang Leon terpampang
Read more
Part 46–Jangan Dipaksa
"Ini kamarnya." Kubuka pintu kamar yang pernah Mira tempati dulu. Alex masuk tanpa sepatah kata seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. "Kalau kamu perlu sesuatu atau ada yang mau diganti dari kamar ini, bilang aja sama mama, ya," ucapku seraya mengusap kepalanya dengan lembut. Namun, tangannya yang refleks menepis dengan kasar itu sedikit membuatku kaget. "Jangan sok baik dan jangan menyebut dirimu mama! Kamu bukan mamaku!" tukasnya dengan sorot mata penuh kebencian. Entah kenapa Alex terlihat
Read more
Part 47–Permintaan Indira
Setiap harinya aku semakin gencar mendekati Alex, tapi belum ada perubahan sedikit pun. Bahkan, dia malah semakin berani membentak dan berteriak kasar jika Mas William sedang tidak ada.Apa aku membalasnya?Tentu saja tidak. Jika mengikuti ego dan nafsu, bisa saja aku balas memarahinya. Terlebih lagi mengingat kata-kata kasarnya yang selalu mencemooh. Akan tetapi, semua itu tidak akan berguna. Anggapan Alex tentang mama tiri yang jahat akan semakin tertanam di benaknya, dan aku tidak mau hal itu terjadi.Alex harus tahu bahwa tak semua papa atau mama tiri itu jahat dan kasar. Meskipun, memang di luaran sana banyak kejadian seperti itu, tapi itu tidak akan kulakukan. Mencintai Mas William berarti harus mencintai Alex juga bagaimanapun sikapnya. Aku yakin, suatu hari nanti anak laki-laki yang hobi bermain game online itu akan mulai menerima kehadiranku.Sejak Alex tinggal di sini, Indira pun jadi lebih sering berkunjung. Meskipun, sejujurnya aku merasa tak nyaman dan terganggu, tapi sem
Read more
Part 48–Melow
Hening."Aku enggak masalah kalaupun harus jadi yang kedua. Aku rela. Aku juga yakin kalau di hati Mas Will sebenarnya masih tersisa sedikit perasaan untukku. Iya, 'kan?"Aku spontan meremas khimar di dada saat merasakan hati ini berdenyut nyeri karena mendengar permintaan Indira tersebut. Sayang, belum sempat mendengar jawaban Mas William, kehadiran office boy yang sudah berdiri di samping sambil mengetuk pintu ruangan ini berhasil mengejutkanku. Menyadari keterkejutan di wajah ini, pemuda itu tersenyum canggung."Sayang?" Mas William sedikit terkejut melihat keberadaan kami setelah office boy ini membukakan pintu untukku. Namun, tak berselang lama keterkejutannya itu berubah menjadi senyuman manis."Silakan masuk, Bu!" ucap pegawai office boy itu ramah.Aku mengangguk dan tersenyum tipis."Masuk, Sayang. Sini!" panggil Mas William.
Read more
Part 49–Persiapan Ulang Tahun
Usai makan siang bersama, Mas William langsung kembali ke kantor karena masih ada meeting penting. Tadinya, dia hendak mengantar kami dulu ke rumah, tapi kutolak. Tidak tega kalau harus membuatnya bolak-balik. Sesampainya di rumah, aku dan Alva memutuskan tidur siang sebentar. Memikirkan obrolan Mas William dan Indira di kantor tadi tak hanya membuat hati berdenyut nyeri, tapi juga membuat kepala ini pusing.Sementara, Alex sendiri sudah pulang sedari tadi. Saat kuketuk pintunya untuk menanyakan sudah makan siang atau belum, dia tak menjawab. Akan tetapi, suara playstation yang samar-samar terdengar dari dalam menandakan dia tengah sibuk bermain game.Aku terbangun saat mendengar kumandang azan ashar. Bergegas aku mandi dan melaksanakan kewajiban seorang muslim. Setelahnya, baru memandikan Alva dan membawanya turun ke bawah."Bi.""Iya, Bu?""Tadi Alex makan siang enggak?" tanyaku untuk memastikan."Makan, Bu.""Syukurlah. Makasih, ya, Bi.""Sama-sama, Bu."Aku menghabiskan waktu ber
Read more
Part 50–Terabaikan
Kami serempak menoleh. Indira masuk dengan senyuman riangnya seraya menenteng satu paper bag ukuran sedang. Tawa dan senyum yang sedari tadi tercipta di antara aku dan Mas William mendadak lenyap. Suasana riang di hati ini pun berubah melow kembali melihat kedatangannya yang secepat ini."Kenapa kamu ke sini?" tanya Mas William pada Indira yang duduk begitu saja bersama kami di karpet ruang keluarga."Mau bantu kalian siapkan pestanya, dong," sahutnya santai, lalu melirik padaku. "Boleh, kan?"Aku mengangguk. Kembali membungkus kado dalam diam dengan dada seperti tertekan bongkahan batu. Sesak."Tuh, Lusi saja bolehin, kok," ujarnya, lalu mulai ikut membungkus kado yang sudah kami persiapkan untuk Alex."Kan, kubilang kamu datangnya nanti saja pas acara.""Ya, enggak apa-apalah, Mas. Aku juga bete di rumah.""Jangan, Sayang!
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status