All Chapters of Kala Cinta Menyapa: Chapter 51 - Chapter 60
104 Chapters
51, Dua Usaha yang Berbeda
ROBERT berjalan mondar-mandir di depan istal. Dia menunggu Topan. Dia sudah memastikan Topan akan mendatanginya terlebih dulu sebelum menemui van Loen. Apa baiknya aku menyusul Topan ke hutan? Tapi ah, aku malas ke sana. Tapi menunggu di sini terlalu lama. Ck. Robert terus menggerutu sampai akhirnya orang yang dia tunggu datang. Sesungguhnya Topan sangat jengkel dengan ulah tuan muda ini. Dia tahu untuk apa Robert memanggilnya. Hanya untuk bertanya perkembangan pencarian Ells saja untuk dia laporkan pada van Loen. Sudahlah hanya melaporkan saja, malas pula ke hutan menyusul tim, malah menyuruh orang memanggil Topan untuk laporan. Adakah yang lebih menjengkelkan lagi dari orang seperti ini? Penjilat, pemalas pula. Dan bodoh. Ditambah berotak mesum. Jika dia lahir tanpa status orangtuanya, dia hanya akan menjadi sampah peradaban. “Ada berita apa? Apa ada perkembangan baru? Kenapa kalian sampai mencari sejauh itu?” cecarnya tanpa memberi jeda untuk Topan menarik na
Read more
52, Sebening Sendang
HASRATNYA terbangun lebih dulu daripada tubuhnya. Gairahnya membangunkannya dari lelap kelelahannya. Ells terbangun menyadari ada yang berusaha menerobos pertahanan intinya. Bergerak tak sabar di pintu masuk. “Selamat pagi…” Airlangga terus bergerak, tangannya bermain-main menikmati gadisnya. “Ini masih terlalu pagi, Angga.” Walaupun tidurnya terganggu, dia tetap bergerak mengimbangi gerakan Airlangga. Dia langsung sadar diri, tak perlu waktu untuk menggeliat karena geliat lain sudah terbangun utuh. Begitulah mereka menyambut hari. Meski semalam lelapnya diantar gelisah, pagi yang datang membawa semangat baru. Tubuhnya berkuasa atas pikirannya. Mengabaikan semua gelisah, dia menikmati hidup apa adanya. Menikmati apa yang masih bisa dia nikmati. Pagi belum lagi sempurna. Gelisah di hati menepi. Penat tubuh tak dirasa. Di hutan, bekas hujan semalam masih menyisakan rinai. Dan mereka berdua basah, bermandi peluh bukan karena bocor atap rumbia. Keduanya ter
Read more
53, Menunggu
SETELAH mendapat berita penemuan jejak baru, pencarian makin dimasifkan. Van Loen mengerahkan semua personil dan pengaruhnya untuk mencari Ells. Dia bahkan beberapa kali memantau langsung ke lokasi. Dia melihat langsung jejak yang dimaksud dan meyakini itu jejak Ells sampai menangis haru.. Paling tidak Ells masih hidup, masih sehat sehingga dia bisa berjalan.Untuk itu, dia besyukur dalam hati. Baginya yang terpenting Ells masih ada. Penjelasan lanjutan arti jejak itu memang membuatnya miris dan menangis sedih. Jejak kecil sering memanjang, terbaca bahwa dia terseret-seret atau ditarik paksa. Bekas tarikan daun dan ranting pun terbaca sama. Van Loen sampai memegang dadanya, sakit membayangkan Ells yang tersiksa. Sudah dua pekan dan sepanjang jalan dia disiksa dan tersiksa. Ayah mana yang tidak meranggas membayangkan anak gadisnya diperlakukan seperti itu? Rahangnya mengeras, marah. Siapa pun penculik itu, tidak akan pernah kumaafkan! tekadnya dalam hati. “Cari sampai dapat!” Van
Read more
54, Hukuman [17+]
DI saat Udayana dan Rindang bekerja keras menutupi pelarian mereka, Airlangga sedang menikmati bulan madu di tengah hutan. ELLS bersandar lemah di lekuk leher Airlangga, sementara Airlangga bersandar lunglai di batu. Mereka masih bersatu. Melihat kekacauan yang terjadi, tak heran semua hewan melarikan diri dari sendang. Bekas kemuning dan pinus yang menjadi lulur mereka berserakan mengambang di air. Ditambah dedaunan yang tercerabut akibat tarikan tangan Ells. “Kau membuatku gila, Ells.” Mereka masih berpelukan. Airlangga mengelus punggung Ells. “Lalu kau pikir kau tidak?” “Aku melanggar janjiku sendiri.” “Apa?” “Tidak akan bercinta di alam terbuka.” Ells tertawa kecil. “Sepertinya kau akan sering melanggar janji itu.” “Sepertinya begitu. Ayo, Ells…” “Ke mana?” “Pulang. Melanjutkan percintaan kita.” “Anggaaa…???” Airlangga langsung berdiri, mengangkat tubuh Ells, bergerak cepat memakaikan kainnya. “Apa kita perlu berpakaian untuk ke rumah, Angga?” “Cukup sudah perilaku p
Read more
55, Jejak Baru
APA yang bisa gadis seperti Rindang lakukan ketika lelaki marah dan gelap mata seperti Robert sudah mengamuk. Tidak ada. Kecuali berontak dan mengamuk sekuat tenaga. Dia berteriak, tapi bibirnya tersumpal tangan atau langsung bibir Robert. Dia menendang, memukul, dan terus menggerak-gerakkan tubuh. Kepalanya bergerak ke mana pun untuk menghindari serbuan bibir Robert. Dia sangat tidak terima pada pelecehan Robert. Ini penghinaan. Darah layak tertumpah untuk mengembalikan harga dirinya. Tidak ada kata pasrah dalam pikiran Rindang kali ini. Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup berlumur hina. . Krek . Baju yang dia pakai sobek, menyingkap kulit di balik dada. Robert makin gelap mata melihat keindahan yang terbuka di depan mata. Rindang makin panik, makin ketakutan, makin berusaha mengumpulkan tenaga. Kainnya bahkan sudah tersingkap makin ke atas ulah Robert dan gerakan-gerakan tubuhnya. Dia makin terhina, makin marah, makin panik, dan takut. Tubuhnya makin terbuka, Robert
Read more
56, Guru Dan Murid
SEJAK mereka terikat satu sama lain, Airlangga jarang berburu. Memilih menghabiskan waktu dengan bercinta daripada berburu. Memilih menghabiskan stok makanan yang dia persiapkan sebelum menculik Ells. Dendeng rusa, beras, jagung, yang awalnya memenuhi tempayan dengan cepat berkurang. “Sepertinya aku harus membuat dendeng lagi,” ujarnya ketika melihat Ells makan sangat lahap. “Apa pun. Aku selalu kelaparan sekarang. Kau menguras tenagaku habis-habisan, Angga.” Airlangga hanya terkekeh. “Dendeng rusa ini enak sekali.” “Biasanya Dayana yang membuat. Buatanku tidak seenak buatan Dayana.” “Siapa Dayana?” “Sahabatku. Udayana.” “Ceritakan aku tentang dia.” “Kami bersahabat sejak kecil. Kami melakukan nyaris semua hal bersama. Rumah kami berdekatan. Kami menyukai banyak hal yang sama. Kami suka hutan dan membaca.” “Kupikir kalian tidak ada yang bisa membaca.” Airlangga terbahak lepas. “Entah apa yang orang sebangsamu tanamkan di ke
Read more
57, Kabar Baru
LALU setelahnya tidak ada kabar lain lagi. Berhari-hari sampai melewati pekan kembali mereka berkutat berputar di area yang sama. Van Loen kembali putus asa. Dia merasa anaknya sudah begitu dekat tapi tetap tak teraih. Itu membuatnya … jengkel? Marah? Panik? Semua. Semua dia rasakan. . Tok tok tok . Suara ketukan pintu mengganggu lamunannya. Lalu pintu itu terbuka tanpa dia mengizinkan mengantar Robert masuk. Van Loen hanya menarik napas lelah melihat aura yang Robert bawa. Dari gurat wajahnya jelas terbaca bahwa dia tidak membawa kabar baru. Van Loen kembali menoleh ke arah hutan melalui jendela yang terbuka lebar. Di mana kau, Ells? Apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Papa sangat merindukanmu. Pulanglah, Nak. Papa akan penuhi semua maunya. Katakan itu pada penculikmu. Selalu itu yang dia tanyakan pada angin melalui bisikan hati. “Ehm.” Robert berdeham mencuri perhatian. Van Loen menoleh dalam gerakan sangat lemah. “Bagaimana kalau kita men
Read more
58, Aneh
SANG kala bergerak, terus berjalan. Matahari dan bulan silih berganti menghiasi langit. Burung hantu dan burung perkutut bergantian bersuara. Hujan dan panas pun bergantian mengisi ruang udara di sana. Tapi kebersamaan itu semakin erat. Dunia seluas hutan membebaskan mereka bercengkerama bersama. Tak ada sekat lagi. Setiap sudut hutan adalah rumah mereka. Tanpa terasa, purnama kedua akan terlewati. Alam begitu memanjakan mereka. Berdua, hanya mengambil apa yang mereka perlukan. Menghabiskan seluruh hasil buruan, mengumpulkan makanan lalu menyimpannya rapi. Alam tak pernah murka. Berdua mereka menyatu dengan alam. Menolong apa pun yang perlu pertolongan seperti dulu Airlangga menolong anak rusa yang kakinya terjepit batu. Mereka memperbaiki sarang burung, membantu kancil melahirkan, atau mengobati luka kera. Semua mereka kerjakan sambil bermain bersama hewan-hewan itu. Ells membiarkan tupai memanjat tubuhnya, membiarkan tikus hutan mengendusi kakinya, menangkap ikan de
Read more
59, Menghilang
LAGI-lagi van Loen melamun menatap hutan melalui ambang jendela. Hatinya makin teriris ketika dia tahu anak gadisnya sudah tidak ada di hutan itu. Entah sekarang Ells ada di mana. Sudah nyaris dua purnama berlalu sejak mereka menemukan dua pasang jejak kaki mengarah ke luar hutan. Itu pun mereka terlambat sepekan. Umur jejak itu nyaris sama dengan jejak di timur. Ah, andai saja sejak awal aku mendengar saran Robert, tentu Ells lebih mudah terlacak. Mungkin Ells baru sehari atau dua hari meninggalkan hutan. Sepekan waktu yang cukup lama untuk melarikan diri. Verdomme! Van lLoen terus menyesali dan memaki. . Tok tok tok . Van Loen tidak terganggu. Jika itu Robert, anak itu akan masuk tanpa perlu suara mengizinkan masuk dari dalam. . Tok tok tok . Suara mengetuk lagi. Bukan Robert. “Kom binnen[1].” Pintu itu baru terbuka setelah van Loen mengizinkan masuk. “Apa aku mengganggumu, Fred?” Van Loen langsung me
Read more
60, Hadiah
AIRLANGGA dibangunkan tubuhnya sendiri sesuai jadwal hariannya. Hari masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih malas memancarkan sinar. Nyaris tanpa geliat, tubuhnya langsung siaga saat teringat ada hal penting yang ingin dia kerjakan. Perlahan dia berusaha melepaskan diri dari lilitan Ells yang meringkuk nyaman di ketiaknya. Tersenyum, dia menarik tangannya sambil mencium bagian mana pun dari tubuh perempuannya yang terdekat dengan bibirnya. “Jangan buka jendela itu, Angga.” Ells menggeliat ketika merasakan pelukan Angga mengendur. “Kemarilah lagi, Angga. Aku dingin.” Tangannya terjulur menggapai lelakinya, meminta pelukan lagi. “Tidak, Ells … aku hanya akan mematikan pelita.” Fajar telah datang. Matahari mulai menggeliat. “Apa ini sudah pagi, Angga?” Dia merengek, entah untuk apa. “Terlalu gelap. Aku tak suka.” “Sebentar lagi matahari datang, Sayang.” Airlangga hanya menggeleng saja untuk keanehan Ells. Tak suka terang tapi tak mau gelap. Menggerut
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status