Kala Cinta Menyapa

Kala Cinta Menyapa

By:  Sandra Setiawan  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
13 ratings
104Chapters
7.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . “Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?” Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. “Ayahmu membunuh kakekku.” Getir suara Airlangga tetap membuat Ells cepat membantah. “Tidak mungkin!” Ells merapikan duduknya. Tidak lagi bersandar, dia duduk tegak menarik kakinya mendekat, bersila. Tatapan menyala penculiknya cukup menjawab. “Papaku tidak pernah membunuh orang!” Ells sungguh tidak terima ayahnya disebut pembunuh. Ayah yang baik, ayah yang lembut, mana mungkin sekeji itu. Namun tatapan Airlangga semakin tajam. *** LANGIT dan bumi, terhalang angkasa yang memisahkan keduanya. Airlangga, anak negeri yang marah, membalas dendam dengan menculik putri seorang penguasa negeri, Daniella Elizabeth van Loen. Perjalanan menerobos hutan, saling melindungi, dan menjaga justru menjadi benih cinta mereka. Sampai akhirnya cinta itu membuahkan janin. Mereka sadar, tidak mungkin selamanya mereka tinggal menyendiri di surga mereka yang bernama hutan. Demi buah cinta mereka, mereka harus kembali ke pusat peradaban. Kembali ke bumi. Kembali membumi. Tapi selalu ada angkasa yang menggantung indah memisahkan langit dan bumi. Haruskah perbedaan itu memisahkan mereka? Apa yang akhirnya Airlangga lakukan untuk membangun pelangi untuk menghubungkan langit dan bumi mereka? Menghilangkan jejak angkasa yang memisahkan mereka. Jika mereka tidak berhasil membangun jembatan pelangi, mereka bersiap untuk tinggal bersama di langit biru. Apakah tidak ada jalan lain? Berlatar masa kolonial Belanda, Airlangga dan Daniella merenda kasih di tengah hutan hujan tropis lereng Gunung Bromo yang cantik. Bertemu binatang-binatang liar. Dengan sedikit penggambaran alam, semoga bisa mengajak pembaca masuk ke dalam cerita, berkelana di tengah hutan di Nusantara abad ke-19. ***

View More
Kala Cinta Menyapa Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
D6ta
ceritanya bagussssss, suka banget ...
2023-08-21 22:58:20
0
user avatar
Lis Tanti
keren banget
2023-08-21 19:02:19
1
user avatar
Junatha Rome
dududuuuuh... bhsa kiasannya ituloh thor...
2022-12-28 21:45:58
0
user avatar
Lucy
Wah asyikkk banget ini, cinta-cintaan di hutan. Semangat Thor ...
2022-12-28 12:52:56
0
user avatar
Karen Sanjaya
Mendebarkan kisahnya.. ......
2022-12-28 11:35:53
0
user avatar
agneslovely2014
Wow ceritanya seru banget di dalam hutan kisah cintanya
2022-12-27 23:50:18
0
user avatar
Lucy Ang
benci jadi cinta. emang tipis selanya. mangat bacaaa
2022-12-27 21:43:33
0
user avatar
Aspasya
Bagus ceritanya ...
2022-12-27 21:35:47
0
user avatar
Daryanti Sulanjari
bagus banget sumpah .....beda dari novel2 lain...recomend banget
2022-10-02 18:32:21
0
user avatar
MayGrau
semoga novelnya di selesaikan
2022-09-22 19:58:55
0
user avatar
MayGrau
Karya yang apik. Semoga selalu semangat menulis karya2 yg unik dgn latar belakang yang menarik.
2022-09-21 16:48:34
0
user avatar
Na_Vya
Kisah cinta yg unik kayanya, nih. Penuh petualangan. Baca, ah!
2022-08-17 17:45:05
0
user avatar
Upen Supenti
semakin penasaran
2022-07-21 05:52:06
1
104 Chapters
1, Prolog
Sabuk khatulistiwa melingkari bumi.Nusantara menjadi kepala indahnya.Hijau membentang di antara birunya laut.Sang surya tak pernah lelah menyinari tanahnya.Birunya laut dan birunya langitmelatari hijaunya bumi.Nusa Antara,kahyangan Dewata,menanti sang ratu adil menjejak bumi.***.[Kaki Gunung Bromo, penghujung 1831].SEORANG pemuda bergerak lincah menerobos lebatnya hutan. Berselempang busur dan tempat anak panah. Seekor kancil jantan berada di gendongannya. Kancil itu tidak mengurangi kelincahannya bergerak. Berjalan, berlari, berlompatan. Sesekali kakinya melenceng dari jalur, tapi lentur tubuhnya bisa segera beradaptasi dengan gerak terpeleset kakinya. Dia bisa segera kembali berdiri tegak tanpa cela. Dia lincah seperti kancil yang digendongnya jika sang kancil sedang tidak pingsan.Kakek pasti senang dengan hasil buruanku, bisiknya dalam hati, ini untuk tanda syukur kami pada Dewata Agung yang selalu bermurah hati pada kami semua. Kami memang harus selalu bersyukur, Men
Read more
2, Daniella Elizabeth van Loen
“PAPA, apa aku sudah terlihat cantik?”Seorang gadis, memakai gaun berwarna putih bersih yang menjuntai sampai terseret di lantai muncul sambil bergerak lincah, menyelinap melewati pintu kayu besar menghampiri seseorang yang dipanggil papa.Frederick van Loen—sang ayah—yang sedang menatap ladang melalui jendela besar dari ruang kerja begitu mendengar suara yang sangat dia kenal, langsung berbalik untuk menjumpai putrinya tersayang. Anak semata wayangnya. Gadis itu berbalik, memutar tubuhnya untuk memamerkan gaun indahnya.“Kau selalu cantik, Daniella.” Van Loen berjalan mendekati gadis itu, tangannya terentang untuk memeluk Ells, putrinya. “Apa pun yang kau pakai, kau selalu cantik.” Dia masih memandang lekat wajah anaknya.Dia sangat mirip dengan ibunya. Sangat-sangat mirip. Atau aku terlalu merindukan ibunya hingga semua yang berhubungan dengan dia terlihat mirip di mataku? Tapi dia memang secantik ibunya.“Papa, apa yang Papa pikirkan?” Mereka sangat dekat, Ells pasti langsung meli
Read more
3, Sembilan Belas Tahun Yang Lalu
MATAHARI mulai lelah. Bulatnya merosot semakin jauh ke barat bumi. Seorang wanita muda sangat cantik berjalan sambil membimbing bocah lelaki kecil menyusuri jalan setapak di tepi hutan. Jelas dia ibu si bocah itu. Lelaki kecil yang tampan dan sehat. Langkah si bocah belum kokoh menjejak bumi. Dia selalu berpegangan pada tangan ibunya agar tidak tersaruk jatuh. Namun kelincahannya membuat si ibu harus mempercepat langkahnya. Tak ada keluh terdengar dari bibir si ibu. Wanita cantik itu malah selalu tertawa melihat polah anaknya. Gelak si bocah pun begitu lepas meningkahi suara angin sore. Gelak yang membuat si ibu tersenyum lebar, senyum yang semakin memperlihatkan kecantikan alaminya. Anak itu begitu lincah. Si ibu cukup kerepotan mengimbangi gerak lincahnya. Dia berusaha untuk selalu memegang tangan bocah itu sementara sebelah tangannya yang lain membawa keranjang berisi daun-daun tanaman obat yang dia petik dari dalam hutan.“Ibu… Aku haus.”“Kalau kau selalu berlari, kau akan
Read more
4, Tiga Makam Yang Berdampingan
TANAH itu masih merah, tapi kelopak bunga yang menutupi tanah itu mulai layu. Rindang pepohonan membuat tempat itu begitu teduh, tenang, tapi sekaligus juga mistis. Ini adalah tempat yang menjadi penanda batas dua dunia. Tempat kenangan akan yang terkasih berkumpul.Ketenangan dan kedamaian di tempat itu tidak bisa hadir di hati seorang pemuda. Pemuda yang terlihat sangat berduka meski tetap tanpa airmata. Wajahnya yang muram jelas menggambarkan dukanya. Matahari yang berhasil menyelinap dari sela-sela dedaunan tidak bisa menghadirkan kehangatan di hatinya. Semua terasa beku. Dingin. Mencekam. Setengah mati dia menahan sedih. Mungkin dia berhasil tapi jiwa yang terluka menyisakan marah yang sulit hilang. Marah yang berbuah dendam. Dendam yang akan tergenapkan jika sudah tuntas.Airlangga duduk bersimpuh di makam itu. Makam kakeknya. Sebuah makam yang baru, diapit dua makam lama.Makam ayah dan ibunya.Langkahnya belum lagi kokoh menjejak bumi ketika ayahnya memilih mati berkalang tana
Read more
5, Pesan Terakhir
DIA tahu, seluruh penduduk desa adalah keluarganya, yang akan selalu melindungi sesamanya. Namun, dia tetap berhati-hati. Negeri ini juga memelihara begitu banyak pengkhianat. Berjalan dan memutar, ada satu urusan lagi yang harus dia selesaikan. Hari memang masih gelap, tapi kehidupan tentu sudah ada di balik pintu-pintu rumah. Dia berusaha berjalan biasa saja. Sampai di suatu jendela, dia mengetuk pelan daunnya. Tak lama, jendela itu terbuka mengantarkan sesosok pemuda lain yang tidak kalah gagah dari Airlangga.Mengetahui Airlangga berdiri di luar, gesit, dia melompati ambang jendela. Tak lama keduanya sudah berlari menuju tujuan yang sama.Di tepi hutan, mereka semakin gesit dan leluasa menyelinap di antara perdu dan pohon. Sampai di bawah pohon angsana, Airlangga yang memimpin di depan menghentikan langkahnya.“Dayana.” Dia tentu tidak bisa melihat dengan jelas sosok yang dia panggil. Matahari masih sangat jauh di timur bumi sementara bulan sudah nyaris tenggelam di cakrawala bara
Read more
6, Memulai Misi
DAN di sinilah dia sekarang. Mengintip di balik kerindangan beringin. Ranting dan dahannya mempermudah dia menaiki pokok pohon itu. Duduk santai mengamati, dia mencari sang tuan rumah. Kerimbunan pokok beringin membuatnya aman bersembunyi. Daunnya yang lebat, ranting dan dahannya yang rapat, dan malam yang gelap membuat semuanya menjadi hitam. Dia nyaris santai duduk mengamati di salah satu dahan. Sedang ada pesta rupanya. Aku akan menunggu sampai pesta usai. Halaman luas di depan masih terlalu ramai. Para pelayan masih sibuk hilir mudik keluar masuk rumah sambil membawa nampan. Meja-meja pun masih terisi penuh. Suara musik masih riuh. Para tamu masih sangat bersemangat menari dan berbincang. Pesta masih jauh dari selesai. Sambil menunggu, dia mengamati rumah besar itu. Manusia aneh. Untuk apa memiliki rumah sebesar itu jika hanya dihuni oleh dua orang saja? Tidak cukupkah jika rumah itu dibagi tujuh? Rumah sebesar itu tentu akan merepotkan. Membersihkannya saja butuh banyak ten
Read more
7, Setelah Pesta Usai
PESTA telah usai, menyisakan kekacauan yang luar biasa di halaman rumah itu. Meja dan kursi bertebaran tidak teratur. Isinya pun berhamburan tidak teratur. Bunga-bunga lepas dari wadahnya. Berjumput-jumput rumput terangkat dari tanah. Sampah jangan ditanya. Tamu telah kembali ke rumah masing-masing. Membiarkan pengurus rumah kelimpungan mengurus sisa pesta. Karena apa pun yang sekarang terjadi, besok pagi semua harus terlihat normal seperti tidak pernah ada pesta semalam. Setelah mengantar tamu terakhir—William dan anaknya—meninggalkan rumah, Van Loen melangkah gontai memasuki rumah. Tubuh tua dan tulang rentanya tak sanggup lagi untuk mengawasi urusan kebersihan. Biarlah. Esok pagi semua pasti sudah kembali bersih. Jika tidak? Itu tidak akan terjadi. Karena kepala rumah tangganya sudah tahu apa yang harus dia lakukan jika ingin tetap bekerja di sana. Ells, sang gadis yang berulang tahun, walau lelah, tapi masih ada sedikit sisa tenaga untuk bersenandung. Senandung riang dengan tub
Read more
8, Penculikan
AIRLANGGA leluasa berlari di hutan. Dia tidak butuh matahari untuk mencapai tujuannya. Pokok tanaman dan semak menjadi penunjuk arah. Ditambah bulan dan bintang utara yang terang bersinar, dia tidak kesulitan menggendong tawanannya. Seberapa pun kuatnya gadis itu berontak, semua tiada arti ketika Airlangga sudah di dalam hutan. Dia tidak perlu mengendap, tidak perlu menjaga suara. Tubuhnya yang kuat sudah terbiasa mengangkat beban berat, membuat bobot di bahunya terasa ringan tak mengganggu gerakannya. Semakin jauh memasuki hutan, semakin jauh meninggalkan rumah. Ells tidak tinggal diam. Dia terus bergerak, berontak dari kungkungan lengan penawannya. Sampai akhirnya dia sadar, dan rasa lelah semakin kuat menderanya, dia berhenti berontak. Memilih diam dan pasrah terjungkal di bahu penculiknya. “Diam memang selalu lebih baik.” Aku diam, tapi aku akan meninggalkan jejak. Tapi bagaimana caranya jika tangannya terikat? Seperti mendengar suara batin Ells, mendadak Airlangga menurunkan
Read more
9, Di Hutan
SENTUHAN kasar di sepanjang kaki menyusul lengannya membangunkan tidur lelapnya. Ap—?? Siap—?? “PAPAAAAA….” Ells kembali berteriak. Penculiknya meraba seluruh tubuhnya! Ells sangat ketakutan. “Diamlah.” Airlangga terus meraba tubuh Ells. “Aku hanya membalurkan sesuatu untuk mengusir nyamuk.” Hah? Ells ingat, tadi sebelum lelap memang denging nyamuk mengganggunya. Tapi lelah membuat dia tak sadar gangguan yang biasanya membuatnya berteriak kencang jika di rumah. Rumah. Ells sangat merindukan rumahnya. Ini belum lagi satu hari dia pergi. Malam pun belum mereka lewati. “Sini! Biar aku saja!” Segera diambilnya sesuatu dari tangan penculiknya. “Kenapa kau tidak menyuruhku melakukannya sendiri?” Ells menggerutu. Orang ini ingin mengambil kesempatan! “Karena aku tidak yakin kau mau memegang itu.” “Kenapa?” “Bukan kenapa. Tapi apa.” “Apa?” Ells mengulang pertanyaannya sambil membalur tubuhnya dengan apa pun itu. “Kotoran ayam hutan.” “AARRGGHHH…!!!” Suara marah Ells berbaur d
Read more
10, Khawatir
HARI masih pagi ketika Tirta duduk gelisah di depan rumah. Sudah beberapa hari tidak ada kabar dari kemenakannya. Balai-balai tempatnya duduk berderak-derak setiap kali dia bergerak kasar dan gelisah. Berkali-kali kepalanua menoleh ke arah hutan. Dia yakin, kemenakannya itu akan memulai aksinya dari sana. Dari mana lagi? Hutan adalah nyawanya. Dia akan mati jika jauh dari hutan. Dia mengenali hutan itu seperti hutan itu mengenali dirinya dan memberikan semua yang dia butuhkan. Airlangga, kemenakannya tersayang. Anak tunggal kakaknya yang sudah tidak ada. Hanya tersisa Airlangga dari trahnya. Dan sekarang, ayahnya pun sudah tidak ada. Siapa yang akan meneruskan tugasnya setelah dia tiada? Hanya ada Rindang, anak gadisnya yang Airlangga tolak. Mengingat itu, dia semakin masygul. Suara langkah kaki memang tidak mengganggu gelisahnya, tapi suara langkah itu membuatnya berhenti melamun. Tak lama, suara itu sampai di sampingnya. Rindang datang membawa penganan pagi yang sederhana. Hanya
Read more
DMCA.com Protection Status