Semua Bab Bakti Seorang Menantu : Bab 181 - Bab 190
221 Bab
183. Galau bagian A.
Galau.Pembeli silih berganti meski masih jarang tapi uang di laci sampai saat ini sudah beberapa ratus ribu, banyak yang mampir belanja untuk dijual lagi, awalnya mereka akan ke pasar tapi karena melihat tokoku mereka pun akhirnya membeli di tokoku dengan dalih lebih hemat waktu juga BBM. Karena kalian tahu sendiri BBM sekarang mahal. Jelas saja aku sangat senang karena tidak usah mencari pelanggan tapi mereka yang datang sendiri.Tak terasa kumandang adzan ashar sudah terdengar aku berniat untuk pergi shalat terlebih dulu, mungpung lagi tak ada pembeli. Saat aku memundurkan kursi terdengar suara seorang wanita."Kapan pulang, Man?" ———RatuNna Kania———Kulihat Helen tengah berdiri dan menyodorkan tangannya pada suamiku. Aku dengan segera maju ke depan dan memanggilnya namanya."MAS!" teriakku. Dengan gegas mengahampirinya. Kulihat tangan Helen masih menggantung, mas Rahman seketika berbalik dan menoleh padaku. "Kenapa?" tanyanya denga suara yang lembut. "Ini sudah adzan, sa
Baca selengkapnya
184. Galau bagian B.
"Dan asal kamu tahu! Kemanapun mas Rahman melangkah, maka, aku akan terus ada bersamanya, catat ingat itu!" "Hahaha! Rahman udah kayak peliharaan saja, ya ke mana-mana dikintilin Mulu. Ya … Allah, kasihan sekali nasibnya mantan pacarku itu. Malang benar takdir hidupnya," ledek Helen dengan tertawa terbahak-bahak membuatku ingin menyumpalkan sandal yang sedang aku pakai ke mulut besarnya.Sudah jelas-jelas aku overprotektif pada suamiku itu, karena akibat keagresifan dia yang tidak tahu malu. Dia tidak bisa mengambil hati suamiku, tapi dia telah mengambil hati mertua dan kakak iparku. Dan jika dia terus agresif seperti itu tidak menutup kemungkinan besok-besok suami hatiku pun ikut dicuri olehnya, ya kan?Sungguh keberadaan Mas Rahman di rumah saat ini, tidak membuatku tenang sama sekali. Karena aku tidak boleh lengah mengawasinya, andaikan aku lengah sudah ada rubah yang akan memangsanya. Ya … Tuhan apakah ini normal atau tidak? Ketakutanku akan kehilangan Mas Rahman begitu tidak ma
Baca selengkapnya
185. Me Time. bagian A.
Me time. "Sana sholat!" titah mas Rahman dengan nada suara yang naik satu oktav. Huh alah sungguh aku tak rela jika aku pergi, lalu mas Rahman mengobrol dengan mantannya. Setelah kupandang wajah suamiku, aku pun meyakinkan diri ini untuk pergi meninggalkan toko. Ya, aku pergi untuk menunaikan shalat. Walaupun hatiku sangat gamang, baru juga dua langkah tiba-tiba ada suara yang memanggil suamiku"Man, Apakabar?" ——RatuNna kania——Aku langsung menengok ke belakang, ternyata suaminya Tika, sepertinya baru pulang pagi ini. Karena kemarin dia tidak ada di rumah. "Eh, Ris. Alhamdulillah Sehat. Baru keliatan nih," ucap mas Rahman dengan ramah."Baru pulang tadi pagi!" sahut Aris."Ayah, ia au shushu!" ucap Alia. Akh aku jadi tenang untuk meninggalkan toko, aku pun meneruskan langkahku dengan mantap. Aku pasrahkan semua pada Allah. Karena mau aku genggam seperti apapun, kalau memang ditakdirkan bukan milikku selamanya, aku bisa apa? Aku terkikik geli dengan mengingat kejadian tadi. Konyol
Baca selengkapnya
186. Me Time bagian B.
"Memangnya kamu nggak capek, Man? Seharian kamu jaga toko, sekarang kamu mau pergi. Apa jangan-jangan istrimu, ya yang minta jalan-jalan?" ucap ibu sambil melihatku dengan sinis dan aku hanya diam saja."Nggak! Bu. Rahman kan udah lama nggak pernah jalan sama Mala. Jadi malam ini Rahman ingin menyenangkan hati istri sendiri, begitu. Kamu senang kan kalau aku ajak jalan, La?" tanya Mas Rahman dengan tersenyum manis padaku. Hatiku tiba-tiba saja berdebar. Entahlah, meskipun telah menikah dengannya setahun yang lalu tapi jika diperlakukan seperti ini aku masih sering malu."Jangan terlalu memanjakan istri, Man. Nantinya ngelunjak!" ucap Ibu lagi dengan mendelik ke arahku. Ya … Tuhan ini mertuaku kapan akan baiknya padaku. Selalu saja bak bara api yang siap melahap ku kapan saja. Kurang apa aku selama ini. Bahkan ibuku pun selalu berbuat baik padanya tapi ibu selalu saja tak bisa bicara baik, padahal kalau diam sekalian itu lebih bagus.Aku tak habis pikir, kesalahan apa yang telah aku pe
Baca selengkapnya
187. Dipatok Ular Bagian A.
Dipatok Ular.Sesampai di depan rumah ibu, terlihat banyak orang. Aku langsung loncat dari motor saat mas Rahman baru saja berhenti. Aku berlari kedalam untuk melihat ada apa di rumah mertuaku. Saat aku telah mencapai pintu, aku tak kuasa saat melihat apa yang ada di hadapanku. "Bapaaaaaak!" ——RatuNna Kania ——Aku menerobos masuk saat melihat bapak tengah dikipasi oleh Bu RT. Sedangkan ibu terlihat sangat khawatir. "ADA APA INI?" tanyaku dengan menjerit, wajah bapak terlihat tenang tapi dadanya masih naik turun, itu tandanya beliau masih hidup. "ADA APA INI?" Mas Rahman masuk tak kalah panik denganku. "Bapakmu dipatuk ular, Man!" ucap Bu RT. "Kenapa gak dibawa ke rumah sakit? Ayo kita ke rumah sakit!" ucap mas Rahman dengan panik. Urat-Urat di wajahnya tercetak jelas. "Lagi nunggu pak RT datang, kebetulan lagi keluar," sahutnya lagi."Pake motor saja, ayo bantu angkat, ucap mas Rahman. Kebetulan ada Aris suami Tika juga disana. Akhirnya bapak dibawa dengan menaiki motor
Baca selengkapnya
188. Dipatuk Ular bagian B.
Dipatuk Ular. Heningnya malam menambah kecemasan. Kami semakin kalut, setiap derit pintu IGD terbuka, maka mata kami pun mengarah kesana. Ini sudah hampir jam dua malam, tapi belum ada kabar apapun dari dalam sana. Krieeet ….Derit pintu kembali terdengar, kali ini benar tebakanku mas Rahman yang keluar, aku langsung berlari ke arahnya, begitu pun kak Eni dan bang Rahmat. "Man!" "Mas!" Kami seolah kompak menyebut nama suamiku. "Aku mau jemput, Ibu," ucapnya dengan lemas. "Aku juga mau lihat, Bapak!" ucap kak Eni dan bang Rahmat serempak. "Sabar! Biarkan aku membawa ibu dulu!" Aku sedikit terperanjat saat mendengar kata-kata yang terucap dari bibir suamiku itu. Mas Rahman tak pernah bersuara tinggi terhadap kakak-kakaknya. Tapi kali ini dia seolah menyembunyikan sesuatu dari kami. Pikiranku tentang bapak sudah makin macam-macam saja. Teringat bu Hanum tetangga emak dulu, ia dipatuk ular tanah saat sedang membersihkan kebun di belakang rumahnya, dan nyawanya tidak bertahan dua p
Baca selengkapnya
189. Sepeninggal Bapak bagian A.
Sepeninggal Bapak.Sirine mobil jenazah begitu meraung-raung di waktu menjelang subuh, sama kerasnya dengan raungan dalam hatiku yang kehilangan sosok mertua yang baik. ——RatuNna——Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya aku bertanya dalam hatiku sendiri, kenapa bapak harus pergi secepat itu. Akh, Bukankah jodoh, kematian dan rezeki adalah rahasia Allah? Lantas kenapa aku harus meratap seperti ini. Kuusap kain penutup tubuh bapak yang telah kaku. Begitu berat rasanya menerima dengan lapang kenyataan ini."Mala ikhlas, Pak! Bapak yang tenang. Semoga amal ibadah dan kebaikan, Bapak selama ini jadi penerang di alam kubur. Doakan juga Mala agar selalu sabar menghadapi ujian rumah tangga kami!" Aku menarik nafas dalam dan mengusap-ngusap dadaku yang masih terasa sakit, sakit karena kehilangan sosok bapak mertua yang begitu baik.Aku coba untuk tegar karena siapa lagi yang akan mengurus pemakamannya bapak hingga selesai kalau bukan aku dan Mas Rahman. Jika aku saja sesesak ini, ap
Baca selengkapnya
190. Sepeninggal Bapak bagian B.
Ibu terus menangis. Proses penguburan pun berjalan lancar juga cepat karena banyak yang membantu. Kini yang tersisa hanya gundukan tanah yang sedikit menggunung dan yang ada di pemakaman pun tinggalah keluarga inti saja, para tetangga dan teman-teman dan saudara lainnya sudah pulang. Ibu terus mengusap-ngusap kuburan bapak tanpa berkata sepatah kata pun.Ria sudah di bawa pulang oleh Aisyah dan kak Eni memakai motor, karena kondisi badannya yang lemah dan beruang kali pingsan. Tapi aku tetap membawanya ke pemakaman bapak, agar nanti tak ada penyesalan dalam hatinya sama halnya seperti ibu yang aku paksa bawa untuk melihat penguburan bapak."Bu, ayo kita pulang," ajakku dengan pelan tapi ibu hanya menggeleng dan terus menatap ke arah kuburan."Bapak sudah tenang, Bu. Yuk! kita pulang. Ibu harus istirahat nanti Ibu sakit karena dari kemarin belum tidur," ucapku lagi. Tapi ibu mertuaku tidak bergeming hingga Mas Rahman yang kini mengajaknya bicara."Bu hari sudah semakin siang, terik mat
Baca selengkapnya
191. Sepeninggal Bapak bagian C.
"Ada apa, Man?' tanya bang Rahmat yang datang dari belakang.Mas Rahman menceritakan apa yang terjadi, tentang telepon dari Arif dan dia harus pergi ke Lampung hari ini juga. Bang Rahmat pun mendukung untuk Mas Rahman segera kembali ke Lampung beberapa hari. Karena dia bilang mungkin saja kesempatannya tidak datang dua kali. Dan aku membenarkannya."Percayakan ini pada Abang, Man. Karena aku adalah anak tertua," ucapnya dengan memandang wajah adiknya. Akhirnya dengan berat hati Mas Rahman pun menyetujui untuk pergi. Aku pun mempersiapkan segala sesuatu untuk kepergiannya. Setelah mas Rahman pergi, aku makin sibuk mengurus acara di rumah ibu setiap hari, untung saja di toko ada Agus dan Sandi. Profit pun makin hari makin naik. Aku mengambil keperluan untuk acara tahlilan dari tokoku, tentu saja dengan mencatat setiap barang yang di ambil. Bukan perhitungan, tapi anak bapak ada banyak. Jadi biar tahu berapa pengeluaran untuk acara ini. Uang yang di dapat dari para pelayat pun tak mai
Baca selengkapnya
192. Dua juta rupiah, bagian A.
Dua juta rupiah, Aku mau. "Imbalannya apa? Kalian tidak bisa mengurusi ibu dengan alasan kalian bekerja dan reward untuk aku apa? Selama mengurusi ibu. Kalian bekerja sudah tentu mendapatkan uang lalu aku yang mengurusi ibu dapat apa?" ucapnya dengan lantang. Membuat aku kaget, dan kurasa bang Rahmat pun demikian. Sebegitu perhitungannya kak Eni dengan kami. Padahal sudah jelas selama setahun ini, akulah yang banyak mengeluarkan biaya atau tenaga untuk mengurusi keluarga ini. Dan yang aku titipkan juga ibunya, bukan ibuku."Kamu minta bayaran, Ni?" tanya bang Rahmat. Kak Eni terdiam, aku shock mendengar penuturan kakak iparku itu. Padahal selama ini, kehidupannya selalu ditopang oleh ibu. Bayar kontrakan, bayar listrik, bekal anaknya sekolah dan kadang-kadang makanan pun, selalu dibantu oleh ibu. Ya … kalau ibu sedang tidak punya, siapa lagi yang jadi korban? Pasti aku lah, dengan dalih pinjam dan ibu akan bilang, nanti ibu yang akan bayar. Tapi pada nyatanya tidak pernah terjadi.Se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
23
DMCA.com Protection Status