All Chapters of Atlantis: Para Keturunan Terakhir: Chapter 11 - Chapter 20
30 Chapters
11. Neve Alba: Curse or Boon
"Neve?!" Beberapa saat lalu, Srikandi entah kenapa merasa tidak enak, seperti ada sesuatu yang buruk terjadi. Dia sulit tidur dan memutuskan untuk mengambil minum ke dapur. Namun, saat kakinya melewati kamar Neve, Srikandi mendengar rintihan seperti menahan sakit. Dia memanggil anaknya itu berkali-kali, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Yang didengarnya malah rintihan menahan sakit. Tanpa banyak bicara Srikandi mengambil kunci cadangan yang dia punya dan kembali ke depan kamar Neve. Dia membuka paksa pintu itu dan masuk ke dalam kamar. "Neve?!" Dia sangat terkejut saat melihat tubuh Neve mengeluarkan cahaya dan Neve sendiri berkeringat. Neve jelas sedang kesakitan saat ini. "Neve? Dengar, Nak, ini ibu, apa kau bisa mendengarku?" ucap Srikandi sambil menepuk-nepuk pelan pipi Neve. "AAKHHH!!!" Tiba-tiba saja Neve berteriak kencang dan menutup telinganya. Di dalam sana, Neve kembali mendengar dengung yang sangat me
Read more
12. Sylphide Aure: Silent Voice
Karibia, Puerto Rico. ***Sylphide Aure, gadis bertubuh kecil tersebut menatap takut kepada pria yang sedang memegang botol minuman keras di depannya. Pria beruban itu sempoyongan karena mabuk, bahkan dia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya untuk berdiri tegak. Sylphide menggenggam erat ujung dress-nya, mencoba untuk mengumpulkan keberanian. "A–ayah ... a–apa kau b–baik-baik saja? A–apa kau membutuhkan s–sesuatu?" tanya gadis itu. Karena tidak mendapatkan jawaban, Sylphide kembali membuka mulutnya. "A–ayah? AAAKHH!" Sayang sekali, tanpa aba-aba Sylphide mendapatkan lemparan botol yang sejak tadi dipegang Karl. Beruntung benda berbahan kaca itu tidak mengenai Sylphide secara langsung tapi pecah di dinding tepat di samping wajahnya.Sylphide menutup kepalanya dengan kedua tangan karena terlalu takut dan terkejut. Dia tidak mengerti di mana kesalahan yang dibuatnya. Bahkan hal ini terjadi hampir setiap hari. Ayahnya selalu marah
Read more
13. Sylphide Aure: Solitude
Langit malamnya cukup indah kali ini. Laut menjadi cermin besar yang memantulkan pemandangan ribuan bintang. Sylphide bisa merasakan ketenangan di tengah kesepiannya. Sendirian memang, tapi setidaknya tidak ada tekanan dari mana pun. Dengan netra hazelnya, Sylphide menangkap sosok wanita yang berdiri di ujung pantai. Rambut wanita itu melambai-lambai mengikuti arah angin. Dress putihnya seperti bersinar di tengah malam yang gelap. Apa dia sosok bulan yang sebenarnya? Sylphide bahkan tidak bisa untuk mengalihkan tatapan darinya. Dia sangat sempurna. Sylphide bisa mengetahui hal itu meskipun wanita tersebut membelakanginya. "Jika kau mendengarku," ucap wanita itu tiba-tiba. Padahal jarak di antara mereka cukup jauh, tapi suaranya terdengar sangat jelas di telinga Sylphide. Sylphide bingung, kepada siapa wanita itu bicara? Tidak ada siapapun di sini selain mereka. Apa mungkin bicara kepadanya? Namun, mereka sama sekali tidak saling mengenal."Aku
Read more
14. Sylphide Aure: Bad Memories
Setelah diselidiki, Karl terbukti melakukan kekerasan kepada Sylphide dan diancam hukuman penjara. Para penyidik merasa tidak puas dengan hal ini. Bukan karena hukumannya, tapi kasus rumah yang berantakan nyaris hancur itu sama sekali tidak bisa mereka simpulkan. Mereka memutuskan untuk menutup kasus tersebut, tapi mereka tidak bisa menutupi rasa penasaran di dalam hatinya. Sylphide dijanjikan perlindungan dan keamanan. Namun, Sylphide diharuskan selalu terbuka pada mereka. Katanya, Sylphide tidak perlu takut lagi pada Karl karena pria itu sudah dipenjara.Sejak saat itu juga, Sylphide terus mendengar suara dengungan dan permintaan tolong dari seorang wanita di dalam otaknya. Dia bahkan berhalusinasi, melihat seorang wanita yang Sylphide duga adalah sumber dari suara itu di tepi pantai malam. Penjelasan dari psikiaternya sama sekali tidak bisa dia cerna dengan baik. Konsentrasinya terbagi menjadi beberapa bagian. Beruntung kewarasan otaknya masih ada. "S
Read more
15. Sylphide Aure: Someone from the Past
Mereka tertawa dengan kencang. Menikmati setiap detik kegelisahan yang Sylphide rasakan. Mereka bahkan tidak peduli apakah Sylphide kesakitan atau tidak. Yang jelas mereka bersenang-senang. Mungkin setan pun akan ikut tertawa melihat Sylphide yang tidak bisa melakukan apapun. Gunting yang dipegang salah satunya terlihat sangat menyeramkan bagi Sylphide. Dia tidak tahu apa yang akan mereka lakukan, yang jelas hal itu adalah sesuatu yang buruk. Ketika ujung gunting itu hampir sampai di rambut Sylphide, seseorang berteriak. Nada suara yang sedikit tinggi itu mengalihkan perhatian mereka semua. Mereka menatap anak itu bersamaan. Dia dengan wajahnya yang diusahakan terlihat garang mengangkat tinggi-tinggi sebuah ponsel. "Hahaha! Aku tahu kalian akan takut! Aku merekam kalian dan akan melaporkan kalian!" ucapnya.Kedua perundung itu terdiam sejenak, mencerna apa yang sedang mereka lihat. Namun, sedetik kemudian mereka tertawa lebar. Mereka bahkan mem
Read more
16. Suicide Attempt
Akhirnya Sylphide datang ke sini. Di tepi pantai dengan cahaya bulan yang indah. Sylphide bisa merasakan hawa malam yang hangat menyentuh kulitnya. Sayang sekali Sylphide tidak mempedulikannya, hatinya terlanjur mendingin. Sylphide menyusuri pantai dengan kaki telanjang. Banyak orang menyewa perahu kecil untuk menjelajahi teluk ini. Mungkin para pelancong itu penasaran bagaimana bisa laut di malam hari mengeluarkan cahaya biru. Padahal itu hanya karena ulah bioluminesensi yang dihasilkan dari Dinoflagellata Pyrodinium Bahamense, mereka yang menyebabkan cahaya biru itu muncul. Dulu sekali, ketika semuanya masih membaik, saat ibunya masih bersama Sylphide dan monster itu belum muncul, mereka sering pergi ke sini. Hanya berjalan-jalan atau sesekali naik perahu untuk merasakan air yang tenang itu. Namun, kini semuanya tidak sama lagi. Sylphide sering datang sendiri hanya untuk menangisi hidupnya. Harus dia akui, tempat ini sangat tenang dan sangat cocok untuk menangi
Read more
17. First Piece
Vins menatap Sylphide, merasa bingung harus apa. Dia sangat penasaran dengan tatto yang ada pada gadis itu tapi tidak mungkin dia memaksanya untuk membuka pakaian. Bisa-bisa Sylphide berteriak dan semua orang akan datang. Pastinya itu sangat merepotkan. Vins merasa kesal setelah berhari-hari mendapatkan bisikan dan halusinasi aneh di kepalanya. Dia yang awalnya menikmati api tersebut mulai kembali penasaran. Akhirnya Vins memutuskan untuk mencari tempat yang selalu muncul di dalam pikirannya tersebut. Dia bahkan mendatangi laut-laut di malam hari yang terlihat mirip untuk memastikannya dan berakhir di sini, Puerto Rico. Vins tidak pergi ke mana pun selama dua hari ini. Setiap malam dia menunggu di tepi pantai, mengelilingi teluk, dan mencari-cari di sekitar tebing. Vins kira dia akan menemukan gadis yang meminta tolong itu, tapi yang dilihatnya malah gadis kecil yang ingin bunuh diri. Vins datang tidak untuk melihat seorang gadis bunuh diri. Mungkin dia akan menjadi saksi atau bahka
Read more
18. Beginning
Kicauan burung dan cahaya matahari membuat Sylphide terbangun. Tanpa sadar dia tertidur di samping Vins semalaman. Namun, pagi ini dia tidak menemukan Vins, mungkin pria itu sudah pergi entah ke mana tanpa membangunkan Sylphide. Gadis itu duduk dan memperhatikan sekitarnya. Tempat ini cukup terpencil dan jarang dilalui orang, pantas saja dia bisa tertidur nyenyak semalam. Tidak disangka juga dia bisa tertidur di tempat umum seperti ini. Sylphide memutuskan untuk berdiri dan pergi dari sana. Kakinya melangkah menyusuri pantai. Sedikit ke pinggir untuk merasakan air pantai yang tenang. "Hei, permisi," ucap seseorang. Sylphide menatap gadis tinggi di depannya, sedikit terpesona karena bentuk wajah yang sempurna itu. Dia membawa tas ransel yang besar di belakang punggungnya dan menggunakan topi serta kacamata hitam. "Apa kau orang asli sini?" Gadis itu membuka kacamatanya dan langsung bertanya karena Sylphide tidak juga menjawab sapaan tersebut. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun,
Read more
19. Second Face
"Apa?" tanya Vins setelah menyadari tatapan Sylphide kepadanya. Gadis yang ditanyainya malah terkejut dan mundur selangkah semakin menjauh dari Vins. Dengan cepat Sylphide menggeleng. Dia tidak ingin mencari masalah dengan Vins. Namun, sebenernya Sylphide takut jika hanya berdua saja dengan seorang pria di dalam rumah. Memori otaknya terus membawa Sylphide pada ingatan saat dia tersiksa. Jantungnya terus berdegup kencang dan perasaan waspada selalu menghantuinya. Kenapa Vins tidak ikut saja dengan Gaia ke swalayan?"Sudahlah" ujar Vins lalu pergi entah kemana. Diam-diam Sylphide menghembuskan nafas lega dan menurunkan bahunya. Dia kembali duduk di sofa yang ada di sana dan menatap Gaia yang sedang memakai topi. "Apa kau sungguh tidak ingin ikut Sylphide?" tanya Gaia."Ya? Oh, tidak, aku ... aku akan di rumah saja," jawab Sylphide. "Baiklah, aku pergi dulu, dah!" Gaia keluar dari rumah dan berjalan menjauh. Sepanjang perjalanan, gadis itu mengarahkan kamera ke sekitarnya. Dia memo
Read more
20. Uncompiled Pieces
"Kemana si bodoh itu pergi?" Kakinya sudah cukup lama berdiri dan menunggu. Jika saja tadi dia tidak memberikan izin kepada Orion yang mengatakan ingin buang air, mungkin dia tidak akan terjebak di sini bersama dua orang membosankan lainnya. Lihat saja mereka. Yang satu pria tampan nan tinggi tapi dia tidak bisa menggunakan mulutnya sama sekali. Dia selalu diam dan menjaga jarak dari mereka seperti mereka ini memiliki bakteri mengerikan yang bisa mengancam keselamatan hidupnya. Jangan salah paham, dia tidak bermaksud ingin menjadi dekat dengan pria tampan nan tinggi itu, hanya saja cukup menyebalkan melihat tingkahnya yang seperti ini.Lalu gadis yang kini sedang mengajak seekor kucing kecil bermain itu. Entah kenapa dia selalu tersenyum dan melakukan segala hal yang dikatakan orang lain. Seperti saat mereka pertama bertemu, seorang preman datang ke dalam bis dan memintanya untuk memberikan tempat duduk. Dengan bodohnya dia menuruti preman itu dan akhirn
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status