All Chapters of Luka Yang Dirindukan: Chapter 21 - Chapter 30
111 Chapters
Terbesit Niat Jahat
Ara yang hatinya dikuasai kemarahan pun masih terus mencekik Ria dengan sekuat tenaga. Namun, tiba-tiba seseorang masuk dan langsung menarik tangan Ara secara kasar. “Uhuukk! Uhuuk!” Ria terbatuk sambil berusaha menghirup udara sebisanya. Sementara Ara, dia menoleh dan membeku menatap orang yang baru saja menariknya. Orang itu adalah sosok Rangga. Setelah acara akad pernikahan adiknya selesai, Rangga langsung pergi untuk menjenguk Fery seusai berita tentang kecelakaan tersebut sampai di telinganya. “Ara! Kamu apa-apaan?!” sentak Rangga. Ara membatu sambil menatap intens pada mantan kekasihnya itu. “Mas gak perlu tahu, dan seharusnya mas gak usah ikut campur!” ucap Ara dengan nada tinggi, lalu berlalu meninggalkan ruang rawat Ria. Ria masih saja terbatuk, tetapi kini tidak separah tadi. Rangga tidak menghiraukan Ria, ia berlari menyusul Ara yang tampak kesal karenanya. Lelaki itu memperlambat langkahnya kala melihat Ara menyandarkan diri di depan ruang mayat. Baginya, itu adala
Read more
Perhatian Berlebihan
Ara tidak sanggup lagi menahan air mata kala mertua dan adik iparnya menangis di hadapan Fery yang terbaring koma. Monitor detak jantung terlihat normal, tetapi membuat wanita itu tidak berhenti cemas. Ingat kata dokter bahwa Fery mungkin saja akan meninggal sewaktu-waktu. Memang belum ada kepastian lelaki itu akan sadar atau tidak. Namun, dalam hati, Ara tidak mampu berbohong. Apakah nanti setelah suaminya sadar, ia bisa merawat suaminya yang kemungkinan besar tidak bisa lagi menjalani kehidupan normal? “Ma, aku keluar dulu. Mau beli air mineral,” sela Ara di tengah isakan mertua dan adik iparnya. Mertuanya menoleh dan mengangguk pelan. Ara langsung saja keluar sebab tidak tahan melihat kesedihan mereka kala itu. Rangga yang masih menemani pun ikut melangkah menyusul Ara yang entah mau pergi kemana. “Ra, tunggu saja di sini. Biar saya belikan,” tawar Rangga. Ara melirik Rangga dengan intens. “Mas, gak usah. Lebih baik kamu pulang dan istirahat. Mertuaku, kan sudah datang,” balas
Read more
Air Mata Yang Menitik
Ara turun dari ojek di depan gang. Ia berjalan menuju rumahnya dengan mata sembab dan lelah.Malam ini Ara pulang atas saran mertua dan adik iparnya.“Loh, Ra? Kenapa enggak bilang kalau mau pulang? Kan, bisa saya jemput.” Rangga yang melihat Ara melintas saat itu langsung menghampiri, bertanya dengan cemas.Sebenarnya Ara masih agak tak nyaman dengan perhatian Rangga. Bagi Ara itu tak perlu. Ia takut menimbulkan gosip yang berakhir menjadi sebuah kesalahpahaman orang kampung.“Mas Rangga. Oh, iya. Pulang dulu aja, besok pagi mau ke sana lagi. Hari ini mama mertua sama adik ipar yang jaga,” sahut Ara tanpa merespons soal Rangga yang mengatakan bisa menjemput.“Kamu baik-baik saja, kan?”“Aku baik-baik saja, Mas. Mas enggak perlu seperhatian ini,” terang Ara menegaskan.“Saya hanya khawatir, dan ....”“Terima kasih, Mas. Tidak perlu. Maaf kalau menyinggung perasaan Mas. Tapi, aku harap Mas bisa menjaga sedikit sikap. Aku enggak mau perhatian baik Mas menjadi buah bibir tetangga.”Rangg
Read more
Izin Untuk Kembali
Pagi-pagi sekali Ara sudah berusaha bangun, membuka mata rapatnya yang sudah dilingkari warna hitam.“Bu, mertuaku titip salam. Juga katanya minta maaf karena enggak bisa menyempatkan datang ke sini karena harus jaga mas Fery di rumah sakit. Vina ... Ibu tahu sendiri dia itu agak pemalu kalau datang sendiri.” Ara berkata pada ibunya yang sedang masak.Ibunya adalah notabene orang yang lempeng-lempeng saja. Meski permasalahan rumah tangga Ara agak serius, wanita setengah tua itu tak ingin mencampurinya sedikitpun, walau sejatinya dalam hati agak marah atas pengkhianatan yang dilakukam Fery menantunya.“Ibu paham. Enggak apa-apa, kan memang sudah seharusnya jagain di sana.”“Makasih, ya, Bu, udah ngertiin Ara. Em ... dan ada lagi yang mau Ara sampaikan. Ini sangat penting, bapak harus tahu, Bu.” Ia sudah berniat ingin mengatakan soal rencana kembalinya mengurus Fery serta perusahaan dan akan segera pergi ke Jakarta.Ibunya menatap lekat. Ia tahu Ara ingin menyampaikan suatu pesan yang s
Read more
Mengantar Dengan Senang Hati
“Ga, kamu mau kemana malam-malam begini? Bawa tas segala. Jangan-jangan mau kabur, ya?”Rangga terkesiap ketika baru akan mengetuk pintu kamar ibunya. Ia bermaksud untuk meminta izin pergi. Namun, ternyata ibunya telah berada di balik pintu.“Ah, ini, Bu. Rangga mau minta izin pergi ke Jakarta,” jawabnya sambil menggaruk tengkuk.“Jakarta? Ngapain? Kerja? Masa malam-malam gini mau pergi?”Rangga bingung mau bilang apa, tetapi akhirnya lelaki itu mengatakan juga dengan jujur. Dirinya pergi ke Jakarta karena dipinta Pak Wisnu untuk menemani Ara pulang. Itu saja. Namun, Rangga juga mengatakan tidak akan langsung pulang lagi dan akan mencari pekerjaan di sana.Awalnya ibunya ragu, tetapi karena Rangga bersi keras, ia pun akhirnya mengizinkan. Putra dari tiga bersaudara itu pun akhirnya pamit pada ibunya. Tidak lupa dirinya mencium takzim punggung tangan ibunya, lalu mengucap salam.****“Pak! Ngapain, sih nyuruh mas Rangga nemenin Ara ke Jakarta?” sergah Ara.Wanita itu benar-benar marah.
Read more
Hari Pertama Ngantor
“Aku kesiangan!” teriak Ara sambil melonjak dari sofa.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Wanita itu benar-benar heboh sendiri. Ia berlari ke kamar mandi hanya untuk menggosok gigi dan mencuci muka saja. Tidak ada waktu untuk mandi.“Gawat! Gawat! Padahal hari ini mau ke kantor!” gumamnya sambil menyisir rambut di depan cermin.Setelah semua selesai, Ara langsung bergegas menuju kendaraan putih milik suaminya di garasi, lalu mengendarainya untuk pergi ke kantor.“Malah kesiangan! Padahal hari pertama aku balik ke kantor! Duh, dasar!” gerutu Ara.Saat masih mengendarai mobil, ponselnya berbunyi. Langsung ia sambar dan menempelkannya di telinga.“Hallo, Ma. Ada apa?” sapa Ara bertanya. Ternyata mertuanya yang menghubungi.Ibu mertuanya hanya memastikan bahwa Ara sudah sarapan dan berpesan agar tidak perlu mampir ke rumah sakit.“Iya, Ma. Ara nggak mampir. Paling nanti malem ke sana, maaf merepotkan,” jawab Ara.Setelah itu, panggilan diakhiri.“Ya ampun, kirain mas Fery
Read more
Ajakan Kerja Sama
“Ria? Ba-bagaimana Anda ....” Ucapannya menggantung di udara. Dalam sepersekian detik dirinya masih mencoba mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Erik.Tiba-tiba, pikirannya kembali mengingatkan akan sebuah amplop putih yang sudah ia terima dari orang misterius.“Ka-kamu si pengirim foto dan surat itu?!” ucap Ara setengah berteriak. Tangannya refleks mengacung kepada laki-laki itu.“Shuuut. Jangan sampai sekretarismu tahu,” bisiknya sambil tersenyum.Ara terbelalak. Spontan mulutnya ditutup rapat refleks menuruti perkataan Erik. Ternyata tebakkannya benar, dan wanita itu sungguh syok bukan main.“Siapa kamu sebenarnya!?” gertak Ara kemudian setelah bisa menyadarkan diri dari keterkejutan yang menyerang.“Kamu tidak perlu tahu siapa saya. Jelasnya, saya mau kita bisa bekerja sama. Bukankah kamu sangat butuh uang investasi ini?” ucapnya sambil menyimpan berkas putih di meja.Ara memandang berkas itu, tetapi nuraninya memaksa ia untu terpejam beberapa detik. Benar, dirinya memang but
Read more
Kesabaran Dan Kegundahan
“Sampai kapan kamu akan terbaring koma, Mas?” Kata-kata itu menyerbu pikiran Ara. Ia berdiri menatap hujan yang turun dengan derasnya sambil menunggu sekuriti jaga yang tadi menawarkan diri untuk membawakan mobilnya dari area parkir.“Belum pulang?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Ara, dan berhasil membuatnya hampir jantungan.Ara kaget bukan main. Di malam yang terguyur hujan itu, Rangga muncul tanpa disadari Ara.“Mas Rangga! Kaget tau!” pekik Ara seraya memukul lengan lelaki itu.“Kaget? Saya nanya, loh. Bukan ngagetin,” sahutnya diiringi tawa.“Iya, tapi cara nanya-nya bikin aku kaget!” protes wanita berambut hitam itu tak mau kalah.Rangga menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil masih tertawa.“Maaf, deh,” ucapnya simpel. Membuat Ara gemas, ingin sekali ia menjitak kepalanya.Namun, semua ia tahan. Meski Rangga sekarang masih sama, tetapi sekarang jalan mereka sudah berbeda. Laki-laki itu bukan lagi pemilik hatinya. Ara sadar bagaimana harus bersikap. Apalagi
Read more
Lelah Hati
Hujan di luar semakin deras, membuat Ara semakin merasakan dingin hingga menusuk tulang.Dalam situasi itu, hatinya tambah sedih saja. Teringat Fery yang biasanya akan memeluk erat kalau ia sedang kedinginan.Dulu, sebelum kisah mereka hancur berantakan tentunya. Jika saja Ara boleh jujur, ia kini merindukan kembali masa-masa indah itu. Ia ingin semua kembali seperti semula.“Mas, aku akan memaafkan kamu untuk kali ini. Jadi, tolong segera sadarlah. Ayo kita mulai lagi semua dari awal.”Di tengah isakkan tangisnya Ara berkata lirih. Tangannya kiam erat menggenggam tangan Fery penuh harap.Namun, sayangnya harapan Ara belum juga dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Dan ia hanya bisa terus berdoa dan berdoa tanpa henti, meski sejatinya hati begitu lelah menghadapi kenyataan yang amat pahit.“Mas, kumohon ....” Ara mengangkat tangan Fery, menaruhnya di pipi kiri sambil terus mengusap dengan jemari.Semakin Ara berharap, semakin besar pula sakit yang mendera hati. Ara tak bisa menghentikan ta
Read more
Kabar Baik Dari Dokter
“Bu, apa masih merasa tak enak badan?” Mirna menanyakan kondisinya usai rapat.Bukan tanpa alasan. Mirna begitu khawatir ketika melihat wajah Ara memucat, bahkan tampak lebih pucat lagi di penghujung acara rapat.“Aku tidak apa-apa, Mirna.” Meski sebenarnya pusing masih berdenyut-denyut di kepala, Ara masih mencoba untuk menguatkan diri dan tak mau merepotkan sekretaris suaminya karena hanya khawatir pada keadaannya.“Ibu Ara yakin? Mau saya antar ke rumah sakit?” tawarnya serius.Ara gegas menggeleng.“Tidak apa-apa, Mir. Aku baik-baik saja. Setelah istirahat sebentar nanti juga akan lebih membaik. Terima kasih sudah memperhatikan. Sudah, ayo kembali bekerja. Pekerjaan kita tidak boleh terhambat karena aku seorang,” ucapnya. “Tapi, Bu ....”Ara menepuk bahunya. Bibir itu tersenyum lebar seakan-akan masalah kesehatannya sama sekali bukan suatu hal serius untuk diperhatikan. Wanita itu lebih memilih pergi menuju ruangan kerjanya dari pada mendengar kekhawatiran sekretarisnya.Akan tet
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status