All Chapters of Mendadak Kawin: Chapter 11 - Chapter 20
161 Chapters
BAB 11
"Motor aku gimana, Mas?"Brian melotot, ditatapnya Heni dengan tatapan kesal. Motor? Heni malah memikirkan motornya daripada momen mereka ini? "Biarlah, nggak mungkin ilang, Hen!" jawab Brian santai sambil menahan gemas. Ia segera membawa mobilnya melaju dari halaman parkir. Ia melirik sekilas, Heni tidak tampak protes dan itu artinya dia juga sama dengan Brian, begitu rindu momen ini dan tidak ingin kehilangan momen kebersamaan mereka ini. "Memang kita mau makan dimsum di mana, Mas?"Brian kembali melirik wajah itu, senyum Brian merekah. Rasanya sudah cukup lama mereka tidak bersama macam ini. Tidak sia-sia Brian datang jauh-jauh dan menculik Heni, akhirnya rasa rindunya terbayar sudah! "Warungnya sih kaki lima, Hen. Tapi aku jamin kamu bakalan suka." Brian tahu, Heni sebenarnya bukan tipe gadis gede gengsi yang tidak mau diajak makan di pinggir jalan. Tapi dia perlu memberitahukan ini sebelum Heni berekspektasi tinggi terhadap tempat makan yang akan mereka datangi. "Enak?"Kini
Read more
BAB 12
Brian mendengus. Kepalanya mendadak pusing. Tentulah setelah ini dia akan mengantarkan Heni pulang. Memang mau apa lagi? Dia hendak menculik dan memperkosa Heni begitu? Bisa saja kalau Brian sudah tidak waras! Tapi dia ini masih waras. Bisa digorok mamanya kalau dia sampai berani macam-macam sama anak gadis orang. Bukan hanya itu, kesempatan dia lanjut sekolah spesialis bisa lenyap kalau sampai Brian membuat olah dan membuat murka sang mama. Sungguh horor sekali! "Iya lah! Memang mau apa lagi sih?" sahut Brian gemas. Dia mencubit-cubit dimsum dengan supit bambu di tangan, membayangkan kalo dimsum di hadapannya ini adalah Heni. "Anter ke rumah sakit lah, Mas. Ambil motor."Brian menghirup udara banyak-banyak. Inhale ... exhale ... Brian lakukan itu berkali-kali. Macam ibu-ibu yang mau partus di VK. "Khawatir banget sih sama motor? Heran aku!" protes Brian tak suka. Memang kenapa kalau Brian mau mengantar Heni sampai kost? Dilarang? Kost Heni ekslusif, bebas. Jangankan antar sampai
Read more
BAB 13
Brian menghentikan mobilnya di depan gerbang kost Heni, sejenak dia menoleh, di saat yang bersamaan, Heni tampak juga tengah menoleh menatapnya. "Makasih banyak buat malam ini, Mas."Brian tersenyum, nada suara Heni begitu lembut. Sangat manis sekali di dengar. Kepala Brian terangguk, refleks tangan Brian terulur mengelus kepala Heni dengan begitu lembut. Melihat sikap Heni yang semanis ini, sikap tengil dan menyebalkan milik Brian mendadak lenyap. Dia tidak ingin sikap manis dan menggemaskan Heni ini berubah jadi sikap menyebalkan seperti biasanya. "Besok malam aku jemput. Nggak lupa sama janji kamu, kan?" Brian ikut bersuara dengan begitu lembut, menyamai nada lembut Heni. Senyum itu merekah, sebuah senyum manis yang mampu membuat Brian rasanya ingin memepet Heni lalu meraup bibirnya hingga gadis ini kehilangan napas. Namun pikiran Brian masih jernih, tentu dia tidak boleh gegabah karena bisa jadi sikap gegabahnya malah membuat semua usaha Brian jadi sia-sia. "Tentu. Kabari aja
Read more
BAB 14
Brian kontan menggaruk kepalanya, ini masalah Kelvin kenapa jadi dia yang ikut dibuat pusing? Tak tahukah Kelvin kalau Brian sendiri tengah dibuat pusing oleh kisah asmaranya sendiri? Bagaimana cara dia menyakinkan Heni itu sudah cukup membuat kepala Brian sakit! Terlebih saingan Brian sekali lagi tidak bisa diremehkan! Seorang calon spesialis. "Nyokap elu nyusul ke Surabaya? Bawain calon elu kesana gitu?" Brian terpaksa harus meladeni curhatan Kelvin, mau bagaimana lagi? Disaat Brian galau masalah percintaan, Kelvin lah yang selalu punya banyak waktu untuk mendengar setiap keluh kesah Brian mengenai persoalan asmaranya yang selalu ketiban nasib sial! "Iyalah!" tukas Kelvin membenarkan tebakan Brian. "Gila, seniat itu nyokap gue pengen liat gue kawin, Yan!"Brian terkekeh, agaknya setelah ini, gantian Brian yang akan memiliki nasib yang sama dengan nasib sahabatnya. Dipaksa menikah karena usia yang sudah cukup matang? Ah kenapa di negara ini semua orang terlalu memusingkan umur sih?
Read more
BAB 15
[ Jangan lupa besok malam! ]Heni mendesah, ia menatap pesan yang baru saja masuk ke dalam ponsel. Siapa lagi kalau bukan Brian yang mengiriminya pesan itu? Heni meletakkan ponsel di dada, matanya lurus menatap langit-langit kamar. Pikirannya menerawang membayangkan pasar malam di alun-alun yang besok akan dia datangi bersama Brian. Dari banyak postingan di media sosial, pergi ke sana memang asyik sih. Banyak wahana bermain yang sebenarnya tidak memiliki klaim asuransi dan sedikit memacu adrenalin. Tapi fakta bahwa pengunjung tidak diberi jaminan asuransi ternyata tidak membuat wahana-wahana itu sepi pengunjung. Banyak orang yang rela antri untuk bisa naik dan menikmati wahana tersebut. Heni tersenyum, ia tidak tertarik dengan wahana-wahana itu, dia tertarik dengan suasana ramai dengan lampu-lampu gemerlap yang cantik dan begitu indah dilirik. Ada sesuatu yang ingin Heni beli di sana besok, cotton candy raksasa! Yang bisa dibentuk sesuai keinginan. Ponsel yang tergeletak di dada k
Read more
BAB 16
Gibran segera turun dari mobil ketika mendapati motor Heni masih diparkiran. Ia mendekati motor itu dan mendekatkan tangan ke salah satu bagian. Dingin. Tidak terasa panas atau hangat sekalipun. Itu artinya sejak semalam motor ini ada di sini? Ah! Bukankah dokter itu bawa mobil semalam? Pasti Heni diantar pulang olehnya setelah menjenguk teman Heni yang sakit. Tapi ... siapa bilang kalau Heni benar-benar mengunjungi temannya yang sedang sakit? Bagaimana kalau mereka pergi kencan? Gibran mendesah, ia menggelengkan kepala lalu pergi meninggalkan halaman parkir dengan hati dan pikiran yang berkecamuk.Sepertinya Gibran perlu sesegera mungkin menyatakan perasannya kepada Heni. Kalau tidak, bisa-bisa Heni digebet dokter itu. Ini tidak bisa dibiarkan! Gibran menyusuri koridor rumah sakit, matanya berbinar ketika mendapati sosok itu melangkah dari pintu depan. Dengan segera Gibran mempercepat langkah. Mengejar langkah Heni yang tengah menuju tangga untuk naik ke lantai dua, lantai di mana
Read more
BAB 17
Heni segera menutup pintu kamar mandi. Napasnya terengah. Jantung Heni berdegup dua kali lebih cepat. Gibran benar-benar menyukainya! Terbukti dengan pernyataan cinta yang tadi dia katakan pada Heni di koridor menuju kantin rumah sakit."Aku suka sama kamu, Hen. Aku jatuh cinta sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar Abang, Hen?"Sebuah pertanyaan yang tadi hampir merontokkan jantung Heni. Tanpa tedeng aling-aling, Gibran langsung menyatakan cintanya. Meminta Heni menjadi pacar lelaki itu. Heni mendesah. Sebenarnya kurangnya si Gibran ini apa? Ganteng iya ... residen iya, dan bukankah Heni selama ini mengincar residen untuk dia gebet dan pacari? Kenapa begitu dia mendapatkan mangsa, Heni melepaskannya begitu saja? Seharusnya Heni terima dan sanggupi ajakan Gibran untuk berpacaran. Bukankah memang itu keinginan Heni? Dapat pacar atau bahkan suami calon dokter spesialis? Tapi kenapa malah Heni tolak? Heni menepuk jidatnya, mencoba menghirup udara banyak-banyak karena sejak tadi dadanya
Read more
BAB 18
Brian menyeka keringat. Akhirnya ... empat puluh lima orang yang keracunan masal sudah berakhir ditangani. Semua dalam kondisi stabil dan kini akhirnya Brian bisa pulang untuk bersiap-siap kencan dengan Heni! Sebuah kencan impian karena nanti Brian bukan hanya ingin mengajak Heni menikmati pasar malam, tetapi juga ingin mengatakan suatu hal penting yang selama ini menganggu Brian. Sebuah perasaan yang selama ini Brian pendam seorang diri. Aduh! Lupa! Brian tidak memendam perasaan itu seorang diri. Dia sudah berulangkali memberi kode keras pada Heni dan sekali lagi, entah Heni benar-benar lemot atau hanya pura-pura lemot, Brian tidak tahu! Yang jelas selama ini ungkapan perasaan Brian hanya dianggap bercanda oleh Heni. Dan malam ini, Brian kehabisan kesabaran! Dia akan langsung to the poin menyatakan perasaannya terhadap Heni. "Sudah semua kan? Saya mau balik!" desis Brian lesu. Entah apa yang salah dengan dirinya ini. IGD benar-benar selalu membludak tiap dia jaga! Luar biasa seka
Read more
BAB 19
Setelah menyelip sana-sini, akhirnya Heni terbebas dari kemacetan jalan. Ia sampai di kost tepat dengan mobil itu berhenti di depan gerbang. Heni segera melepas helm dan menghampiri sosok yang langsung keluar dari mobil dengan paper bag di tangan. "Baru pulang?" wajah itu membelalak, menatap Heni yang nyengir lebar. "Iya lah, tunggu bentar deh ya!" Heni hendak membalikkan badan, Brian segera meraih tangan Heni, mencegah Heni pergi masuk ke bangunan kost. "Eh tunggu!" Heni menoleh, "Apaan lagi sih, Mas?" Heni tidak mengerti, mau apa lagi sih? Heni tahu kalau dia sudah sangat terlambat, jadi ia hendak segera mandi dan bersiap-siap. "Pakai ini, ya? Aku tunggu di sini."Heni tertegun, dia menatap paper bag itu, lalu meraih benda yang Brian sodorkan. Kepala Heni terangguk, membuat Brian melepaskan cekalan tangannya. Brian tersenyum, memberi kode agar Heni segera masuk dan bersiap-siap. Tanpa banyak bicara, Heni segera masuk ke dalam. Matanya melirik apa yang ada di dalam paper bag it
Read more
BAB 20
"Cukup bersikap manis hari ini dan tolong jangan anggap apapun yang keluar dari mulutku adalah candaan, bisa?"Heni tertegun, ia menoleh dan mendapati Brian nampak duduk dengan wajah yang sangat serius. Mendadak hati Heni jadi risau, kenapa rasanya dia mencium gelagat tidak biasa dari Brian?"Cuma itu?" tantang Heni dengan begitu berani. Brian mendengus, terlihat sangat bahwa lelaki itu begitu kesal pada Heni. Tapi apa urusannya sama Heni? Bukankah membuat Brian kesal adalah salah satu misi Heni? Dia sangat suka melihat wajah itu cemberut dan bibirnya monyong macam bebek begini. "Kamu malah nantangin ya?"Heni terkikik, jangan sebut nama Heni kalau dia tidak bersorak-sorai gembira ketika berhasil membuat Brian sakit kepala! Heni nampak santai bersandar di jok ketika kemudian Brian kembali bersuara. "Oke, tambah syarat!" desis Brian yang sontak membuat Heni misuh-misuh dalam hati. Kenapa Heni pakai nantangin tadi? Kira-kira selain dua syarat yang tadi Brian katakan, syarat apa lagi
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status