Lahat ng Kabanata ng Nafkah Sepuluh Juta Perbulan: Kabanata 11 - Kabanata 20
57 Kabanata
Sebelas
"Masa, Mba,? Bisa tolong pastikan lagi? Kamarnya nomor 156, Mba" Pasti ia sudah salah melihat datanya. Tidak mungkin tidak ada namaku di situ."Maaf Bu, sudah saya pastikan berulang kali tapi tidak ada nama ibu di sini. Kamar nomor 156 juga sudah di isi dan bukan atas nama ibu," terangnya lagi dengan sungguh-sungguh.Seketika membuatku makin panik, jika begini bagaimana aku bisa masuk? Bahkan ponselku pun tertinggal di kamat hotel, jadi aku tak bisa menghubungi Kak Gema sama sekali.Ah, iya aku aku telah melupakan sesuatu. Aku lupa bahwa nama kak Gema-lah yang dipakai untuk memesan kamar di sini. Karena tadi kak Gema tidak meminta tanda pengenal apa pun padaku"Mba, maaf saya salah. Nama pemesannya adalah Gema Pratama, dia adalah kakak saya, tadi dia yang mengurus semuanya,""Maaf Bu, saya tidak bisa membantu. Kami hanya bisa memberikan kartu akses cadangan pada tamu yang terdaftar di daftar pemesan yang dapat menunjukkan tanda pengenalnya saja,""Tapi aku benar datang bersama Gema
Magbasa pa
Dua Belas
Aku hanya pasrah saja mengikuti sekuriti tersebut. Sungguh pikiranku amat kalut kini. Aku tidak bisa kembali ke kamar hotel sementara semua barangku berada di sana, tak bisa menghubungi Kak Gema sama sekali karena ponselku juga ada di kamar dan parahnya lagi, sepertinya aku telah salah informasi tentang Mas Dio. Dia bukanlah seorang bos seperti yang dikatakan sekuriti di restoran tersebut. Bahkan tak ada yang mengenalnya sama sekali di hotel ini.Hah ... kedatanganku ke Jakarta ini rupanya sia-sia saja, bukannya mendapat titik terang, malah membuatku mendapat kesialan seperti ini.Kutatap wajah Dita yang masih terlelap di kursi. Kasihan anak itu, harus ikut menanggung semua ini karena ulah ibunya yang kekeuh ingin ke Jakarta."Mohon maaf, sebaiknya Ibu segera pergi dari hotel ini ya setelah anak ibu nanti bangun!" tegas seorang sekuriti yang tadi membawaku pergi dari meja resepsionis."Tega kalian memgusirku? Kalau begitu, biarkan aku membawa barang-barangku, Pak! Minimal ponsel dan
Magbasa pa
Tiga Belas
"Silvi ...!" Tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahku.Seketika saja membuat jantungku berdebar dengan kencang. Aku mengenal suara itu, sangat mengenalnya. Sebuah suara dari orang yang telah memporak-porandakan hatiku beberapa hari ini karena rasa curiga, ketakutan dan khawatir. Sebuah suara yang juga menjadi penyebab utama yang membuatku memilih datang ke Jakarta kemudkan terlantar di hotel ini."Ayaaah ...," Dita segera melepaskan genggaman tangannya dariku dan berlari menuju Mas Dio yang berdiri di dekat pintu masuk hotel.Perlahan aku pun membalikkan badan, dapat kulihat sosok lelaki yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan yang kulihat siang tadi di restoran menyambut Dita dengan pelukan hangat.Berjuta rasa kembali membuncah di hati, marah, sedih, kecewa, tapi juga lega. Betapa menyenangkannya bisa bertemu sosok yang membuatku merasa aman setiap kali melihatnya.Dengan mantap Mas Dio menghampiriku yang masih berdiri mematung sambil Dita tetap berada dipangkuannya. Ia
Magbasa pa
Empat Belas
Aku terbangun dari tidur lelap karena mencium wangi masakan yang begitu mengguggah. Badanku terasa pegal dan lelah sekali seperti habis melakukan pekerjaan yang berat. Kembali kucoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum pagi ini datang.Ya, kemarin aku ke Jakarta untuk membuntuti suamiku, lalu aku tak bisa masuk ke kamar hotel, kalang kabut dibuatnya karena harus berdua saja dengan Dita tanpa ada kepastian kapan bisa kembali.Lalu tiba-tiba saja Mas Dio datang dan ia mengajak aku dan Dita kembali pulang ke kampung tanpa menunggu Kak Gema terlebih dahulu.Ah iya ..., aku jadi teringat jika aku belum memberi kabar pada Kak Gema sejak semalam karena ponselku mati kehabisan baterai. Gegas aku pun menyalakan ponsel dan memberi pesan pada Kak Gema. Tak mau membuat ia khawatir karena aku sudah tak ada lagi di Jakarta.[Kak, maafkan aku, semalam aku bertemu dengan Dio dan sekarang aku sudah pulang ke kampung lagi diantar Mas Dio. Maaf baru bisa memberitahu. Semalam ponselku mati kehabi
Magbasa pa
Lima Belas
"Mmmh ... aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat, Silvi. Sebenarnya aku takut kalau ini hanya sementara karena masa kerjaku masih percobaan. Jadi aku gak berani bilang sama kamu dulu," jawabnya dengan wajah yang teramat meyakinkan.Entahlah, aku bingung apa harus memercayainya atau tidak. Apakah semua yang dikatakannya benar, atau hanya bagian dari kebohongannya untuk menutupi kebohongan-kebohongan yang lainnya? Ah ... rasanya sulit untuk memercayai seseorang yang sudah pernah membohongi kita. Yang kutahu ada banyak kejanggalan dari ceritanya, walau aku sendiri telah memastikan sendiri bahwa yang dikatakannya benar. "Oh ya, Mas. Tentang rumah Ibu yang direnovasi itu ..., jujur padaku apa itu memakai uangmu juga, Mas?" selidikku lagi, penasaran akan jawabannya."Emmmh ...," Mas Dio seketika mengedarkan padangannya seperti sedang mencari jawaban. "Seperti yang aku bilang sebelumnya Silvi, aku hanya menyumbang sedikit aja kok," jawabnya ragu-ragu."Lalu ... darimana uangnya dong, Ma
Magbasa pa
Enam Belas
Tin ... tin ....Suara klakson mobil tiba-tiba menganggetkanku yang sedang berusaha membuka isi ponsel Mas Dio, yang ternyata terkunci itu.Gegas kulihat siapa yang datang, ternyata di depan sana terparkir dengan manis mobil yang sama dengan mobil yang dikendarai Arni ketika itu. Benarkah itu Arni? Untuk apa dia datang kemari? Apakah ini berarti benar wanita itu ada hubungan dengan suamiku?Kembali kusimpan ponsel Mas Dio pada tempat semula, mungkin nanti aku akan mencari cara lain agar bisa melihat isinya. Lalu dari depan rumah terdengar suara ketukan pintu.Benar saja Arni kini berdiri dengan manis di pintu masuk bersama Mas Dio yang tampak kaget."Arni, a-apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya tergagap.Arni lalu tersenyum manis menatapku, "Silvi ..., apa kabar?" ucapnya seraya menghampiriku dan mengabaikan Mas Dio begitu saja."Aku kemari untuk bertemu denganmu! Kemarin aku minta alamat rumahmu pada Ibu!" ucap Silvi lagi sambil memelukku dan mengecup pipi kanan dan kiriku seakan
Magbasa pa
Tujuh Belas
"Kalau hubunganmu dengan suamiku?" Aku tak dapat menahan diri lagi untuk menanyakannya. Arni tampak kebingungan dan salah tingkah mencari menjawabnya."Silvi ...." Tiba-tiba Mas Dio keluar kamar dan memanggilku. "Kepalaku pusing banget nih, bisa tolong belikan obat?" pintanya dengan wajah yang memelas. Rasanya aneh, padahal sedari tadi dia tampak baik-baik saja."Sekarang, Mas?" tanyaku memastikan."Iya, tolong ya, aku sudah gak kuat nih."Ah ... aku jadi curiga ini hanya alasannya untuk bisa berduaan dengan Arni."Tapi ada Arni kan, Mas. Masa aku tinggalkan dia begitu saja?" ujarku berusaha supaya bisa tidak pergi tak ingin memberikan kesempatan mereka berduaan."Tolonglah, kurasa Arni gak kenapa-kenapa jika kau tinggal sebentar saja!" ucapnya lagi, disusul dengan Arni yang menyetujui ucapan Mas Dio."Iya, Mba, gak apa-apa, biar aku tunggu di sini saja. Lagi pula aku santai kok!" ucap Arni.Sepertinya aku tak dapat mengelak lagi, mereka memang ingin aku pergi dari rumah ini walau seb
Magbasa pa
Delapan Belas
"Kau ingin aku menghajar lelaki berengsek itu?" bisik Kak Gema dengan tegas, yang tiba-tiba saja sudah berada di sini entah kapan datangnya.Aku tak bisa berkata-kata, hanya menatap mata lelaki yang kupanggil kakak itu, mencoba sedikit mengumpulkan kekuatan darinya. Bahkan aku tak tahu apa yang kuinginkan saat ini, hanya berharap ini semua mimpi."Kurasa aku tak butuh izinmu, aku sudah tak tahan lagi ingin menghabisi si bere*ngsek itu!"Kak Gema seketika melepaskan dekapannya dariku lalu merangsek masuk ke dalam rumah. Membuat dua sejoli di dalam sana tersentak kaget dan saling melepas pelukan."Sial*n kau Dio, berani-beraninya kau menyakiti Silvi, ya!" Bogem mentah langsung dilayangkan Kak Gema pada pipi kiri Mas Dio hingga ia terpelanting. Tanpa ampun ia pun kembali menghampiri suamiku dan menghadiahinya dengan pukulan bertubi-tubu."Arggh ... hentikan ... hentikan ...." Arni menjerit histeris sambil berusaha melerai mereka berdua, tapi ia hanya seorang wanita, bahkan tak bisa membua
Magbasa pa
Sembilan Belas
Maafkan aku, Silvi ...," ucapnya lagi sungguh-sungguh. Tapi aku sudah tak bisa percaya padanya. Sedikit pun tak tersentuh dengan drama yang dilakukannya.Dibohongi dan dikhianati sudah menjadi alasan yang kuat bagiku untuk tak lagi menyimpan cinta padanya.Lagi pula aku sadar diri tak bisa menyaingi wanita jalang itu. Dia cantik, menarik, juga mungkin kaya. Ah ..., aku mengerti sekarang kenapa Ibu dan Kak Desi bersikap berbeda padaku. Karena kini ada Arni yang telah menggeser posisiku di keluarganya. Arni dengan segala kelebihannya,"Apa kalian tak bisa dengar? Pergi kalian dari sini!" hardik Kak Gema yang sepertinya masih kesal.Gegas aku masuk ke kamar, mengambil tas Mas Dio dan memasukkan semua barang-barangnya. Benar-benar berharap ia segera pergi. Dengan kasar aku lempar tas berisi barang-barangnya tepat di hadapan lelaki itu."Pergilah, tak usah lagi khawatirkan aku dan Dita! Kami sudah terbiasa hidup susah, tak butuh lagi uang dan perhatian darimu apalagi jika harus membaginya d
Magbasa pa
Dua Puluh
Ternyata aku telah salah menilai wanita yang rela menjadi istri kedua suamiku itu. Tak kusangka ternyata Arni sebenarnya adalah pemilik Granita Group, yang katanya tempat Mas Dio bekerja.Dalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa Arnita adalah pemilik tunggal Granita Group dengan kekayaan berlimpah dengan banyak aset. Awalnya ia hanyalah seorang wanita kampung biasa yang menikah dengan pengusaha kaya, lalu bersama suaminya itu Arnita mendirikan Granita Group, tak disangka dalam waktu kurang dari empat tahun bisnisnya melesat hingga kini menjadi salah satu jaringan hotel dan restoran terbesar.Namun setengah tahun lalu, suaminya yang bernama Ginanjar itu meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan tunggal di sebuah jalan tol. Hal itu membuat Arnita kini menjadi pemilik tunggal Granita Group, dan juga beberapa bisnis lain yang Ginanjar kelola sebelumnya.Jadi, mungkin inilah sebabnya Mas Dio dengan mudah mendapatkan jabatan strategis di Granita Group padahal ia tak memiliki latar belakang
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status