Все главы Nafkah Sepuluh Juta Perbulan: Глава 51 - Глава 57
57
Lima Puluh Satu
POV DioApa yang selama ini kutakutkan terjadi, bahkan lebih cepat dari dugaanku sendiri. Akhirnya hari itu datang juga, kami tak lagi dapat mengandalkan Arni lagi sama sekali.Hari itu Arni datang dengan kondisi mengenaskan, menangis tersedu-sedu. "Aku bangkrut, Kak!" lirihnya."Kak ..., apa kakak masih mau nerima aku? Aku miskin sekarang!" lanjutnya lagi, sambil terdiam di ujung gerbang menatapku dengan tatapan sendu.Ada rasa iba di hati melihat kondisinya yang mengenaskan. Tak ada lagi Arni yang dulu kini, wajahnya pucat tanpa make up dan baju seadanya. Ia datang dengan membawa dua koper baju yang tidak seberapa besar."Kak Dio ...!"Tiba-tiba saja Arni terduduk lemas, isakannya pun berubah jadi raungan keras.Dengan perlahan aku pun menghampirinya. Berjongkok untuk menyamakan posisi, lalu memberikan sedikit pelukan agar dia lebih tenang. Walau bagaimana pun dia masih istriku. Kuenyahkan seluruh rasa kesal yang bersemayam padanya. Memberikannya sedikit sentuhan lembut.*****"Tida
Читайте больше
Lima Puluh Dua
Sungguh, jika tidak ingat ada anak-anak di sini pasti sudah kuhabisi lelaki tak bertanggung jawab sepertinya itu."Kalau begitu, setidaknya kamu berusaha bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anakmu! Atau minimal untuk dirimu sendiri. Bukannya ongkang-ongkang kaki begini!""Hei ..., baru seperti ini saja kalian sudah berisik begini! Apa kalian lupa, dulu aku juga suka memberikan hasil kerjaku untuk menghidupi kakakmu dan orang tuamu itu? Cari kerja itu sulit sekarang! Kalau ada proyek juga aku tidak akan tiduran seperti ini, kok!" Mas Ratno memelototiku penuh emosi.Aku hanya bisa menggelengkan kepala, tak habis pikir akan sikapnya itu. Bisa-bisanya ada lelaki sepertinya yang tidak tahu malu sama sekali.Padahal jika dia serius mau menghidupi keluarganya, dia pasti akan berusaha mencari pekerjaan. Bukan hanya mengandalkan proyek dari orang-orang kampung sini saja.****"Bu, bagaimana kalau kita jual saja rumah ini?" ucap Kak Desi tiba-tiba pada ibu saat aku sedang membantunya memper
Читайте больше
Lima Puluh Tiga
Aku tak bisa menjawab apa pun, memang bagiku cukup aneh Arni ada di kampung itu tanpa memberitahukan apa pun padaku. Padahal sebelumnya ia selalu mengatakan kemana pun dia pergi."Aku ingin meminta bantuanmu untuk mencari tahu kebenarannya. Bisa kan?" tanyanya lagi."Untuk apa aku membantumu? Tak ada untungnya untukku!" elakku. Tak mau mengurusi sesuatu yang tidak penting sama sekali."Demi Silvi, Dita dan juga mertuamu! Walau kalian akan segera bercerai tapi walau bagaimana pun mereka pernah ada di hidupmu! Apa kamu tidak kasihan pada mereka?"Ucapannya sedikit mengusik hatiku. Tapi, tetap saja ini bukan urusanku atau pun dia. Polisi saja tidak melakukan penyelidikan. Kenapa harus aku yang malah repot?"Aku tidak mau membantumu! Aku sudah banyak urusan, tak mau lagi pusing dengan masalah lainnya! Kalau memang Arni bersalah, biar saja polisi yang menindaknya!" elakku."Sekarang sebaiknya kamu pergi saja! Jangan ganggu aku lagi!" Aku pun segera mempersilahkannya untuk pergi. Kulihat Ab
Читайте больше
Lima Puluh Empat
Setahun kemudian.Acara gathering dari Tathir Corp, perusahaan tempat aku bekerja bersama Kak Gema dan Pak Abi, dilaksanakan untuk pertama kalinya. Kami semua berencana membawa keluarga masing-masing untuk menginap bersama di sebuah tempat pemandian air panas."Kamu mau bawa siapa, Gema?" tanya Pak Abi. Saat kami sedang makan siang.Awalnya hanya aku sendiri yang makan di ruangan rapat ini. Ruangan yang paling nyaman untuk menyendiri. Tapi tiba-tiba Kak Gema menyusul, begitu juga Pak Abi. Akhirnya kami pun berkumpul bersama.Kulihat Kak Gema menatap sinis sahabatnya itu. "Aku bawa kamu! Karena aku tahu kamu gak akan bawa pasanganmu! Iya, 'kan?" jawab Kak Gema sambil melemparkan sepotong kerupuk pada sosok lelaki di seberangnya itu."Iiih ... ogah!" timpalnya sambil bergidik ngeri.Aku yang sedari tadi memerhatikan mereka hanya bisa tertawa menahan geli."Memang kamu mau bawa siapa, Abi?" tanya Kak Gema balik."T
Читайте больше
Lima Puluh Lima
Sebenarnya ini memang bukan kali pertama kak Gema menyatakan cinta. Dulu, sebelum aku menikah dengan Dio, Kak Gema juga pernah melamarku. "Kak ...." Dengan suara bergetar aku memberanikan diri bersuara."A-aku gak tahu harus mengatakan apa ... tapi ...-""Tapi kalau kamu mau nolak aku juga aku gak apa-apa, kok!" ucap Kak Gema tiba-tiba menghentikan ucapanku."Kak Gema ....""Katakan saja, Silvi. I'm okay! Seenggaknya kalau kamu tolak aku sekarang, aku udah gak penasaran lagi. Mungkin setelah ini aku akan berusaha move on. Mungkin aku mau lamar Nadya, atau Eris," ucapnya sambil sedikit terkekeh, seakan ia sedang bercanda."Kak ... beneran gak apa-apa?" Aku sudah tak tahu lagi apa yang harus kukatakan padanya. Bagiku Kak Gema hanyalah seorang kakak. Dan itu tak akan pernah bisa berubah. Aku menyayanginya, tapi sangat tak mungkin rasa sayang ini akan berlanjut ke pernikahan. Terlalu sulit untuk menerima kenyataan jika harus menika
Читайте больше
Lima Puluh Enam
Keesokan harinya kami bersenang-senang bersama keluarga di acara gathering yang diadakan perusahaan. Semua orang tampak bahagia bersama orang terkasih mereka sambil menikmati serangkaian acara yang diadakan.Aku bersama Dita pun begitu menikmati acara ini. Momen kebersamaan yang sangat jarang bisa kami dapatkan karena kesibukan dalam pekerjaan yang kadang menyita waktu dan pikiran.Beberapa karyawan ada yang membawa pasangan dan anak mereka. Bagi yang masih single ada yang membawa orang tuanya ada juga yang memilih untuk datang seorang diri karena alasan pribadi.Kulihat di salah satu sisi Kak Gema sedang bercanda bersama ibunya, yang juga budeku. Bude Ani memang beruntung menjadikan Kak Gema anak angkatnya, karena Kak Gema memperlakukan bude layaknya ibu kandung sendiri.Tiba-tiba saja aku jadi rindu kedua orang tuaku terutama bapak yang memang meninggal belum lama ini. Andai mereka masih ada, pasti hari ini akan lebih membahagiakan lagi.
Читайте больше
Lima Puluh Tujuh
Pak Abi yang masih menggendong Dita pun kemudian menghampiriku. Tersenyum manis sambil menatapku lekat, membuat aku benar-benar merasa malu dan tak bisa menahan senyum di wajahku yang aku tak tahu kenapa.Ia mendekatkan kepalanya pada kepalaku, membuatku makin malu, apa yang akan dilakukannya?"Dita sudah setuju, jadi ... kapan kita resmikan hubungan ini, Silvi?" bisiknya lembut tepat di telingaku yang menimbulkan rasa aneh yang tiba-tiba menggelanyar di hati."Apa Pak Abi kira aku mau?" Aku balik bertanya, karena ada rasa kesal dan juga malu di hati ini."Loh ... bukannya emang mau ya, menikah denganku?" Senyum jahil menghiasi wajahnya."Issh... kapan aku bilang?" Aku memalingkan wajah darinya, berusaha untuk menjaga kesehatan jantungku yang sepertinya mulai kritis ini."Kemarin kan kamu bilang mau menerimaku kalau aku lamar!" Jawabnya penuh percaya diri.Ah ... benar kan, dia mendengar semua pembicaraanku dengan Kak Ge
Читайте больше
Предыдущий
123456
DMCA.com Protection Status