All Chapters of Nafkah Sepuluh Juta Perbulan: Chapter 21 - Chapter 30
57 Chapters
Dua Puluh Satu
Kulihat Ibu datang sendirian. Ia memakai pakaian kasual dan tas yang sangat cantik. Kulihat wajah Ibu tampak tak ramah sama sekali. Sepertinya pertemuan kali ini tidak akan berjalan baik.Aku menyiapkan minuman dan sedikit cemilan untuk Ibu sebagai bentuk sopan santunku. Lalu setelahnya aku harus mengondisikan Dita terlebih dahulu agar dia tidak perlu mendengar hal-hal yang tak seharusnya nanti. Terpaksa kuberikan ponsel agar dia bisa anteng menonton beberapa tayangan anak-anak di salah satu aplikasi pemutar video sementara aku berbincang dengan neneknya."Bagaima, Bu? Ada perlu apa ya?" tanyaku memulai percakapan. Karena ia masih terdiam saat aku sudah duduk di ruang tamu tepat di hadalannha."Kau sudah tahu kan, kalau Dio sudah menikah lagi dengan Arni?" tanya Ibu, seraya menatap mataku penuh keangkuhan. "Ya, aku sudah tahu, Bu. Dan aku kecewa kalian menyembunyikannya dariku!" "Kau tahu kenapa kami menyembunyikannya darimu, Silvi? Karena kamu pasti tidak akan setuju dan malah meng
Read more
Dua Puluh Dua
Plak ....Seketika itu juga Ibu menampar pipiku dengan keras, sampai-sampai aku terhuyung hampir saja terjatuh. Ia menatapku dengan penuh murka, layaknya singa yang siap menerkam mangsanya setiap saat. "Keterlaluan memang kamu, Silvi!" Makinya lagi dengan keras."Huaaaa ...," tiba-tiba saja terdengar suara tangis Dita. Jujur aku sempat lupa padanya hingga ikut tersulut emosi dalam perbincangan tadi.Dengan masih terasa perih di pipi, gegas aku menghampiri Dita yang begitu ketakutan. "Ibu ...," ucapnya lirih, penuh ketakutan. Kudekap erat anak semata wayangku itu penuh kasih sayang. Berusaha memberikan rasa aman padanya."Kenapa Nenek memukul Ibu?" tanya Dita. Tubuhnya gemetar hebat. Sepertinya dia menyaksikan langsung bagaimana neneknya otu menampar wajahku."Enggak sayang, Gak apa-apa. Nenek pelan aja kok pukul Ibunya." Aku berusaha meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.Lalu setelahnya kulihat Ibu sedang bersiap-siap. Sepertinya ia akan segera pergi dari rumah ini. Baguslah, aku ta
Read more
Dua Puluh Tiga
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah orang tuaku, aku tak banyak yang berbicara. Kak Gema fokus mengendarai mobilnya, Dita tidur tak lama setelah mobil melaju, sedangkan aku, sibuk dengan pikiranku sendiri.Wajar rasanya jika aku merasa khawatir akan masa depan. Apalagi jika memikirkan tentang Dita. Tentunya bukan hanya tentang materi, walau tak kupungkiri ada sedikit ketakutan bisakah aku mencukupi kebutuhannya? Pasrah, hanya itu yang bisa aku lakukan. Walau sulit mencapai level itu, api setidaknya aku tahu bahwa Tuhan tak akan pernah tidur. Kekhawatiranku yang terbesar juga adalah tentang pertumbuhan Dita. Pastinya perpisahan orang tua baginya akan sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Sempat terpikir apa aku terlalu egois memikirkan perasaan sendiri, tanpa berpikir panjang tentang Dita. Tapi apa yang bisa aku harapkan dari pernikahan seorang suami yang berbohong dan memilih jalan 'memalukan' untuk menafkahi anak dan istrinya?"Apa yang kau pikirkan?" tanya Kak Gema memecah keheninga
Read more
Dua Puluh Empat
"Silvi ..., apa yang sedang kamu lakukan?"Panggil Mas Dio yang segera turun dari mobilnya menghampiriku.Apa yang sedang dilakukannya? Kenapa orang yang paling tak ingin aku temui itu malah ada di sini?"Kamu mau apakan Dita, Silvi?" tanyanya menatapku penuh curiga. Ia lalu dengan paksa mencoba merebut Dita dari gendonganku."Kamu yang mau ngapain? Dita sedang tidur!" bentakku sambil mendekap erat Dita, tak mau sedikitpun melepaskannya. Aku jadi teringat beberapa kasus artis yang bercerai dan berebutan anak, apakah aku juga akan mengalaminya kini?"Terus, kenapa Dita kamu masukan ke mobil orang ini?""Terserah aku! Aku tahu apa yang terbaik bagi Dita! Aku tidak mungkin akan mencelakainya, apalagi melakukan hal bodoh demi dia!" ucapku lantang sekaligus menyindirnya.Sementara itu lelaki anak Pak Rahmat--bos bapak-- yang tidak kuketahui namanya itu berdehem, mungkin mencoba menarik perhatian kami. "Jadi tidak aku antar anak ini ke rumahmu?" tanyanya, tampak tak nyaman berada di antara
Read more
Dua Puluh Lima
Lelah, itulah yang kurasakan setelah sampai di rumah. Bukan karena perjalanannya, melainkan karena emosi akan ulah Mas Dio yang membuat aku harus ribut berebut Dita dengannya tadi. Apalagi hal tadi membuatku sangat malu karena terjadi di pinggir jalan di lihat banyak orang dan ada anaknya bos bapakku pula. Benar-benar mengesalkan Mas Dio itu.Aku dan Dita memilih berisitirahat sambil menikmati es krim yang kami beli di jalan tadi. Rasanya segar sekali menikmati dinginnya es krim setelah berpanas-panasan. Semoga saja kejadian barusan tidak berbekas pada ingatan Dita, walau aku pun merasa aneh, karena Dita sama sekali tidak menanyakan ayahnya lagi. Padahal biasanya ia sibuk menanyakan keberadaannya.Baru saja aku akan mengajak Dita bersantai di kamar, kulihat mobil Mas Dio datang. Kukira cukup tadi saja ia membuat masalah hari ini, tapi ternyata tidak baginya. Entah apa lagi maunya kini.Kembali aku berpesan pada Dita agar menunggu saja di kamar. Ia pun menurut sambil menonton acara kes
Read more
Dua Puluh Enam
"Kembalilah padaku ..., kita mulai semuanya lagi dari awal, ya, Sayang!"Aku melihat ketulusan di matanya, aku melihat hatinya benar-benar terluka. Seketika sedikit hatiku merasa ragu, apakah aku harus memberinya kesempatan kedua?"Loh, ada tamu, toh ...." Tanpa aku sadari bapak tiba-tiba saja datang di antara kami. Aku cukup terkejut akan kehadirannya, karena tak biasanya ia sudah pulang siang hari seperti ini.Mas Dio seketika berdiri menghampiri Bapak, ia lalu mencium tangannya takzim. "Maaf, Pak saya baru bisa mampir sekarang.""Ya, tidak apa-apa. Untung saya pulang cepat, jadi bisa bertemu dengan kamu, Dio," ucap Bapak sambil mejatuhkan bokongnya, duduk di sampingku."Loh Silvi, kamu tidak memberikan tamu kita minuman?" Bapak menatap mataku keheranan. Membuatku mendengkus kesal. Aku memang sengaja tidak memberikan suguhan apa pun sebenarnya, tak mau Mas Dio lebih lama berada di sini."Ayo cepat bikin kan minuman untuk tamu kita, Nak. Tolong bikinkan juga Bapak kopi, ya!" titah Ba
Read more
Dua Puluh Tujuh
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku membawa Dita ke rumah bude. Berharap Dita akan mengerti dan bisa anteng tanpa aku. Kemudian bersama Bapak aku menuju pabrik tempat Bapak bekerja. Pabrik tersebut sebenarnya adalah rumah yang dijadikan tempat produksi. Dulu aku ingat pabrik ini hanya terdiri dari satu bangunan kecil saja. Tapi kini sepertinya sudah berkembamg pesat karena bangunnannya semakn besar saja seperti tiga runah yang dijadikan satu.Bapak mengantarkan aku menuju ruang office yang terletak terpisah dari ruang produksi. Tepatnya ada di bagian belakang gedung produksi. Kami ou sampai di sebuah rumah kecil yang disulap menjadi kantor.Seorang lelaki tua yang aku kenal bernama Pak Rahmat, bos Bapak, menghampiri kami. "Silvi, sudah lama ya gak ketemu!" sapanya sambil tersenyum hangat. Gegas aku menghampiri lelaki seusia bapakku itu dan menyalaminya. "Apa kabar, Pak Rahmat?" sapaku balik."Alhamdulillah baik, Silvi. Jadi kamu sudah siap untuk bekerja di sini?" Pertanyaanny
Read more
Dua Puluh Delapan
"Kamu gagal dalam tes kemampuan dasar! Bagaimana mungkin kamu bekerja jika tidak bisa mengaplikasikan komputer?" ucap lelaki yang berlagak seperti bos itu, sinis.Aku memang sudah menebak hasilnya akan begini. Sudah lama sekali aku tidak menggunakan komputer, sepertinya memang aku tidak berbakat bekerja di balik meja. "Tapi hasil psikotesmu cukup bagus." Lanjutnya lagi. "Aku akan menempatkan kamu di bagian pemasaran saja, bagaimana?" tawarnya tiba-tiba.Aku yang memang tak mengerti apa-apa tentang pekerjaan, hanya bisa pasrah. Yang terpenting bagiku hanya bagaimana bisa mendapat penghasilan saja. "Ya, terserah bapak saja, di tempatkan di mana pun aku terima yang penting aku tetap bekerja." "Baiklah, kamu nanti akan dibimbing oleh Pak Eko, dia kepala pemasaran di perusahaan ini. Sebaiknya kamu belajar lebih giat, kamu banyak ketertinggalan dibanding yang lain yang memiliki pengalaman kerja yang lama!" "Siap, Pak!" ucapku bersemangat. Merasa senang karena masih diberi kesempatan bek
Read more
Dua Puluh Sembilan
"Ya, aku kenal dengannya! Memangnya apa masalahmu kalau aku kenal dengan Silvi?" jawab Pak Abi seketika tanpa memberi aku kesempatan untuk berbicara sedikit pun.Entah apa yang terjadi sebenarnya antara Pak Abi dan Kak Gema sehingga suasana kali ini tampak tegang. Aroma permusuhan begitu kuat kini. "Sudah-sudah, kalian ini kenapa sih?" teriakku kesal, menghentikan saling lempar pertanyaan menyelidiki satu sama lainnya."Biar aku saja yang menjawab pertanyaan kalian!" ujarku tegas agar mereka memerhatikanku."Pak Abi, kenalkan ini Kak Gema, kakak sepupuku," ucapku sambil menatap Pak Adi yang masih dengan ekspresi dinginnya. "Lalu Kak Gema, kenalkan ini Pak Abimanyu, dia adalah bosku di tempat aku bekerja. Dan untuk apa dia datang ke sini aku tidak tahu!" Kini berganti aku menatap Kak Gema yang tampak terkejut dengan yang baru saja kukatakan."Abi bosmu?" tanya Kak Gema tak percaya. "Ya Tuhan ... kenapa aku bisa lupa kalau kamu bekerja di PT. Azamat!" Kak Gema menepuk keningnya sendiri
Read more
Tiga Puluh
POV Arni.[Silvi, kembalilah pada Dio!] [Dia mencintaimu.] [Aku berjanji akan membuatnya berlaku adil padamu!] Kukirimkan pesan itu pada istri pertama suamiku. Menurunkan ego yang sebenarnya begitu tinggi. Memohon-mohon pada seseorang yang bertahun-tahun membuatku sakit, untuk kembali menyakitiku.Gila?Aku tak tahu ini apa namanya, aku hanya merasa harus melakukan apa pun agar Dio tetap ada disampingku.Aku mencintai Anandio melebihi apa pun sejak SMA dulu dan cinta itu sudah berubah menjadi obsesi. Ya ..., Dio adalah obsesiku, hingga aku akan mengusahakan apa pun untuk memilikinya.Dia adalah kakak kelasku di sekolah, lelaki paling tampan yang pernah kutemui. Aku mencintainya pada pandangan pertama. Saat itu dia sedang asyik bermain sepak bola bersama teman-temannya. Dari sekian banyak lelaki di lapangan, mataku hanya tertuju pada Dio, wakil ketua osis yang juga disukai oleh banyak wanita di sekolah.Dia tampan, lembut, humoris dan begitu tulus. Sering aku melihat dia pergi dan
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status