All Chapters of Pendekar Golok Melasa Kepappang : Chapter 61 - Chapter 70
140 Chapters
Kedatuan Maritim Dunia
"Mukha Upang? Aku baru mendengar namanya Puan. Sebesar apakah bandar yang Puan maksud?" tanya Aditya. Disebelahnya Candra berusaha menahan tawa melihat tingkah pura-pura bodoh Aditya.Dengan bangga dan sombong Tara menjawab pertanyaan Aditya. Ia sama sekali tak paham jika dirinya sedang menghadapi seorang telik sandi pandai yang berlagak lugu. "Ahhh...kuceritakan panjang lebar juga kau belum tentu paham.""Maaf Puan, bukan bermaksud tak sopan, tapi aku ingin sekali mendengar cerita tentang Mukha Upang.""Baiklah kalau kau ingin mengetahuinya," ujar Tara sambil membenahi rambut bagian depan dan menyeka keringat diwajahnya. "Kami, bangsa Sriwijaya, ditakdirkan menjadi bangsa besar di tanah Swarnadwipa ini. Datu kami, Sang Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah titisan Sang Hyang Adi Buddha. Maka kalian tak perlu heran ketika kami dengan gampang mampu menaklukkan Melayu. Bukan hanya Melayu, Sang Dapunta Hyang Sri Jayanasa juga menghendaki kekuasaan Sriwijaya membentang dari Palas Pasemah, Pul
Read more
Ilmu Yang Rumit
Ledakan besar terjadi. Ledakan itu terjadi akibat gaya gesek antara tenaga dalam Rajaputra Aruna yang dialirkan melalui tentakel rambut Antu Banyu dan aliran tenaga dalam Sadnya yang dilepaskan lewat konsentrasi pikirannya.Pertemuan dua tenaga besar yang tak kasat mata itu menghasilkan energi sangat besar. Selain ledakan, efeknya juga bisa dirasakan dari dorongan tenaga ke segala penjuru. Saking besarnya, dorongannya sampai menimbulkan gelombang setinggi empat meter di permukaan Sungai Komering.Di atas permukaan, dorongan tenaga itu melahirkan angin berkecepatan tinggi yang menumbangkan ratusan pohon. Besar dan kecil. Yang masih mampu bertahanpun harus kehilangan seluruh daun yang rontok berguguran.Semua mata yang menyaksikan fenomema pertarungan 'gaib' jadi terkesima. Pelepasan mega energi terjadi tanpa pertarungan yang bisa dilihat oleh mata telanjang. Semua orang dibuat bingung dengan keadaan yang terjadi. Tak ada yang tahu darimana ledakan dan tenaga merusak berasal.Untungnya
Read more
Pengakuan
Aditya dan Candra geram bukan kepalang mendengar ucapan pongah Tara. Hampir saja keduanya kehilangan kontrol diri.Emosi keduanya tersulut bukan karena soal pengakuan mereka dari Pulau Bangka dan Sriwijaya akan menaklukkan Pulau Bangka. Emosi keduanya tersulut karena kalimat Tara menunjukkan bahwa ambisi Sriwijaya menguasai laut dunia akan menempuh segala cara untuk mewujudkannya. Termasuk melakukan penindasan antar sesama manusia.Bagi Aditya dan Candra, dua anak muda yang sedang merasakan tanah kelahirannya dijajah, ucapan Tara itu berarti Kedatuan Melayupun pantas dibumihanguskan jika melawan ambisi Sriwijaya. Idealisme mereka sebagai anak muda langsung berontak saat kehendak pembebasan dari cengkeraman penjajah memenuhi dada. Ucapan Tara benar-benar membangkitkan nasionalisme Aditya dan Candra. Sriwijaya pantas untuk diusir dari bumi Melayu.Kegeraman Aditya dan Candra mungkin tak bisa dibaca oleh Tara. Tapi tidak demikian dengan Pak Cik. Lelaki paruh baya pemilik kedai tuak itu d
Read more
Iblis Neraka
Darah segar terlihat meleleh di bibir Rajaputra Aruna."Huk..huk...!" beberapa kali Anak Raja yang kini tinggal sendiri itu terbatuk. Berkali-kali tangan kanannya menyeka darah yang mengajak sungai dibibirnya. "Kurang ajar, hebat juga senapati tengik ini! Paru-paruku seperti mau pecah dibuatnya!"Menyadari kemampuan kanuragan Sadnya yang tak bisa dianggap main-main, Rajaputra Aruna lantas membenahi posisinya. Kini ia duduk bersila ditempatnya semula. Sebuah cabang besar pohon loa.Kedua tangan Rajaputra Aruna bertangkup dan membentuk sikap seperti orang bersujud di atas kepalanya. Mulutnya kembali berkomat-kamit. Sesekali mulutnya terbuka dan memamerkan gigi yang merah karena darah."Antu banyu...Antu banyu datanglah...! Antu banyu...Antu banyu datanglah...!""Hasutlah manusia...! Hasutlah manusia...!""Sebab kegelapan adalah kebenaran! Sebab gelap adalah kebenaran!"Mantera terus diucapkan berulang-ulang oleh Rajaputra Aruna. Wajahnya mulai menegang. Satu dua keringat mengalir dikeni
Read more
Ukiran Kepala Burung Rangkong
"Benarkah apa yang kalian katakan?" mulut Pak Cik terbuka lebar. Terperangah. Matanya menyipit. Antara tak percaya bercampur curiga. Pikirannya berbalik arah. Mencoba mengingat peristiwa tersembunyi setahun yang lalu."Hei Pak Cik! Kenapa kau menatap kami begitu curiga?" protes Candra sambil mengibaskan tangannya perlahan di depan muka Pak Cik.Sontak sikap Candra itu mengagetkan Pak Cik. Lelaki paruh baya itu mengendurkan urat-urat diwajahnya. Tapi ia masih tetap terlihat belum bisa menyembunyikan kecurigaannya."Ah...kau masih belum percaya siapa kami sesungguhnya?" kali ini Aditya yang bersuara. "Pak Cik, mungkin kami perlu cerita lebih banyak agar kau percaya pada kami. Itupun dengan syarat kalau kau benar-benar seorang Melayu sejati!"Suara Aditya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.Pak Cik yang belum lagi bisa menguasai diri sepenuhnya kembali tertekan oleh ketegasan Aditya. Kali ini terdengar hembusan nafas panjang dari Pak Cik."Aku tak punya pilihan. Mau tak mau aku harus
Read more
Jurus Harimau Terluka
Sadnya menjaga konsentrasi. Sembari bersila, tangan kanannya tak pernah lepas dari gagang Golok Melasa Kepappang. Sedangkan mata pendekar muda itu tetap terpejam. Penglihatannya kini semata-mata mengandalkan mata batin.Didepannya, sosok Antu Banyu mulai beringsut, memainkan rambut dan lidah yang mulai terjulur panjang. Seolah hendak melilit dan menghisap darah siapapun yang berada di depannya.Dalam situasi yang terus mendesak, anehnya, Rampog dan Pisau Terbang yang berada di dekat Sadnya sama sekali tak bisa melihat Antu Banyu. Mereka tahu ada pertempuran besar yang bakal terjadi. Pertempuran hidup mati di level yang sulit dijelaskan oleh nalar. Tapi anehnya, walaupun mereka tahu apa yang akan terjadi, mereka sama sekali tak bisa melihat pertarungan itu sendiri.Di pihak Antu Banyu, ia berkali-kali berusaha membuyarkan konsentrasi Sadnya. Pola yang ia lakukan tak berubah. Menyerang dan melemahkan sisi manusiawi Sadnya. Tapi usaha kerasnya kali ini menemui jalan buntu. Sadnya sama se
Read more
Sriwijaya, Negeri Ambisius
Suasana ruang tamu rumah panggung Pak Cik berubah jadi lebih santai. Kilat mata Nadir yang semula menampakkan ketidaksukaan dan curiga, kini terlihat lebih bersahabat.Suasana jadi lebih hidup saat Pak Cik meminta Nadir mengeluarkan seteko tuak lengkap dengan cangkir bambunya."Naaaah...sekarang kita bisa lebih santai. Kalian berdua dan aku sekarang bisa berbagi cerita dengan tenang," ujar Pak Cik pada Aditya dan Candra dengan senyum renyah dibibirnya.Aditya dan Candra menyambut sikap ramah Pak Cik dengan baik."Ahhh...kami berdua terlalu merepotkan Pak Cik," sambut Aditya berbasa-basi."Haha...pandai kau berbasa-basi Aditya! Ayo...kita minum bersama-sama!""Terimakasih Pak Cik!"Ketiganya, mulai menikmati tuak aren yang dituangkan Nadir pada cangkir bambu masing-masing. Tapi itu tak cukup untuk membuat Pak Cik mengurungkan desakannya pada kedua telik sandi muda Melayu untuk bercerita."Segaaar...! Tapi kenapa kalian belum cerita padaku?" desak Pak Cik kembali."Ehmmm...baiklah Pak C
Read more
Siasat Licik Mematikan
Fokus pertama Sadnya adalah puluhan tentakel berbahaya milik Antu Banyu. Jika puluhan tentakel mengerikan tersebut berhasil dilumpuhkan, maka Sadnya tinggal memiliki pekerjaan untuk menyelesaikan sisanya.Dengan cepat ruh Sadnya berkelebat, mengejar Antu Banyu yang terluka dan menarik seluruh tentakel yang semula mengerubuti tubuh Sadnya. Keduanya bergerak cepat.Golok pusaka haus darah di tangan Sadnya bergetar. Seolah memberikan isyarat pada Sadnya jika ia tak rela Antu Banyu berhasil meminimalisir serangannya. Makin lama, getaran Golok Melasa Kepappang makin keras. Kini lebih bisa dikatakan sebagai berontak supaya bisa terlepas bebas dari genggaman tuannya.Sadnya tak membiarkan kondisi itu terjadi. Sang pendekar paham, jika golok haus darah tersebut sampai lepas, maka malapetaka baru akan hadir. Jika sampai terlepas, maka Golok Melasa Kepappang akan memburu siapa saja untuk menggenapi haus darahnya. Ia akan menyerang membabi buta. Tak peduli kawan ataupun lawan.Dalam kondisi kala
Read more
Pertemuan Para Sigindo
Saat alam pikir Pak Cik akan lebih jauh merantau, sekonyong-konyong Aditya membuyarkannya."Bagaimana teman-teman? Bukankah ceritaku begitu memikat?"Sebuah pertanyaan satire dari Aditya menghidupkan kembali heningnya suasana."Apanya yang memikat Aditya? Bagiku ceritamu memuakkan!" tiba-tiba Candra menindas pertanyaan Aditya dengan sengit.Pak Cik dan Nadir yang sedari tadi mendengarkan jadi bingung dengan keadaan yang ada. Nadir melayangkan pandang pada Pak Cik. Meminta persetujuan Pak Cik untuk bicara. Pak Cik menganggukkan kepala memberi persetujuan."Temanku, Aditya dan Candra, aku sejujurnya jadi bingung dengan arah percakapan ini," tanya Nadir dengan polos."Kenapa kau bingung Nadir?" tanya Aditya singkat."Kau Aditya, kudengar sedari tadi memuja puji Sriwijaya. Seolah tak ada yang jelek dari Sriwijaya. Sementara di satu sisi, Candra menyatakan ketidaksukaannya akan ceritamu. Sesungguhnya apa yang hendak kalian berdua sampaikan?"Terkekeh Aditya merespon pertanyaan Nadir."Kau
Read more
Danau Gunung Tujuh
Penderitaan Rajaputra Aruna bertambah. Pukulan terakhir Sadnya ke punggung Antu Banyu membuat luka dalamnya makin menjadi. Berulang kali ia memuntahkan darah segar kehitaman.Tapi bukan berarti hal tersebut mengurungkan niatnya untuk mengelabui Sadnya."Luka ini tak boleh menghalangi siasatku! Senapati ingusan itu harus membayar mahal semua yang dilakukannya padaku...!" rutuk Rajaputra Aruna dalam hati.Dikejauhan, tubuh Antu Banyu tak bergerak. Tubuhnya hanya bereaksi dengan muntahan darah yang makin memerahkan permukaan Sungai Komering.Sadnya mulai bernafas lega. Ketiadaan reaksi dari Antu Banyu, membuat Sadnya mengira bahwa iblis Sungai Komering itu telah berakhir. Kewaspadaannya mengendur.Sadnya bersiap berpindah ke tubuh Antu Banyu. Sebelum melompat ke atas tubuh iblis itu, Sadnya terlebih menyarungkan Golok Melasa Kepappang kesarungnya. Sebuah kesalahan fatal yang disadari.Dalam hitungan detik, Sadnya melangkah ringan dan berdiri tepat di atas tubuh Antu Banyu. Setelah berhas
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status