Lahat ng Kabanata ng Kaya Setelah Dibuang : Kabanata 61 - Kabanata 70
193 Kabanata
bertemu
"Bagaimana keadaan Kak Kenzi, Mas?" tanya Arin lewat sambungan teleponnya pagi ini."Agak menurun, tapi Mas masih cemas. Mungkin nanti akan Mas bawa ke rumah sakit. Takut ada hal lain yang terjadi padanya," ucap Kaisar lirih.Semalam ia begadang mengompres Kenzi, walau suhu tubuhnya menurun tetapi mukanya begitu pucat sehingga Kaisar khawatir. Ponsel Kaisar kembali berdering, kini nomor Kanjeng Mami memanggilnya."Assalamualaikum, Mi. Ada apa telepon pagi-pagi?" tanya Kaisar."Waalaikumsalam, Kai. Perasaan Mami tak enak, tadi pas tidur habis mendapatkan mimpi buruk. Apa kalian baik-baik saja di sana?" tanya Mami dengan nada yang begitu cemas."Baik, Mi. Jangan khawatirkan kami," ucap Kaisar sengaja tidak ingin menambah beban pikiran sang ibu."Syukurlah kalau tak apa. Kenzi masih tidur? Bangunkan dia surun shalat, Kai.""Iya, Kanjeng Mami.""Makan teratur.""Iya, Kanjeng Mami.""Kamu jangan terlalu keras bekerja. Cari calon istri, biar Mami tambah tenang melepaskan kalian semua di san
Magbasa pa
Susi
"Baiklah, 085876 …""Eh, bentar-benar. Aku ambil ponselnya dulu. Ponsel apple miliknya ia keluarkan dan memencet nomor yang Kaisar sebutkan."Cek wa coba, aku dah pink." "Oh, hp saya di kamar adik saya, nanti saya callback.""Oke, makasih Mas Kaisar. Semoga kita berjodoh ...eh, bertemu lagi maksudnya. Bye," ucap Susi melambaikan tangan saat lihat Kaisar sudah menjauh.Sebenarnya tadi ponselnya ia bawa. Ia hanya tak ingin Susi tahu, jika ia juga memiliki ponsel yang harganya tiga kali lebih mahal dari miliknya."Ken, sudah bangun?" tanya Kaisar saat sudah kembali ke ruang inap Kenzi."Sudah, Kak. Kakak dari mana?" Jika sedang lemah begini, Kaisar merasa Kenzi adalah adik kecilnya yang dulu. Yang sering menangis dan merengek karena menginginkan sesuatu dan dilarang oleh Kanjeng Mami. Kaisar adalah orang pertama yang akan didatangi Kenzi untuk dimintai tolong."Kakak dari depan beli bubur buat kamu, makan dulu ya? Setelah ini, minum obatnya. Masih sakit kepalanya?""Sedikit, sini biar K
Magbasa pa
kenyataan
Susana di pagi hari ini sangat cerah. Langit yang mulai nampak terang menandakan penghuni bumi harus bersiap beraktivitas. Arin yang sudah selesai memandikan Agam, memintanya ke depan bersama sang nenek dan kakeknya.Arin bangun jam empat subuh tadi. Selepas sholat Subuh ia memasak dan juga membereskan rumah. Ia ingin penghuni rumah merasakan kenyamanan ketika menginap, jadi sebelum mereka membuka mata semuanya harus sudah bersih dan tersedia."Loh, sudah masak toh, Rin?" tanya Umi."Sampun, Umi. Umi mau makan sekarang?" tanya Arin."Enggak, Umi hanya mau membantu masak tadinya, eh dah siap duluan. Kamu memang cekatan, Rin.""Habisnya Arin ingin kalian nyaman, sebentar lagi Pakde datang, karyawan gudang datang, pasti semua akan sibuk. Jadi, Arin harus menyelesaikan pekerjaan rumah lebih awal.""Bagus, anak rajin. Makananya rezekinya ngalir kaya air, ya sudah kalau gitu Umi mau bikinin Abah kopi hitam.""Sini biar Arin ambilkan," sahut Arin."Nggak usah, Umi bisa. Kamu bawa pisang gore
Magbasa pa
datang
"Pintar kamu, Rin. Biat nanti Abah kasih pelajaran si Bayu itu. Kalian simpan saja surat-surat itu, Abah akan meminta Bayu bertanggung jawab!" "Coba kamu hubungi Bayu lagi, Rin," ucap Umi."Jangan, biar Abah saja," cegah Abah lalu mengeluarkan ponselnya. Panggilan tersambung dan Abah men-loudspeaker panggilannya."Assalamualaikum, Abah.""Wa'alaikumsalam. Bay, kamu di mana?""Di tempat kerja, Bah. Ke-napa?" tanya Bayu gugup."Abah mau ke Cilacap nanti, kamu nanti di rumah 'kan?""Maaf, Bah. Bayu sedang tak di rumah karena menginap di tempat kerja, Bayu sibuk dan sedang menggarap proyek di luar kota. Sekarang sudah pasti sedang tak di rumah," dustanya."Loh, iyakah? Lalu, apakah Agam ikut?" tanya Abah sengaja memancing Bayu agar menunjukan rumah barunya dan berbicara yang jujur."Tidak, dia di rumah dengan neneknya. Kenapa, Bah?""Baiklah, kalau begitu Abah ke rumah menemui ibumu dan Agam saja.""Eh-anu itu, Bah. Rumah lagi direnovasi, jadi tak bisa dikunjungi dahulu," elaknya."Lalu
Magbasa pa
ultimatum
Bayu duduk di bawah pohon jambu. Melihat hamparan sawah dan merenungi nasib sialnya. Ia sudah mencari Arin sampai ke Sawangan, tapi ia juga tak mendapatkan. Hingga terlintas ucapan Ucup tempo hari. Haruskah ia berbuat seburuk itu untuk membuat Arin mau menurutinya? Bayu mendengar ponselnya berdering dan nomer mantan mertuanya di Bandung menelpon. Tentu Bayu kaget saat mengetahui mereka akan ke Cilacap sedangkan Agam tidak ada di rumah. Pikirannya bertambah kalut, sehingga ia memilih pergi ke rumah ibunya. Dikemudikan dengan cepat, mobil Bayu ke Tegalkamulyan. Menemui sang ibu dan berharap akan ada jalan keluar."Assalamualaikum, Bu."Reni yang sedang memasak di dapur keluar dengan segera. "Waalaikumsalam, Bay? Kamu nggak kerja?" tanya Reni kaget melihat anaknya siang siang datang ke rumahnya."Bu, Bayu mau ngomong."Reni mematikan kompor dan melepas celemeknya saat melihat wajah serius Bayu. Ia melihat ada gurat kecemasan di sana dan hal itu membuatnya penasaran."Kenapa?" tanya
Magbasa pa
Abah
"Bu?" Bayu terlihat keberatan Reni hendak pergi. Tetapi ibunya itu hanya melengos dan pergi meninggalkan Bayu dengan Abah dan Umi."Bay, tadi kami ke rumah yang Desti kasih buat Agam. Tapi, kenapa sudah ditinggali orang lain? Kamu jual rumah itu?" tanya Abah mulai membuka percakapan. Abah masih menggunakan nada sabar untuk memancing kejujuran Bayu."Maaf, Bah. Untuk hal itu, Bayu khilaf. Bayu bingung harus mencari dari mana tambahan modal untuk proyek Bayu. Jadi, untuk itu Bayu jual saja. InsyaAllah nanti ada rezeki rumah itu akan Bayu beli kembali. Hanya untuk muter modal saja," ucap Bayu gugup."Modal?""Iya. Pekerjaan Bayu kini sudah lumayan membaik, jadi perlu banyak modal untuk itu. Tahu sendiri kan, Bah. Semakin banyak penghasilan maka semakin banyak pula pengeluaran untuk modalnya," dusta Bayu."Lalu, Arin kemana? Apa dia sedang bermain juga dengan Agam?" tanya Umi yang mulai geram dengan kebohongan Bayu."I-tu. Bayu sudah pisah dengan Arin, dia wanita yang tidak bisa diandalk
Magbasa pa
serba sulit
"Mas, itu rumah majikan Arin?" tanya Wisnu pada Bayu yang sedang fokus melihat rumah Kaisar."Iya, kita tunggu saja. Mereka pasti akan keluar sebentar lagi, kamu pastikan mereka tak melihat persembunyian kita di sini."Wisnu dan Bayu yang berpura-pura menjadi sopir dan penumpang ojek gobrek, berhenti di sisi jalan. Memperhatikan isi rumah dan berharap akan keluar di jam kerja ini. Dua jam lamanya, Bayu tak mendapati Kaisar keluar membuat Wisnu kesal."Mas, ini sudah terlalu lama loh. Apa tidak sebaiknya kita cari kemungkinan tempat lain?" tanya Wisnu."Berisik kamu! Mau bantuin nggak? Protes aja, sebentar lagi kita tunggu! Kalau enggak keluar juga kita cari Arin ke tempat lain."Satu jam bertambah, Kaisar belum juga keluar membuat Wisnu bertambah jengkel."Mas, kita cari ke lain tempat saja. Mungkin ke tempat kerja Mbak Arin atau bosnya mungkin?" Tetiba Bayu tersenyum."Kenapa kamu nggak bilang dari tadi? Cus, kita ke Gatsu." "Ngapain?" "Ke toko tempat Arin bekerja. Ayo buru! Nanti
Magbasa pa
ucup
"Maaf, Pak. Kemungkinan Bapak pulang sore, bagaimana?" tukas penjaga rumah."Jam berapa?" "Sekitar jam lima sorean, sedang ada acara dengan klien di Kawunganten katanya. Bapak kembali saja nanti malam, nanti sepertinya beliau sudah bisa menerima tamu."Sepertinya hari ini Bayu sangat sial. Sudah menunggu lama, tahu-tahunya yang ditunggu tak ada di tempat.Bayu memutuskan mengantar Wisnu yang dari tadi sudah ngedumel sepanjang jalan. Bayu masih libur kerja di proyek karena atasannya menghentikan sementara Bayu dari proyek lama itu. Proyek yang baru digarap sedang tahap pengajuan izin kerja dan penggarapan lahan. Entah kapan izin itu keluar, Bayu juga tak tahu. Yang jelas, kondisi ekonominya sedang tak stabil."Mas mau pergi dulu, pinjam motornya," ucap Bayu saat menurunkan Wisnu di depan rumahnya."Mas mau kemana lagi?""Cari inspirasi, siapa tahu ketemu Arin di jalan.""Huh, waktu di rumah di sia-siakan. Udah pergi baru dicariin, situ waras?" cibir Wisnu membuat Bayu menjitak kepala
Magbasa pa
Tak ada
"Gue mau minta tolong, pinjami gue uang. Orang tua Desti minta rumah yang kemarin gue jual dibalikin. Pusing gue, mana waktunya cuma sebulan doang. Please, lu kan punya bini banyak dan kerja semua. Pasti uang lu banyak 'kan?" tanya Bayu."Berapa emang?""350 juta.""Gila lu, segitu mana ada. Kalau ada pasti udah gue buat bekal ka*win lagi. Kalau lu pinjem sejuta dua juta okelah, lah ratusan gitu ya nggak ada," balas Ucup santai. Tak terlihat dia marah atau pun enggan mendengar keluhan sahabatnya itu. Tapi, ia juga tak akan membantu jika itu hal materi. Dia cukup materialistis dan juga perhitungan dalam hal uang."Terus, gue harus gimana dong? Gue nggak tega jika harus gadein rumah Ibu. Bisa jadi anak durhaka gue nanti," ucap Bayu."Rumah baru lu aja yang dijual.""Nggak bisa, suratnya belum jadi dan juga ntu rumah atas nama bini muda. Dia yang mengalihkan atas namanya, mana dia kabur lagi. Pusing kan jadinya," keluh Bayu."Bini lu yang lama, kaya?" tanya Ucup."Arin?""Iya, siapa lagi
Magbasa pa
Jalan
"Heleh, itu lu minta tolong gue juga sama aja, Congek. Mana ada dosa ringan, dosa tanggung berjamaah. Pan ini lu yang minta," protes Ucup."Gue kan nggak pergi ke dukun. Gue hanya minta kawan baik gue ini buat bantuin gue pinjemin duit. Karena nggak bisa, lu kasih saran ntu. Ya dah, mau gimana lagi. Lu kemampuan di bidang lain nggak ada, pake jurus ninja aja yang instan tapi lu yang lakuin," ucap Bayu sambil tersenyum licik."Ah, kecil kalau hanya bikin si Arin kasih uang lu mah. Lagian, nanti gue juga pasti minta jatah dong.""Siplah, nanti gue minta 500 juta, yang lima puluh buat lu, sisanya buat bayar rumah mendiang istri gue.""Oke, ini bisnis yang menguntungkan. Emang ya, lu ini kawan nggak mau ribet, maunya instan tapi nggak mau kena getahnya. Pokoknya, urusan Arin gue yang urus. Lu tinggal tunggu kabar baiknya, kapan lu harus nemuin si Arinda Wulandari itu."Bayu akhirnya bisa tersenyum. Sahabatnya ini bisa sedikit membantu tanpa harus ia turun tangan sendiri. Toh, dia hanya me
Magbasa pa
PREV
1
...
56789
...
20
DMCA.com Protection Status