Semua Bab Mesin Cuci: Bab 21 - Bab 30
162 Bab
BAB 21
"Tika kenapa, Bun?" tanya Mas Riza setelah aku mengganti nada panggilan ponselnya menjadi mode senyap. Aku tidak mau acaraku kali ini gagal atau terganggu akibat panggilan Tika dan ibu. Biarlah mereka berlatih hidup tanpa kami. "Nggak tau, Mas. Nggak kedengeran suaranya." "Tumben. Biasanya sinyal di sini bagus. Nanti lah kalau sudah sampai coba kuhubungi. Siapa tahu penting." Kalimat Mas Riza membuatmu menarik sudut bibirku. Mas Riza masih belum tahu juga kalau ibu dan adiknya akan menggunakan berbagai cara untuk mencegah kepindahan kami. Kupastikan suamiku tak akan menelepon Tika sesampainya di Karangsari.Mobil Mas Riza masuk ke rumah yang sedang direnovasi. Beberapa sudut rumah sudah terlihat rapi. Semangat sekali aku menemui Pak Warto, kepala tukang yang kupilih menangani renovasi rumah ini. Sejauh ini pekerjaannya membuatku puas. "Mbak. Ini lusa sudah bisa ditinggali. InsyaAllah cat sudah kering, tinggal menata perabotan. Kami sengaja nunggu Mbak Vita biar ngatur sesuai seler
Baca selengkapnya
BAB 22
Gadis Itu Bernama RahmaKulanjutkan pesan lainnya yang memang hampir semua berisi ancaman agar Mas Riza tidak pindah. Hingga sebuah pesan baru muncul. Sebuah foto yang menampakkan seorang wanita tengah berada di kamar ibu mertua. Wanita itu memijit kaki ibu mertua. Tertulis kalimat di bawahnya yang membuat dadaku bergemuruh. [ Lihatlah. Pernahkah si yatim piatu itu memijit kaki ibumu, Mas?]Aku meremas ponsel Mas Riza. Mulut dan jari adik iparku memang limited edition. Barang langka, yang seharusnya sudah lama musnah. Bahkan dia memanggilku si yatim piatu. Entah apa yang bisa membuatnya tersadar. Dan wanita yang ada di foto Tika. Siapa dia? Ada urusan apa hingga dia ke kamar ibu dan memijit kakinya? Aku harus segera meminta kejelasan dari Mas Riza. Kusodorkan ponsel Mas Riza dengan wajah keruh tak bersahabat. " Tolong, ajari adikmu berkata sopan. Jika tidak, jangan salahkan tanganku menyentuh pipinya!" ancamku pada Mas Riza setelah menyeretnya ke kamar. Aku tak mau orang lain meli
Baca selengkapnya
BAB 23
"Lalu, pernahkah kamu mengatakan serupa pada Tika saat dia mengolok-olokku? Pernahkah Mas Riza mengatakan bahwa aku kakak iparnya yang wajib dia hormati? Pernah? Atau pada ibumu? Pernahkah Mas minta dia juga menyayangiku layaknya anak kandungnya sendiri? Pernahkah kau meminta mereka untuk merongrong hidupku? Aku manusia,Mas! Jangan terus -menerus diam atas nama bakti dan sayang pada kedua manusia itu hingga lantas kau mengabaikan perasaan istrimu sendiri. Atau memang kau pun menganggap apa yang mereka lakukan memang layak kudapatkan?" tanyaku penuh penghakiman. Mas Riza tertunduk. Aku benci sekali melihatnya selalu tak berdaya jika berurusan dengan adik dan ibunya. Aku benci dia yang kehilangan arah saat membela dua wanita itu. "Maaf, Bun." "Kumaafkan. Sudah biasa, bukan? Aku selalu memberi maaf atas kesalahan yang sebenarnya bukan kau yang membuatnyamembuatnya!" Aku menatap penuh kemarahan pada lelaki itu. "Dan wanita itu?" tanyaku. Mas Riza mengangkat wajahnya hingga berhadapan
Baca selengkapnya
BAB 24
Kulihat wajah pucat dan kecewa terlihat di wajah ketiganya. Terlebih perempuan bernama Rahma ini. Wajahnya mendadak pias hingga nampak jelas rasa kecewanya. "Bagaimana keadaan Ibu? Sudah enakan?" tanyaku memecah kekakuan. Orang yang kutanya melengos dan melihat arah lain. Sabar, bahkan mungkin ribuan kali aku diperlakukan demikian. Mas Riza mengeratkan tanganku, seolah memberi kekuatan menghadapi ibunya."Ya jelas enakan. Kan sudah dipijiti sama Mbak Rahma, iya kan Bu?" tanya Tika dengan wajah meremehkanku. Sungguh ingin kuulekkan segenggam rawit merah dan kusumpalkan ke mulut adik iparku itu. Dia pantas mendapatkan hal itu. "Iya lah. Bener loh, Za. Pijitan Rahma enak sekali. Rasanya urat yang sakit langsung sembuh, hebat sekali Rahma." Wajah ibu berseri-seri manakala menyombongkan wanita di sampingnya. Sepertinya dia memang ingin membandingkanku dengan Rahma. Baiklah, kuterima tantanganmu kali ini. "Jadi, Mbak Rahma ini tukang pijit? Keliling atau mangkal?" tanyaku sok lugu. Wajah
Baca selengkapnya
BAB 25
Pindah Saat pulang sekolah aku hampir tak percaya melihat sepeda motor yang sama persis dengan punyaku sebelumnya sudah parkir cantik di halaman rumah. Aku memegang spion tak percaya, akhirnya Mas Riza menepati janjinya semalam. Ya, semalam Mas Riza mengatakan akan tetap membelikanku sepeda motor yang sama persis dengan yang dihilangkan Tika. Kubuang rasa tak tegaku pada Mas Riza jauh-jauh. Entah karena memang merasa kasihan motorku hilang, atau Mas Riza tak mau terus-terusan aku menyalahkan Tika. Yang jelas motor itu sudah terparkir cantik di halaman rumah. Masuk ke dalam rumah aku mendengar ibu tengah menangis. Bapak yang berada di sampingnya terlihat mengusap punggung istrinya. Aku berhenti sejenak di kamar mereka, hingga tatapan ibu mertua menghujam seperti ingin mengulitiku hidup-hidup. Aku yang sudah terbiasa dengan hal ini kemudian melanjutkan langkahku kamar. Samar kudengar ibu mulai meracau seperti biasanya. "Pokoknya Ibu nggak ikhlas. Nggak ridho kalau Riza beli motor b
Baca selengkapnya
BAB 26
"Mbak. Pokoknya jangan larang Mas Riza buat nginep sesekali di sini! Jangan dikekepi terus Mas Rizanya! Ingat mereka itu punya keluarga. Dan bukannya kau tahu, anak lelaki itu selamanya milik ibunya! Istri itu cuma orang lain," ujar Tika saat aku melewati mereka. Tadinya aku akan meminta restu pada ibu hingga tak ingin menanggapi perkataan Tika kali ini."Vit. Kami sudah memutuskan, motor itu jangan kamu bawa ke Karangsari. Mau dipakai Tika kerja. Bukanlah katamu kakakmu mau membelikan motor baru? Kamu bawa motor Bapak saja," ujar ibu mertua. Aku menarik napas dalam. Kali ini aku tak mau diam dan menerima perintahnya. Kenapa bukan Tika yang pakai motor lawas milik Bapak? "Maaf, Bu. Motor itu dibeli Mas Riza untukku. Bukan untuk dipakai Tika. Lagi pula memangnya Tika nggak takut kena tipu lagi bawa motor baru?" tanyaku sambil tersenyum pada Tika. Wajah gadis itu memerah. "Siapa yang kena tipu, Mbak?" tanya Tika dengan nada tinggi. "Kalau bukan kena tipu, artinya kamu sadar saat memb
Baca selengkapnya
BAB 27
Hari HBeberapa tetangga sekitar rumahku mulai berdatangan. Beberapa kerabat juga membantu menyiapkan makanan untuk disajikan pada tamu yang datang. Aneka kue basah sudah tersaji di piring yang ditata di ruang tengah dan ruang tamu. Untuk memudahkan para tamu, aku lebih memilih menggelar karpet agar ruangan bisa menampung lebih banyak orang daripada menggunakan kursi plastik. Rasanya tak percaya hari ini kami bisa menempati rumah ini. Rumah sederhana peninggalan kedua orang tuaku sudah kusulap agak lebih modern. Halaman rumah pun sudah kuhiasi dengan bunga yang kubeli saat melewati kios bunga kemarin. Meski aku menghabiskan tabungan yang tak sedikit, tetapi rasa puas melihat hunian baru kami seluruh pengorbananku nampaknya tak sia-sia. Uang bisa kucari, tetapi ketenangan tak akan bisa kudapatkan di tempat lain. Sesuai keinginanku, kubuat kamar mandi di kamar utama rumah ini. Dapur dengan nuansa minimalis juga kuharapkan bisa memberiku kenyamanan saat menyiapkan makanan untuk kelu
Baca selengkapnya
BAB 28
"Kan karena lagi banyak tamu jadi keliatan sumpek, Bu. Nanti juga keliatan lapang kalau sudah ditata," ucapku menengahi. Bagaimana pun aku tak mau kelihatan pasrah dia mengomentari setiap sudut rumahku ini. "Doakan kami punya rezeki cukup untuk menambah fasilitas di rumah ini, Bu.""Sofa ini bukannya dari nikahan kamu dulu sudah ada? Kok nggak diganti? Katanya PNS, banyak uang. Renovasi saja nggak minta sama suami, harusnya beli sofa mampu lho, Vit." Kalimat ibu mertua bernada sumbang tak kutimpali lagi. Bahkan kubiarkan dia berkeliling melihat setiap sudut rumah ini. Mas Riza dan bapak mertua sudah bergabung dengan tamu laki-laki lain di depan. "Mertuamu potongan horor begitu, Vit." Mbak Imah menyenggol tanganku. Aku tersenyum getir. "Begitulah, Mbak. Makanya nekat pindah meski awalnya dia menentang." "Kenapa menentang?""Dia takut kehilangan pembantu gratisan, Mbak." Aku menjawab sambil tertawa ringan. Mbak Imah yang tadinya melotot ikut tertawa. "Kalau aku punya mertua modelan
Baca selengkapnya
BAB 29
Skakmat"Mas… Mas Riza," panggil Tika yang menggunakan dress batik selutut. Dia langsung masuk dan duduk di sofa rumah kami. Aku yang berada di depan rumah tengah menyiangi rumput yang tumbuh di pot bunga akhirnya menoleh. Bahkan anak itu tak menyapaku meski tadi melewatiku. "Mas… " panggilnya lagi. Aku yang risih dengan teriakannya mendekat. "Mas Riza pergi ke toko. Hari ini ada kiriman beras dan gula pasir. Jadi meskipun Minggu dia tetap ke toko." Aku memberitahu kemana kakaknya pergi hari ini. Kulihat sudut bibir gadis itu mencebik. "Kasian amat kakakku. Makin hari makin kering kerontang tubuhnya disuruh kerja terus sama istrinya!" ucap Tika dengan nada sinis. Kedua kakinya naik ke sofa. Aku tak menyahut perkataannya. Malas saja berdebat hari ini. Kulanjutkan saja pekerjaanku di depan. Lala dan Risa sedang ikut Mbak Marni ke swalayan membeli kebutuhan dapur yang hampir habis. Setelah kami pindah ke rumah ini, Mbak Marni kuminta untuk stay di sini saat aku dan Mas Riza bekerja.
Baca selengkapnya
BAB 30
"Maaf. Mas Riza nggak suka minuman kaya gitu. Suka gatal tenggorokannya. Maaf ya, diminum kamu saja." Aku menjawab singkat dan ketus. "Loh, Mas Rizanya belum pulang, Tik?bukannya tadi kamu bilang aku disuruh cepet-cepet ke mari karena sudah ditunggu Mas Riza?" tanya Rahma pada adik iparku. Tika terlihat tak enak pada Rahma, kemudian beralih memandangku dengan mata hampir keluar. "Ada urusan apa sama suamiku, Mbak?" tanyaku yang memang sudah penasaran. Tak ada rasa tak enak bertanya demikian, daripada aku menduga-duga dan akhirnya berubah dongkol. Bisa rugi habis uang buat beli skincare, tetapi wajah cepat menua! "Kita janjian mau kondangan bareng. Secara mereka kan satu circle pertemanan, jadi temannya Mas Riza banyak juga yang temenan sama Mbak Rahma!" jawab Tika sangat ketus. Aku kaget, karena Mas Riza tidak memberitahuku hari ini dia ada acara kondangan. "Kebetulan aku kenal sama teman mereka, jadi aku minta Mas Riza kita kondangan bertiga saja ke sana. Biar rame. Lagian Mbak V
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status