All Chapters of MENCINTAI ABANG ANGKAT : Chapter 51 - Chapter 60
103 Chapters
Part 51
"Buatkan dulu minuman untuknya!" perintah nenek. "Iya, Nek. Chaca masih manasin air." Lalu kembali menyusun barang. "Dia datang uring-uringan seperti orang gila mencari kau" Ucapan nek Joyah membuat kegiatanku terhenti."Bang Malik pernah kesini, Nek?"Orang tua itu mengangguk. "Memangnya kau kemana? Hampir setiap hari dia ke sini.""Setiap hari?""Tadinya Jaka lari pontang-panting, namun dengan kaki yang tidak sempurna seperti itu dengan mudah pemuda itu mendapatkannya." Ada senyuman di wajah nenek. Apa peristiwa seperti itu lucu baginya? "Dia meminta Jaka menghubungimu. Tapi si bodoh itu dengan berterus terang mengaku sama sekali tidak mempunyai henpon." Nenek kembali tertawa. Seperti mengingat sebuah kejadian lucu. Benarkah? Jadi waktu cuti kemarin dia benar-benar mencariku sampai ke sini?"Aku sudah meminta maaf atas nama Jaka dengan pemuda itu. Terserah dia mau memperkarakan atau tidak. Biarlah Jaka membayar semua akibat perbuatannya. Aku sama sekali tidak menyangka, kalau Ja
Read more
Part 52
PagiAku sampai di tempat kerja seperti biasa. Menyiapkan semua pekerjaan yang akan ku kerjakan. Sesekali kulirik dia yang tengah serius mengerjakan tugas.Tak lama dia meninggalkan ruangan, tak lupa memberikan kode pamit padaku, karena hari ini tidak bisa makan siang bersama. Dia harus melakukan inspeksi ke berbagai outlet. "Cha, sesekali makan siang di luar yuk," ajak Haikal saat jam istirahat. "Buat apa? Udah disediain makanan kok. Mubajir tau. Buang-buang duit.""Aku yang traktir. Kan baru gajian." Lagi-lagi dia tersenyum menggoda sambil menaik-naikkan alisnya."Ciee... gaji pertama nih.""Mau nggak?""Males.""Sombong banget sih. Atau kita pergi nonton?Kamu pulang sama aku, ya?" Lagi, dia lebih terang-terangan dalam menunjukkan sikap. "Kal...?" "Gimana?" Ingin sekali rasanya aku mengatakan bahwa aku dan Abangnya sudah berpacaran. Tapi aku masih takut, entah takut Bang Malik marah, atau takut melukai perasaan Haikal. Tapi, benarkah Haikal benar-benar akan terluka dengan peng
Read more
Part 53
Dia semakin mempercepat langkah dan segera menuju kantor. Dia duduk di kursi Bang Malik dengan wajah serius. "Ada apa dengan kalian?" Aku masih mengambil napas kasar. "Dia masih mengintimidasimu seperti kemarin?""Lebih dari itu."Haikal mengernyit. Menyandarkan tubuh di kursi empuk itu. Menggoyang-goyangkan tubuh, terlihat santai. "Apa yang dia katakan, sampai kamu melakukan tindakan seperti itu. Bukankah kalian sama-sama sudah dewasa?""Dia ngatain aku yang enggak-enggak, tau.""Apa?""Dia bilang aku tarzan," ucapku penuh emosi. Haikal tertawa keras mendengarnya. "Apa itu terdengar lucu?" Aku mulai kesal."Kamu marah hanya karena dibilang tarzan?""Kamu nggak tau apa-apa, Kal," ucapku dengan nada serius. "Apa yang nggak aku tau?""Semuanya, orang seperti kamu dan Tania nggak akan pernah tau rasa sakit yang aku alami." Pandanganku mulai memudar tertupi embun di mataku. Sakit rasanya ditertawakan seperti itu."Kamu nangis, Cha?""Orang seperti kalian tidak akan pernah mengerti,
Read more
Part 54
Aku menghempaskan tubuh di ranjang. Membayangkan wajah Haikal, yang untuk pertama kalinya menangis di hadapanku.Kala itu usianya baru empat tahun. Orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Bahkan hingga kini, jasad mereka belum juga berhasil ditemukan.Begitu juga dengan penumpang yang lain. Seketika itu, dia juga menjadi yatim piatu, dunia dan kebahagiannya hancur dalam sekejap. Berbulan-bulan lamanya belum ada kabar tentang penemuan jasad orang tuanya.Bu Sam merupakan kakak kandung ibunya yang sudah lama tidak memiliki anak. Dengan kasih sayang dan ketulusan hatinya, kesedihan Haikal berangsur pulih. Haikal diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Beberapa tahun setelah merawat Haikal, akhirnya bu Sam mengandung anak pertamanya. Kebahagiaan yang sudah lama ditunggu-tunggu itu, tak mengurangi kasih sayangnya terhadap Haikal. Namun memasuki bulan ke delapan kandungannya, bu sam mengalami pendarahan. Terjadi masalah, dan bayi itu meninggal sebelum sempat dilahirkan
Read more
Part 55
"Hish.. Gadis preman ini, memang tidak bisa menjaga mulut di depan orang tua," gerutu Haikal yang baru saja mengantar bu Sam ke kamar. Mamanya juga mendadak sakit kepala, mendengar ucapanku tadi. Tubuhnya lemah, hampir pingsan. Mungkin tidak siap mendengar bahwa aku dan Bang Malik ternyata bukan kakak beradik."Kamu jangan mondar-mandir, aku pusing melihatnya," protesku. "Hish... " Haikal mendesis.Akhirnya aku bisa bernapas lega, bebas dari istana yang membuatku merasa tidak nyaman. Bahkan setelah aku sering berkunjung pun, tak juga membuatku betah berlama-lama di rumah itu. Mobil kembali meluncur membelah jalanan. Ada rasa lega di hatiku setelah mengatakan semuanya. Setidaknya mamanya Malik sudah tahu kalau aku bukan adiknya."Abang jangan dekat-dekat lagi sama Tania. Chaca nggak suka," gerutuku. "Cemburu?""Chaca serius. Tania udah kelewatan. Pokoknya besok Abang harus kasi tau sama dia, kalau kita pacaran.""Secepat itu?""Kenapa? Abang malu punya pacar kayak Chaca?""Enggak s
Read more
Part 56
Wajah om Harris berubah cemas, terlihat bulir-bulir keringat menetes di dahi. Ruangan ber AC belum mampu menutupi rasa gugupnya. "Maaf ya, Malik. Jadi ngerepotin kamu," sapa wanita yang hampir sebaya dengan bu Sam itu. "Nggak papa kok, Tante. Malik juga lagi nggak kemana-mana." Malik merasa sungkan. "Tania tidak enak badan, katanya.""Iya, Tante. Santai aja."Aku masih berdiam diri, sedang memikirkan, seperti inikah keluarga sempurna yang dibangga-banggakan Tania? Haikal benar, semua orang punya cela. Masih kuingat saat Aira mengatakan bahwa keluarga om Harris tak lagi harmonis, penuh percekcokan dan akan segera berpisah. Begitu juga dengan anak semata wayangnya yang begitu manja dan arogan. Tidak hormat kepada orang tua, dan selalu hidup dengan gaya bebas. Manis sekali mulut lelaki tua ini. Aira sungguh terpedaya dengan semua keluh kesahnya. Berbeda sekali dengan apa yang aku saksikan saat ini.Dia bahkan menggandeng tangan istrinya dengan mesra sebelum jelas melihat keberadaan
Read more
Part 57
Aira masih berdiam diri setelah mendengar semua cerita tentang om Harris. Tentang rumah tangganya yang terlihat biasa-biasa saja, dan masih tetap harmonis. "Dasar tua bangka. Pembohong," umpatnya. Masih kuingat saat di rumahnya tadi, om Harris menemuiku secara diam-diam untuk meminta agar jangan memberi tahukan semua ini, baik kepada Bang Malik, atau pun Tania. Soal Aira, dia sendiri yang akan meminta pengertian, soal janjinya menceraikan istri dan menikahi Aira secara resmi.Sebenarnya itu bukan urusanku, tapi mengingat sombongnya ucapan Tania yang terlalu membanggakan papanya, membuatku ingin segera membeberkan semuanya.Seharusnya dia sadar, hidupnya tidak lebih baik dari aku. Tapi niat itu terpaksa ku urungkan. Mengingat banyaknya hati yang nanti akan tersakiti. Lagi pula kalau sampai Bang Malik tahu, rasa tidak sukanya terhadap Aira akan menjadi-jadi. Bagaimanapun, om Harris adalah laki-laki yang dihormatinya. Malam ini, seperti biasa aku harus segera menyingkir dari rumah,
Read more
Part 58
Aku dan Vera keluar dari tempat kost an nya menuju SunCo. Berjalan kaki seperti yang biasa kami lakukan. Untuk sampai ke sana hanya memakan waktu lima belas menit. Vera sengaja memilih tempat tinggal yang dekat dengan perusahaan, agar bisa menghemat uang bulanan. Kami kembali tertegun, melihat Haikal yang sudah berdiri, sedang menunggu di pintu mobil. Belum puas juga rupanya dia mengerjaiku. Vera senyum-senyum sendiri dan terlihat mendukung setelah dibawakan sebungkus nasi goreng dan sekotak martabak 'Terang Bulan'. Tak lupa sekantong besar camilan yang bisa dimakan sampai satu minggu kedepan."Kamu ngapain pagi-pagi di sini?" Aku memasang wajah judes. "Mau jemput kamu, dong. Ya kan, Ver?" Haikal mengedipkan sebelah matanya kepada Vera. Mencari dukungan. Tak mau berlama-lama, kami pun ikut masuk. Mobil melaju pelan, keluar dari gang sempit tempat tinggal Vera. "Kalian pikir aku supir, ya?" Haikal memasang wajah kecut karena kami berdua duduk di kursi belakang. Aku dan Vera cekik
Read more
Part 59
Aku merebahkan diri di ranjang. Memikirkan apa yang sebaiknya aku lakukan. Tadinya kupikir setelah memegang kartu om Harris, Tania akan lebih mudah untuk kujatuhkan. Nyatanya, aku terjebak dengan rencanaku sendiri. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Bang Malik nanti. Dia pasti akan langsung menyeretku keluar dari rumah ini, begitu tahu siapa suami Aira yang sebenarnya..Hari menjelang sore, aku kembali memberikan laporan kepada Bang Malik di kantor. Dia tampak serius dengan pekerjaannya yang masih menumpuk. "Hari ini Abang lembur. Temenin?"Aku mengangguk. Sejenak aku memperhatikan raut wajahnya. Jauh berbeda dengan Malik yang masih remaja dulu. Kulitnya kini tampak lebih bersih, tubuhnya jauh lebih tinggi. Rambutnya tak lagi kucel saat menjaga parkiran di masjid dulu.Dia terlihat ramah kepada siapa saja yang singgah di sana. Tak jarang dia mengajak mereka mengobrol. Entah apa saja yang mereka bicarakan waktu itu. Pernah suatu hari dia mengajak seorang bapak sep
Read more
Part 60
Hari ini kami kembali libur di hari yang sama. Ia menjemputku untuk pergi berjalan-jalan. Katanya ingin membawaku ke suatu tempat.Mobil meluncur melewati jalanan, melewati jalan raya kemudian mulai memasuki jalanan kecil. Hari hampir siang, tak lama kami sampai ke sebuah rumah. Memasuki sebuah pekarangan yang cukup luas. Di teras sudah menunggu sepasang suami istri yang sudah tua. Bang Malik mencium tangan keduanya, lalu menyuruhku melakukan hal yang sama. "Ini Chaca," ucapnya, memperkenalkanku pada mereka. Ada sedikit keterkejutan di wajah mereka. Wajar saja, mungkin semua orang menganggapku sudah mati. "Bapak ini yang menemukan tubuh Abang dulu," ujarnya." Beliau pula yang membawa Abang ke rumah sakit dan menyerahkan Abang pada keluarga Mama."Kami dipersilakan masuk, lalu ibu itu menyediakan minuman dan camilan untuk kami. Mereka asik bercengkrama, mengobrol seperti sudah lama tidak bertemu. Terlihat akrab dan saling menghormati satu sama lain. Istrinya juga tak kalah ramah,
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status