All Chapters of Foto Mesra Suamiku Dengan Wanita Lain: Chapter 101 - Chapter 110
132 Chapters
Part101
Gara-gara Mas Rafi juga mereka kehilangan rumah dan harus segera pindah dari sana. Belum lagi saat ini dia sering melihat Mas Rafi datang mengunjungiku. Tidaklah salah apa yang dia dengar dari Ayahnya itu. Aku jelas bersedih mendengar semua ini, tapi di sisi lain aku ikut senang karena sudah terjalin kedekatan diantara Ibu dan anak itu. Setidaknya kini Alta mau berterus terang dan berbagi cerita dengan wanita yang benar-benar tulus menyayanginya."Kamu kenapa, Nay? Kok melamun?" tegur Mas Rafi saat mobil sudah berhenti. "Eh, tidak kok, Mas. Nay tidak melamun. Kita sudah sampai, ya?" jawabku tergugup. "Tidak melamun kok malah tidak sadar mobil sudah berhenti dari tadi," ledeknya. "Masa iya? Sudah lama ya?"Mas Rafi tertawa kecil. "Tidak kok. Kita baru saja sampai.""Tuh, kan. Mas Rafi suka sekali menggoda Nay," rajukku. Dia kembali tertawa sambil mengusap lembut rambutku. Lagi-lagi kami memasuki restoran mewah untuk makan malam. Padahal sudah sering kukatakan bahwa aku lebih suka
Read more
Part102
Mobil melaju membelah jalanan yang penuh dengan kemacetan. Aku memandangi lampu-lampu kendaraan yang menyilaukan mata saat memandangnya. Teringat kembali, saat Mas rafi mengeluarkan kotak kecil dan meletakkannya di atas meja."Apa ini, Mas?" Kusentuh kotak mungil itu dan mengangkatnya."I..itu buat kamu, Nay," jawabnya gugup.Aku memandang dan memegangnya sepintas, lalu kembali meletakkan benda itu di atas meja, berharap jika itu memang untukku.Andaipun saat ini pikiranku benar, Bukankah Mas Rafi sendiri yang akan memasangkannya seperti di film-film romantis yang pernah aku tonton? Lantas, kenapa diberikan sama kotak-kotaknya segala?"Kenapa dikembalikan lagi, Nay? Apa kamu tidak mau menerimanya?" Dia terlihat gugup dan bahkan sangat gugup. Dahinya sedikit berkeringat, padahal saat itu udara sangat dingin karena ace ruangan masih menyala."Bukannya Nay tidak mau menerima, Mas, tapikan Nay belum tau apa isi kotak itu," jawabku beralasan.Bukannya aku tidak bisa menebak apa yang ada di
Read more
Part103
Apalagi, Mas Ilham adalah laki-laki pertama yang berani mengungkapkan perasaan sekaligus memintaku untuk menikah dengannya tanpa berlama-lama. Tidakkah dulu dia terlihat serius dan benar-benar takut kehilanganku?Aku tersenyum manakala teringat akan hal itu. Apakah apa yang ku alami dan ku rasakan saat itu sedang dirasakan Mas rafi saat ini? Entahlah, yang ku tahu saat itu aku benar-benar gugup.Kulihat Mas Rafi berjalan terburu-buru dari kejauhan sambil berkali-kali mengelap mukanya dengan tisu yang mungkin dia bawa dari toilet. Kulihat jam yang melekat ditanganku sudah pukul sembilan. Ya ampun, ternyata baru ku sadari Mas Rafi sudah setengah jam ada di sana."Mas kenapa? Apa Mas diare?" Tanyaku berbasa basi."Tidak Nay, Mas tidak apa apa, kok," sahutnya "Mas kelamaan, ya? Kalo begitu kita pulang saja, ya. Nanti kemalaman, tidak enak sama Bapak dan Ibu di rumah."Dasar Mas Rafi. Pantas saja sampai saat ini kamu belum menikah, ternyata mentalnya hanya sampai seperti ini. Lalu bagaiman
Read more
Part104
"Nay..., Mas... ""Iya, Mas. Nay mau," sahutku sebelum Mas Rafi meneruskan kata-katanya.Terlihat senyum mengembang dari bibirnya. Raut wajah kecewa tadi kini berubah sudah. Gurat kebahagiaan terpancar dari wajah tampannya."Benar, kamu mau?" dia meyakinkan."Iya, Mas," sahutku membalas senyumannya. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Kemudian meraih jemariku dan menyematkan cincin bertahtakan permata berwarna putih itu.Apa ini yang dinamakan berlian? Mengingat seumur-umur Mas Ilham tak pernah membelikanku barang seperti ini. Bahkan saat terakhir kali aku morotin uangnya, perhiasan yang kubeli hanya emas biasa berwarna kuning.Kini cincin itu mengikat sempurna di jari manisku. Matanya berkilauan diterpa cahaya bulan yang kini tengah bersinar terang tepat di atas kami. Mas Rafi kemudian menggenggam erat jemariku tadi."Terima kasih ya, sayang," ucapnya. Aku mengangguk mengiyakan. Kamipun larut dalam pandangan satu sama lain."Ehem... ehem...," suara dokter Indra lagi-lagi mem
Read more
Part105
Aku memekik sembari menutup mulut. Wajah Mas Rafi terlihat begitu memendam amarah. Tangannya masih kuat menggenggam seperti belum merasa puas dengan pukulannya tadi. Dokter Indra bangun sembari mengusap sudut bibirnya. Lalu menepuk-nepuk kedua tangannya membersihkan pasir yang melekat saat menahan berat tubuhnya saat terjatuh tadi. Mas Rafi kembali mendekat, hendak mendaratkan pukulan serupa. Sontak aku berlari dan langsung mencegahnya. Aku berdiri di hadapannya membelakangi Dokter Indra. Berharap Mas Rafi menghentikan perbuatannya. Bukannya aku membela Mas Rafi, hanya saja kali ini Dokter Indra memang keterlaluan. Dia hanya memandang masalah dari sebelah pihak saja. Dia bahkan tidak tahu kalau pikiran Alta adalah racun yang diselipkan oleh Mas Ilham dan juga Viona. Terang saja Mas Rafi marah dan juga emosi. Selama ini Mas Rafi yang sudah mati-matian membela dan menyelamatkanku dari Mas Ilham. Walaupun perbuatannya itu memang didasari karena memiliki perasaan khusus terhadapku. T
Read more
Part105
Aku memekik sembari menutup mulut. Wajah Mas Rafi terlihat begitu memendam amarah. Tangannya masih kuat menggenggam seperti belum merasa puas dengan pukulannya tadi. Dokter Indra bangun sembari mengusap sudut bibirnya. Lalu menepuk-nepuk kedua tangannya membersihkan pasir yang melekat saat menahan berat tubuhnya saat terjatuh tadi. Mas Rafi kembali mendekat, hendak mendaratkan pukulan serupa. Sontak aku berlari dan langsung mencegahnya. Aku berdiri di hadapannya membelakangi Dokter Indra. Berharap Mas Rafi menghentikan perbuatannya. Bukannya aku membela Mas Rafi, hanya saja kali ini Dokter Indra memang keterlaluan. Dia hanya memandang masalah dari sebelah pihak saja. Dia bahkan tidak tahu kalau pikiran Alta adalah racun yang diselipkan oleh Mas Ilham dan juga Viona. Terang saja Mas Rafi marah dan juga emosi. Selama ini Mas Rafi yang sudah mati-matian membela dan menyelamatkanku dari Mas Ilham. Walaupun perbuatannya itu memang didasari karena memiliki perasaan khusus terhadapku. T
Read more
Part106
"Kamu masuk duluan, ya?""Tidak mau.""Lho... ""Nanti Mas Rafi tidak jadi pulang dan malah singgah lagi ke klinik Dokter Indra," aku mulai sewot. "Dih, buat apa?" godanya. "Ya buat berkelahi lagi," balasku. Dia tertawa kecil."Mas tidak akan melakukannya lagi. Kamu berada di pihak Mas saja, itu sudah cukup.""Benar? Mas Rafi akan langsung pulang, kan?""Tentu saja. Mas juga sudah tidak sabar untuk memberitahukan kepada orang tua Mas bahwa kamu menerima lamaran Mas tadi."Aku kembali tersenyum. Merasa bahagia karena ternyata orang tua Mas Rafi tidak keberatan dengan hubungan kami. Terlebih lagi, mereka juga senang, karena setelah sekian lama, akhirnya Mas Rafi memutuskan untuk berhubungan serius dan segera menikah. Mas Rafi juga bilang, kalau mereka juga tidak keberatan dengan statusku yang sekarang ini. Aku sangat bersyukur, bisa dipertemukan dengan Mas Rafi dan keluarganya. Teringat saat kemarin aku sempat meragukan hubungan kami. Aku mengatakan pada Ratna bahwa aku takut jika s
Read more
Part107
Aku keluar dari kamar menuju dapur untuk sarapan. Setelah menata piring dan makanan, Bapak dan Alta pulang. "Eh, Alta olah raga, ya. Tumben," sapa ku."Iya, Bunda. Kata Om Dokter biar sehat. Iya kan, Kek?" sahut Alta. Bapak tersenyum dan mengangguk. Ternyata Alta memang benar-benar terpengaruh dengan apapun yang Dokter Indra katakan. Aku juga menanyakan kepada Ibu apakah tadi malam saat aku pergi dengan Mas Rafi, apakah Dokter Indra datang untuk menemui Alta. Ibu bilang, Bapak melihat Dokter Indra baru pulang dan kemudian menawarinya makan malam. Dokter Indra setuju dan akhirnya dia mengajak Alta untuk ikut ke klinik nya usai makan malam. Mungkin dari situlah Dokter Indra merasa bahwa perkataan Alta semuanya benar. Tanpa dia tahu bahwa semua itu murni kesalahan dari Mas Ilham dan Viona. Bagaimana caranya aku menyampaikan kepada Alta, agar jangan lagi terlalu dekat dan beramah tamah kepada dokter Indra. Aku hanya tak ingin Mas Rafi merasa di nomor duakan oleh Alta. Seharusnya, Ma
Read more
Part108
Aku kaget bukan kepalang. Kenapa tengah hari begini, Dokter Indra sudah datang ke rumah. Apakah dia sudah lupa dengan kejadian kemarin. Dan tidakkah dia sadar apa yang dia lakukan kemarin itu salah?"Ada apa Dokter ke sini?" tanyaku kebingungan. Bukankah biasanya jam segini dia harusnya berada di klinik? "Maaf, Nay, kalau saya mengganggu. Saya hanya ingin minta maaf atas kejadian kemarin," dia tertunduk lesu merasa sungkan kepadaku. "Kalau Nay tidak apa-apa sih, Dok. Seharusnya Dokter minta maaf ke Mas Rafi saja." Akupun merasa sungkan dan sebenarnya masih malas berhubungan dengannya mengingat kejadian kemarin malam. "Saya juga merasa perlu meminta maaf ke kamu Nay, mungkin saja saya sudah menyinggung perasaan kamu." Dokter Indra masih terlihat sungkan dan menunduk. Kenapa dia terlihat sangat takut ataupun merasa bersalah seperti ini, bukankah kemarin malam dia sendiri yang merasa paling benar, hingga susah untuk dihentikan. "Sudah Nay bilang, Dokter tidak perlu meminta maaf lagi
Read more
Part109
"Loh, ada tamu rupanya, mari Dokter, kita makan siang bersama." Ibu keluar dari dapur dan melihat Dokter Indra ada bersamaku. "Bapak kemana, Buk? Kok belum turun? aku merasa khawatir. "Bapak tidak enak badan Nay, mungkin kelelahan.""Kan sudah Nay bilang, jangan terlalu banyak pikiran, kalau sudah sakit begini,kan jadi repot.""Boleh saya cek keadaan Bapak, Bu?" dengan ramah Dokter Indra menawarkan bantuan. Aku mendelik ke arah Ibu, memberi kode agar Ibu tidak mengijinkannya."Tidak usah Nak Indra, Bapak biasa begitu kalau lagi banyak pikiran. Setelah istirahat dan minum vitamin juga akan langsung baikan," Ibu beralasan. "Oh, ya sudah, Bu. Saya pamit dulu, nanti kalau terjadi sesuatu, jangan sungkan untuk datang ke rumah,ya." Dokter Indra menawari dan mungkin dia mulai sadar bahwa kehadiran nya kali ini tak begitu diharapkan. Aku menarik nafas dalam-dalam, merasa lega akhirnya Dokter Indra angkat kaki juga. Kutanyakan pada Ibu, kenapa Dokter Indra selancang itu dan terkesan terla
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status