Semua Bab Setahun Tanpa Sentuhanmu: Bab 201 - Bab 210
214 Bab
201. Pikiran Negatif Tetangga 2
Happy Reading*****"Maksud ibu apa?" tanya Hirawan masih bingung. Lelaki itu benar-benar tidak mengetahui maksud pertanyaan sang tetangga. "Masak aku harus jelaskan secara gamblang, Wan? Nikah terburu-buru jaman sekarang kalau nggak kecelakaan apalagi. Kalian masih sangat mudah untuk menikah. Baru juga mulai kuliah," sindirnya menyakitkan hati. Hirawan mulai jengah. Sekarang dia mulai memahami ke mana arah pembicaraan tetangganya itu. Saat menoleh pada istrinya, tampak raut sedih. Dituduh melakukan perbuatan yang tak pernah dilakukan, sangat menyakitkan sekali. "Gini, deh, Bu. Mungkin prinsip keluarga kita berbeda. Ibu lebih suka anak-anaknya berpacaran dan melakukan ha-hal yang dilarang syariat. Sangat berbeda dengan prinsip Papa sama Mama, mereka akan sangat mendukung putranya menikah walau sedang berkuliah. Karena apa? Orang tua saya lebih menjaga muruah keluarga. Nggak ingin anak-anaknya mendekati zina dengan berpacaran. Kalau ibu anggap bahwa saya sudah menghamili istri saya
Baca selengkapnya
202. Penjelajahan yang Menyenangkan
Happy Reading*****Suara panggilan Riswan pada istrinya, menyelamatkan pertanyaan sang mertua yang menuntut jawaban. Rosma beranjak dan mulai mengisi piring-piring yang sudah berisi nasi dan lauk-pauk. Mengambilnya satu per satu dan menuang kuah soto yang masih mengepulkan asap. Pembacaan selawat sudah selesai dan kini saatnya para tamu undangan menikmati hidangan. Memepet sang menantu untuk mendapatkan jawaban pertanyaannya tadi, Risma kembali membisikkan pertanyaan yang sama. "Jangan pernah menjawab belum, Dik. Tanda di leher sudah membuktikan semuanya. Putra Mama ternyata ganas juga," kata Risma karena sang menantu tak kunjung menjawab. Rosma makin menunduk malu. Beberapa karyawan dan keluarga lain termasuk bundanya malah tertawa. "Sudahlah, Ris. Si adik wajahnya dah kayak kepiting rebus. Lagian kamu bisik-bisik, tapi suara masih keras," kata Iklima."Emang sengaja kali, Mbak," jawab Risma enteng. Rasa bahagia itu membuncah. Setidaknya, Risma tak perlu khawatir bahwa menantun
Baca selengkapnya
203. Pernikahan Impian
Happy Reading*****Setelah drama perdebatan di awal pernikahan yang baru berumur satu hari. Rosma memutuskan untuk libur kuliah satu hari ini, demikian juga dengan Hirawan. Keduanya memutuskan untuk tetap berada di rumah, mengembalikan tenaga dan pikiran mereka."Sekarang mana jadwalnya, Mas? Kita cocokkan, jadi biar nggak ada salah paham dan perdebatan lagi. Adik nggak mau nanti saling menyalahkan karena jadwal berbenturan," kata Rosma. Pagi ini memang mereka sudah berdebat tentang jadwal harian dan juga kuliah.Sejak baru bangun dan mengetahui bahwa Rosma terlambat. Dia uring-uringan dan menyalahkan Hirawan karena semalaman tak membiarkannya istirahat dengan tenang. Alhasil bangun kesiangan dan terlambat kuliah. "Nih." Hirawan menyodorkan kertas yang sudah berisi jadwal kuliah dan kerja. "Sudah, kan? Karena hari ini kita masih bebas, jadi mari bersenang-senang." Dia sudah meletakkan kepalanya di atas bahu sang istri sambil menciumi leher jenjang nan mulus. "Mas, ih. Nggak bosen a
Baca selengkapnya
204. Rencana Lamaran Fattah
Happy Reading*****Hirawan dan Rosma saling pandang tak mengerti. Kedua bola mata si lelaki menuntut jawaban pada mamanya. "Salim dulu, Dik. Nanti Mama jelaskan, deh. Sini!" pinta Risma sambil melambaikan tangan kanannya. Dia juga menepuk sisi sebelah kiri yang kosong tempat duduknya sekarang. Hirawan dan istrinya menyalami semua tamu dan keluarga yang ada di sana sesuai perintah mamanya. Lalu, Rosma duduk di dekat Risma, sedangkan Hirawan duduk di antara Fattah dan Riswan. "Jadi, ada apa sebenarnya? Mengapa aku menjadi tersangka?" tanya Hirawan menatap kedua orang tua senja. Intan tersenyum. "Karena kamu nikah muda, Senja sama Fattah juga ikut-ikutan pengen nikah juga," jelasnya. "Bagus, dong, Tan. Nggak nambah dosa zina karena kepikiran gadis yang kita cintai, terus kalau ketemu nggak bisa curi-curi kesempatan. Mas Fattah itu meskipun masih kuliah, tapi sudah mapan secara ekonomi. Jiwa raga juga sudah siap untuk menikah. Kenapa mesti ditunda-tunda?" Hirawan mulai berani menyua
Baca selengkapnya
205. Ada apa dengan Dara?
Happy Reading*****"Lho, gimana ini? Tadi bilang siap, kok, sekarang lain?" tanya Risma berusaha mempertegas jawaban Senja."Jangan malu-maluin Ibu, Se. Kamu sudah bilang siap tadi," kata Intan. "Kenapa kamu ngomong gitu, Nduk?" Kali ini Nasrul buka suara. "Wah, calon kakak iparku. Kenapa langsung berubah pikiran?" Hirawan pun ikut menyahuti. Senja menatap semua orang, terutama calon suaminya. Fattah masih menatap tak percaya, gadis pujaannya menolak dilamar besok. "Senja," panggil Kukuh. Berusaha agar adiknya itu mengatakan alasannya. Senja mengangguk dan mulai membuka suara. "Senja nggak siap kalau acara lamarannya besok karena ada ujian semester hari terakhir. Senja takut nggak bisa konsen. Makanya, nggak siap. Sekarang saja, Senja nggak belum belajar untuk ujian besok.""Astagfirullah," jawab semua orang. "Kirain kamu beneran nggak siap Mas lamar, Se," kata Fattah. Sekarang dia bisa bernapas lega. Bukan ditolak, tetapi lamarannya cuma di-pending."Ya, nggak bakal ditolak, M
Baca selengkapnya
206. Janin Dara
Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw
Baca selengkapnya
207. Terguncang
Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme
Baca selengkapnya
208. Rencana Masa Depan
Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d
Baca selengkapnya
209. Kebahagiaan Datang
Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena
Baca selengkapnya
210. Keberanian Hilmi
Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status