All Chapters of Thirty Days: Chapter 21 - Chapter 30
50 Chapters
Kau Ingin Mati?
"Kenapa kau melakukannya, Rokan?" tanya Nohan menatap datar seseorang, yang tengah berusaha melepaskan tali dari lehernya. Suara jatuh itu ternyata suara kursi, yang ditendang oleh seseorang, yang amat Nohan kenali. Ia adalah Rokan si ketua kelas. Rokan tengah berusaha melepas ikatan di lehernya. Jadi sepertinya Rokan ingin melenyapkan dirinya sendiri, tapi tidak berani. Ya sepertinya begitu. "To-tolong a-aku!" suara Rokan terdengar tercekat, pelahan wajah yang matanya senantiasa terbingkai kaca mata itu mulai agak pucat. "Kau ingin mati, Rokan?" tanya Nohan datar mendongak, menatap Rokan. Gelengan diberikan Rokan dengan susah payah. "Kau sudah melakukannya, Rokan! Jadi tidak bisa menggagalkannya, minta tolong saja pada Jay!" kata Nohan datar. Tolong dia, Nohan. Batin Nohan bersuara. Sebetulnya aku tidak rela kau menolongnya, Nohan. Mengingat kelakuannya yang buruk sebagai ketua kelas. Tapi tolonglah dia, aku takut dia nanti malah akan menuduhmu menjadi penyebabnya membunuh d
Read more
Seberapa Malangnya Kau?
"Kau terkejut? Sungguh? Hahah ... kau mengira pulangmu akan sedamai itu, Nohan? Haha mimpi yang indah," cerca seseorang barusan menatap Nohan remeh. Nohan mendesis kesal, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Apa maumu?" tanya Nohan memandang tajam seseorang di hadapannya. Nohan tidak tahu siapa nama seseorang di depannya, yang ia tahu seseorang di depannya saat ini adalah orang yang sama, saat di bus; si hoodie abu-abu. "Kau tidak mau berkenalan denganku lebih dulu?" tanya seseorang itu menyeringai, Nohan diam saja tak berniat meladeninya. "Baiklah aku akan memperkenalkan diriku sendiri, aku Dev!" seseorang itu memperkenalkan diri dengan memasang wajah menyeringai. Nohan hanya diam, ia menatap tajam seseorang yang katanya bernama Dev. Sungguh Nohan tak peduli akan namanya, ia bahkan tak berminat berkenalan dengannya. "Kurasa aku perlu menyelesaikan masalah kita, Nohan!" katanya dengan nada taj
Read more
Hukuman dan Kotak Kecil Hitam
Nohan terdiam, ia menatap lama sungai yang arusnya makin deras itu. Ila benar-benar melompat, dan entahlah Nohan pikir itu pilihannya. Jadi bukan salah Nohan kalau ia tak mencegah Ila melompat. Ila yang memutuskan untuk memilih melompat, Ila yang memutuskan untuk pergi dari dunia ini, Ila yang memutuskan menghukum dirinya sendiri. Untuk apa mencegahnya? Percuma. Yang hancur bukan tubuhnya, tetapi jiwanya. Nohan menghela napas, kemudian ia mendongak menatap langit. "Semoga saja Ila tidak tenggelam, dia hanya hanyut dan tersangkut di batang pohon, lalu ditemukan warga sekitar sungai!" kata Nohan berdoa pada Tuhan. Nohan tidak bisa mencegah keinginan Ila, karena pada dasarnya Nohan juga ingin pergi dari dunia ini. Hanya saja ia takut melakukannya, ia tak seberani Ila. "Kau tidak pulang, Nak?" Nohan tertawa jengkel dalam hati mendengar suara itu. Suara yang pemiliknya adalah penyebab Ila melakukan
Read more
Andai Saja
"Kau! Dasar berandal kecil!" kesal si lelaki itu, ia menatap nyalang Nohan. Nohan bangkit dari duduknya, ia sudah berdiri menatap sama nyalangnya dengan musuh di depannya. Kau harus melepaskan ketakutanmu, Nohan. Buang semuanya. Otak Nohan bersuara cukup lantang, membuat kepala Nohan agak pening. Tanpa menunggu lama, ketika si celana jeans biru mendekat. Nohan menyergapnya, membuat lelaki itu jatuh terlentang. Nohan menindih lelaki itu, ia menusukkkan pisau lipat digenggamannya tepat di mana jantung lelaki itu berada, di dada kirinya. Tsaah...Darah segar mengucur dari dada lelaki itu, dan teriakannya menggema di telinga Nohan. Pisau lipat itu tertusuk di sana cukup lama, sampai Nohan tersadar ketika teriakan musuh di hadapannya perlahan menghilang digantikan suara hujan, yang makin menderas. Nohan bangkit dari posisinya, ia menatap kedua tangannya yang gemetaran--darah merah segar menempel di kedua
Read more
One Day
Nohan makin terdiam. Bagaimana orang ini tahu namanya? Nohan tahu ia tak seterkenal itu, kecuali dikenal sebagai pecundang, ansos, dan si lemah. "Kau siapa?" tanya Nohan datar, ia sudah kepalang lelah malam ini. Ditambah hujan turun makin deras saja, membuat suhu tubuh Nohan makin menurun.Seseorang itu melepas penutup wajah dan topi fedora, yang melekat padanya. Nohan bisa melihat wajahnya, juga rambutnya berwarna hitam pekat. Seseorang yang ternyata lelaki itu tersenyum menatap Nohan. Nohan hanya diam, ia merasa tak mengenal orang di hadapannya ini. Tapi entah mengapa orang ini, seperti mengenal dirinya saja. "Apa aku mengenalmu, Pak?" tanya Nohan kini berusaha sopan. Seseorang itu hanya mengulurkan tangannya--mengajak Nohan berjabat tangan atau mungkin lebih tepatnya berkenalan. "Panggil aku Paman Khamdi!" katanya tersenyum sumringah. Dan tepat setelahnya, suara petir menyambar begitu keras. Ctarrr...Detik itu juga Nohan terjatuh, ia kehilangan kesadarannya. "Maafkan a
Read more
Bukan Begitu
Beberapa menit berlalu, Nohan terbangun dengan perasaan pusing luar biasa. Ia bangkit dari posisi berbaringnya, memegangi kepalanya, dan menatap bingung sekeliling yang terasa amat asing baginya. Dimana ini? Apa ini rupa neraka? Ya Nohan telah membunuh orang, Tuhan pasti akan memasukkannya ke neraka. Tapi mengapa tidak panas? Bahkan neraka ini lebih mirip rumah besar bergaya klasik. Nohan bangkit dari posisi duduknya, ia berjalan mendekat ke arah lukisan di tembok, yang tak jauh dari situ. Lukisan atau foto? Entahlah Nohan tak tahu, itu sekilas terlihat seperti foto, tapi juga seperti lukisan yang menggunakan cat akrilik. "Kau perlu sesuatu?" Nohan berjingkit kaget saat melihat sosok lelaki baya, dengan jubah hitam besar yang tersenyum menatapnya. "Apa aku sedang bermimpi?" tanya Nohan sembari menepuk wajahnya, guna menyadarkannya dari mimpi. Ya jika ini memang mimpi. Lelaki baya
Read more
Two Day
Malam sudah makin larut, Nohan masih berdiam diri di luar. Lebih tepatnya ia berdiri di balkon kamar, yang saat ini katanya miliknya. "Apa sungguh hidupku akan berubah?" monolog Nohan menatap langit yang gelap, tak ada satupun bintang di sana. Meski hujan sudah reda beberapa saat yang lalu. "Nohan! Maaf aku menganggumu, tapi kau mau bercerita padaku?" suara Paman Khamdi terdengar dari seberang. Jadi kamar Nohan bersebelahan dengan kamar Paman Khamdi, kebetulan yang bagus balkon mereka jadi satu. Nohan hanya diam, sampai Paman Khamdi kini berdiri di sebelahnya. "Aku tahu harimu berat, Nohan! Tapi ceritalah padaku, siapa tahu dengan bercerita beratnya sedikit meringan!" kata Paman Khamdi dengan tatapan jauh menerawang entah kemana. Nohan menghela napas, ia kehilangan percaya diri tiap kali hendak bercerita pada orang lain. Ia takut tidak dipercayai lagi, mengingat ibunya juga tak mau percaya pad
Read more
Langkahmu Tidak Akan Pernah Aman
"Masuk, Ansos! Jangan membuat bus ini jadi terlambat hanya karena kebodohanmu!" tegas seseorang barusan, yang tak lain adalah Jay. Ya Jay, Nohan merasa ia bermimpi melihat Jay naik bus ke sekolah. Sejak kapan monster berjubah manusia ini mau naik bus? Sejak kapan? Tolong pukul kepala Nohan jika sekarang adalah mimpi. Nohan benar-benar memukul kepalanya sendiri. Plakkk...Jay yang duduk tak jauh dari pandangan Nohan tertawa jahat. "Mendadak kau ingin membenarkan posisi otakmu atau bagaimana, Ansos?" cercanya memandang remeh Nohan. Nohan mendesis marah, tangannya seketika terkepal begitu saja. Mendadak ia teringat semua hal yang terjadi kemarin, semua hal mengerikan termasuk ia yang telah membunuh seorang pemabuk muda. "Masuk! Apa kau tidak dengar, Ansos!" kali ini suara Ren terdengar, dan Nohan makin terkejut.Ternyata bukan hanya Jay, tetapi ketiga kawannya juga ada di sini. Ray,
Read more
Melanggar Aturan
Nohan hanya berjalan menunduk, ketika empat monster di depannya berjalan dengan penuh percaya diri. "Nohan!"Nohan berhenti melangkah ketika namanya dipanggil, Jay dan kawan-kawannya sudah berjalan jauh jadi tak mendengar panggilan itu. Nohan menghadap ke arah orang yang memanggilnya, ternyata Mr. Abri sang guru mata pelajaran Biologi. "Ada yang bisa kubantu, Mr. Abri?" tanya Nohan sopan. Mr. Abri terlihat kesusahan membawa dua kotak besar, yang entah isinya apa. Tanpa menunggu jawaban Mr. Abri, Nohan segera mendekat dan mengangkat salah satu kotak yang dibawa Mr. Abri. "Ya aku ingin memintamu untuk membantuku membawa ini, Nohan!" timpal Mr. Abri tersenyum hangat, sebelum ia melihat wajah Nohan yang lebam. "Nohan!" panggil Mr. Abri menatap Nohan terkejut, bahkan hampir menjatuhkan kotak di tangannya, "Wajahmu, bagaimana itu bisa terjadi, Nohan?" tanya Mr. Abri menatap khawatir Nohan. Nohan terdiam, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Sebab Nohan tahu, dan ia yakin Mr.
Read more
Penjahat
Nohan berjalan dengan perasaan senang, dan tak perlu waktu lama ia sudah sampai di depan toilet siswa. "Akhirnya aku bisa bebas untuk sementara waktu," monolog Nohan dengan perasaan gembira. Ya sebelum sosok dengan hoodie abu-abu menghadangnya, menatapnya penuh kebencian. Dev, ya bukan lagi Jay dan gerombolannya. Tapi Dev, yang entah mengapa begitu membenci Nohan. Padahal Nohan tidak pernah mengobrol, ataupun membuat masalah dengannya, jangankan mengobrol Nohan bahkan tidak pernah satu kelas dengan Dev. Tapi semesta seolah selalu membuat Nohan jadi penjahatnya, seolah menciptakan kebencian-kebencian di hati orang pada Nohan, entahlah. Nohan benar-benar membenci hidupnya. "Apa kau sengaja melakukannya, Nohan? Kau sengaja?" tanya Dev dengan nada meninggi. Nohan terdiam, wajahnya bingung bukan kepalang. Apa? Apa yang dilakukan Nohan memangnya? "Hahaha... aku tidak tahu kalau kau sejahat itu, tapi ternyata keputusanku untuk memukulmu kemarin itu tidak salah! Kau memang sejahat it
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status