Lahat ng Kabanata ng Nafkah Terakhir sebelum Ditalak: Kabanata 71 - Kabanata 80
100 Kabanata
Menyamar
Jeda Sangat lama, bahkan Fatih sampai bosan menunggu jawaban.[Oh, Pak Rohmat yang datang kemari, ya? Bagiamana, Pak?]Fatih bisa membayangkan binar bahagia itu saat mendapat pemesanan barang. Sama seperti dua tahun lalu, ketika wanita itu selalu mamerkan isi chat dari pelanggannya kepadanya.Beberapa waktu dihabiskannya berbalas chat dengan Alina. Di balik akun bernama Rohmat itu sesekali menyunggingkan senyum saat membaca ulang chat terakhir mereka.“Rima,” panggilnya seraya mengantongi ponsel. Fatih mendekati meja sekretarisnya.“Ya, Pak. Bapak butuh sesuatu?”“Nggak. Saya ada acara di luar. Jadi, urusan kantor tolong kamu handle,” ucap Fatih.“Iya, Pak.”Usia menghadap bawahannya, ia berlalu meninggalkan kantor. Rohmat sudah menunggu di parkiran.“Kita ke yayasan. Semalam Bu Andini mengabari kalau ada acara pembukaan pra karya untuk anak-anak panti.” Fatih berucap. Rohmat mengangguk tanda mengerti. Rohmat seperti pendengar setia baginya. Terkadang, jika Fatih tidak menjelaskan, m
Magbasa pa
Pertemuan Usai Bercerai
Selama acara berlangsung, Alina tidak bisa berkutik. Setiap geraknya tak luput dari pandangan Fatih. Beberapa saat, tak satupun kata-kata yang terucap dari bibirnya. Namun, Fatih mulai mampu menguasai keadaan. Ia lebih terbuka. Terkadang tertawa mengimbangi percakapan mereka yang hadir di sana, sesekali menimpali dengan guyonan Dian.Alina terlihat sangat sungkan. Ia beberapa kali meneguk air mineral hingga botolnya kosong.Di akhir acara, rombongan RM Rajut menunjukkan demonstrasi merajut. Mereka memasuki satu ruangan khusus, di mana sudah di hadiri anak-anak dengan benang dan jarum rajut di tangan mereka masing-masing.Alina maju ke ke depan, memperagakan model sederhana yang mudah ditiru oleh anak-anak. Sesekali bergurau, mengimbangi ucapan dengan gaya kekanakannya.Sekilas, Fatih menatap wajah yang masih membuat hatinya berdetak. Dari depan pintu, ia menangkap sosok itu masih sama seperti Alina yang ia kenal. Tak berubah sama sekali, meski berusaha ditutup-tutupi dengan sikap acuh
Magbasa pa
Menemui Alina
Saat hati diliputi kegamangan, maka cara terbaik untuk undur diri adalah mencari sumber dari kegamangan itu. Lalu, berusaha agar mengubahnya menjadi energi positif.Begitu juga dengan Fatih. Perjumpaan dengan Alina tidak bisa membuat hatinya tenang. Keresahan yang dialaminya membawa dalam pikiran kalut. Alih-alih mencari solusi untuk melenyapkan kegamangan dalam pikirannya, justru ia terjebak di persimpangan jalan yang akan dilaluinya.Bagaimana tidak? Ternyata, keisengannya menanyakan beberapa hal malah berbuntut panjang hingga membawanya dalam urusan hati. Padahal, ia sudah siap menikahi Anisa, gadis jebolan pondok pesantren yang sudah dua tahun dinantikannya.Berulangkali ucapan Alina melewati alam sadarnya. “Iya. Tante Dian, mamanya Rey, memang bukan mertuaku. Terus kenapa? Ada masalah?”Ucapan itu seperti angin segar baginya, tapi juga menciptakan dilema.“Kalau kamu masih sendiri, berarti ... tidak pernah ada pernikahan itu. Kenapa Rey diam saja.”Ia mengusap wajah, merasa kebod
Magbasa pa
Membujuk Alina
“Ya,” balasnya. Ia memandang Fatih sekilas. Fatih memberinya tempat. Ia bergeser agar bisa duduk berjajar di satu sofa.“Ada masukan? Ataukah ingin komplain sesuatu misalnya pihak Bapak kurang puas dengan pelatihan yang kami berikan?” Alina berucap, ia memposisikan dirinya sebagai relasi.“Ayolah, Al. Jangan begitu. Kita ngobrol seperti biasanya.” Fatih menggeser duduknya. Lalu, meletakkan sebelah kaki ke atas sofa. Posisinya kini bebas memandang Alina.“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.” Fatih melanjutkan.“Apa lagi yang mau dibahas? Tentang pekerjaan ‘kan?” Alina memberi batasan. Ia membuang pandangan ke luar. Berlawanan dengan posisi Fatih duduk menghadapnya. Ia malas menanggapi ucapan Fatih.“Tentang kita.”Seketika, Alina menoleh, bersitatap sepersekian detik. Lalu tertawa sinis.“Kita?” tanyanya bernada mengejek.“Kenapa kamu nggak jadi menikah dengan Rey?”Alina terdiam. Pertanyaan yang ia sendiri tidak tau pasti jawabannya.“Al.”“Aku nggak tau. Tanya sendiri sama Rey.”“Ngga
Magbasa pa
Perdebatan
Alina hanya mau bercakap-cakap melalui sambungan telepon. Ia terlihat baik-baik saja ketika Rey sering meneleponnya. Jika bertemu langsung seperti ini, Alina lebih banyak menghindar. Kecuali jika dihadapan Dian, baru Alina berpura-pura manis.“Sampai kapan Lo menghindari Gue?”“Gue duluan. Taksinya sudah datang.” Alina menuruni tangga teras, mendekati taksi yang berhenti di luar pagar.“Al!”Panggilan Rey tetap diabaikan.“Padahal ‘kan sudah Gue sogok pakai jam tangan, masih juga ngambek,” gerutu Rey. Ia mendesah panjang sambil berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di halaman.Semenjak Rey membatalkan pernikahan dengan Alina, ia mendapat banyak penolakan. Alina tidak lagi seramah dulu, bahkan terkesan ketus di setiap ucapannya.Pada saat menjelang ijab qobul, dirinya pergi meninggalkan Alina. Tentu dengan izin mamanya, Rey memutuskan membatalkan pernikahan itu oleh sebab yang mendasar.Ia tidak ingin dianggap pelarian bagi Alina yang tidak bisa melupakan Fatih. Ia tahu, bahwa Alina
Magbasa pa
Terjebak Situasi
Siang itu juga, Fatih berangkat ke kediaman Omar. Tekadnya sudah bulat, ingin membatalkan pernikahan dengan Anisa. Ia tahu konsekuensi dari keputusan itu. Laki-laki yang sudah seperti orang tua sendiri itu pasti kecewa. Pun demikian halnya dengan Anisa. Sebab, gadis itu telah menyimpan rasa sejak pertama kali mengenalnya.Pesan yang ia kirimkan tidak dibalas oleh Alina. Ia resah. Ia nekat terus menghubungi Alina. Hingga berkali-kali, tetapi tidak disambut oleh Alina.“Angkat dong, Al. Aku sedang berjuang untuk kita.” Fatih mengulang panggilannya, tetapi masih saja tidak diangkat.Akhirnya, ia memutuskan menulis pesan.[Al, angkat teleponku. Penting.]Pesan dikirim. Fatih menunggu hingga mobil yang dilajukan oleh Rohmat hampir sampai di kediaman Omar.[Al, tolong angkat.]Pesan itu tak terbaca. Fatih panik dan mendesah sepanjang perjalanan.[Aku ingin kembali padamu. Tolong beri kesempatan.]Rohmat menghentikan laju kendaraan tepat di depan halaman Omar. Fatih terkejut. Sebab, kesempat
Magbasa pa
Lari dari Masalah
Matanya sayu, bahkan jika diperhatikan dengan seksama, kedua matanya bengkak. Akibat menangis dalam waktu lama membuat Alina tak bisa menyembunyikan kesedihannya.Berulang kali ponselnya berdering. Tak dihiraukannya karena berasal dari orang yang sama. Rohmat. Puluhan pesan diabaikan begitu saja.Ia mencoba mengerti keadaan, bahwa kehadiran Fatih hanya akan menuntut luka lama terbuka kembali. Ia tidak mampu melupakan laki-laki itu bukan berarti bersedia diajak rujuk kembali.[Al, angkat teleponnya.]Pesan paling bawah yang baru saja dibacanya. Seperti pesan lainnya, Alina hanya membuka dan mengabaikan begitu saja.[Aku akan menemuimu di panti.]“Ck, maumu apa sih, Mas? Kurang kerjaan!” rutuk Alina. Tak ingin dipusingkan dengan pesan Fatih yang bertubi-tubi masuk, Alina segera membenahi ranjangnya. Sampai sesiang ini, ia baru beranjak mandi. Jika bukan karena ada jadwal mengajari anak-anak di panti, ia enggan ke luar rumah.Mengingat kesakitan yang terkuak kembali melalui teror telepon
Magbasa pa
Merasa Jadi Pecundang
Tak ingin terlihat bodoh karena kelihatan panik, ia segera memasuki mobilnya. Lalu, melaju meninggalkan panti.“Pengecut,” rutuknya. Ia merasa membenci dirinya sendiri.Fatih terus melajukan mobilnya dengan perasaan was-was. Sementara ponselnya terus berdering, pihak kafe yang sudah ia pesan meminta konfirmasi.“Maaf, pemesanan saya batalkan,” ucapnya pada pemilik kafe. Ia menepikan mobil, mencari jalan keluar agar masalah segera terselesaikan.Buntu. Tak satupun cara yang singgah di kepalanya meski sudah mencoba berpikir keras.Akhirnya ia memutuskan pulang.“Pengecut, selamanya kamu bakal jadi pecundang, Fatih,” rutuknya pada diri sendiri. Menyesali keputusan yang baru saja ia ambil. Tetapi juga merasa beruntung. Sebab, ia bisa menghindari kedua wanita itu dalam waktu bersamaan. Fatih membayangkan kemungkinan terburuk seandainya mereka bertemu dalam satu waktu dengan menatap pria yang sama.“Sudahlah. Begini lebih baik, daripada bertemu terus keduanya jadi salah paham, lebih baik ja
Magbasa pa
Makan Bakso
Malam hari, Rey sudah bersiap di depan kamar Alina. Ia mengetuk hingga beberapa kali sampai pintu yang tertutup sejak sore tadi kini perlahan terbuka. Alina sudah tampak cantik dengan sweeter hitamnya.“Gue nggak mau jauh-jauh. Cukup ke taman remaja aja.” Alina memberi ultimatum.“Sippp, beres,” jawab Rey dengan mengacungkan jempol.Usahanya membuahkan hasil. Ketukan pada pintunya menjelang magrib membuat Alina membuka pintu. Akhirnya, ia bisa bernegosiasi. Mengajak Alina makan bakso seperti permintaan Rey.Mereka menaiki mobil. Meluncur bersamaan. Di belakang mobil mereka, Fatih mengikuti dari jarak jauh.“Tumben ngajakin keluar?” tanya Alina. Ia mengedarkan pandangan ke area taman.“Kepengen aja,” jawab Rey sekenanya.“Gak modus, kan?”“Dih.”“Mana tau.” Alina menjejakkan kaki di rerumputan. Tanpa menunggu Rey, ia bergegas menuju gerobak bakso di pinggir taman. Tak asing lagi baginya karena langganan Dian dan dirinya.“Mang, dua ya? Lengkap,” ucap Alina sambil menjatuhkan bobot pad
Magbasa pa
Memberi Kesempatan
Alina membalas dengan senyuman. Fatih seperti dialiri air di tengah-tengah padang pasir. Dadanya terasa sejuk, juga ringan seakan-akan beban berton-ton sudah lenyap dari pundaknya. Ia merasa memiliki banyak kesempatan.“Al.” Panggilannya membuat Alina berhenti mengunyah.“Bisakah kita menikmati bakso semangkok berdua? Besok, lusa dan selanjutnya?”Alina tercekat, ia tidak menyangka akan mendapatkan todongan pertanyaan secepat itu.“Nggak perlu menjawab sekarang. Sudah diberi kesempatan seperti ini saja, aku sudah senang kok.”“Tapi ....” Alina tampak ragu untuk meneruskan ucapannya.“Aku akan segera bicarakan ini pada tunanganku.” Fatih meyakinkan. Alina malah tampak murung. Ia meletakkan sendok di tangannya.“Berarti belum. Kirain sudah ngomong,” balas Alina lesu.“Kan nggak semudah itu. Bagaimana pun, harus ada pihak lain yang terlibat. Tadinya mau ngomong langsung ke abahnya, tapi rasanya nggak sopan. Kasih mas waktu, ya?”Ingin sekali meraih tangan Alina, kemudian menggenggam jema
Magbasa pa
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status