All Chapters of RAHASIA SUAMIKU: Chapter 151 - Chapter 160
171 Chapters
Apa Tujuannya?
"Bang Arman, sering ke sini?" Dinda menatap Kinan dengan penuh kebingungan. Untuk apa lelaki itu mendatangi rumah ini? Tak takutkah dengan istrinya? Menghela napas panjang, Dinda berharap semuanya baik-baik saja. Barangkali saja ada urusan yang harus diselesaikan Arman dengan Kinan. Apalagi selama ini almarhum Ardi memang biasa berurusan jual beli tandan sawit dengan lelaki ini. Kinan pernah menceritakan tentang sikap istri Arman dengan rinci. Meskipun belum pernah bertemu, Dinda jadi tahu bagaimana karakter wanita itu. Mengapa Arman mencari masalah? Tak takutkah lelaki ini jika istrinya mengamuk tiba-tiba? "Tidak. Untuk apa, Kak?"Kinan menggelengkan kepalanya. Memahami sifat istri lelaki itu, Kinan memilih tak ingin berurusan lebih lanjut dengan wanita itu. Cukup sudah dirinya dicurigai. Tak ingin menambah masalah. Sudah cukup masalahnya selama ini. Tak ingin menambah lagi. "Assalamu'alaikum. Kebetulan Abang
Read more
Mengapa Hanif Menelepon?
Kinan memilih diam saja. Mengabaikan deringan telepon yang kembali terdengar setelah terjadi. Meletakkan kembali gawai itu ke atas meja, namun kali ini dalam posisi terbalik. "Siapa, Nan?"Kinan mendongakkan kepalanya. Melihat tatapan yang menyiratkan banyak tanya dari Dinda. "Bukan siapa-siapa. Nomor tak dikenal. Aku malas menjawab panggilannya. Paling-paling nanti menawarkan sesuatu ujung-ujungnya."Memilih menutupi kenyataan yang sebenarnya, Kinan tak maksud membohongi Dinda. Namun dirinya sendiri tak paham dan tak mengerti. Apa tujuan lelaki itu menghubunginya? Nama Hanif terlihat jelas di layar pipih itu. Lelaki yang baru saja mereka bahas itu melakukan panggilan ke nomor kontak Kinan. Entah untuk apa. Hanya saja Kinan tak mungkin menjawab panggilan itu saat ini. Ada Arman yang pasti akan banyak bertanya nantinya. Kinan benar-benar sedang malas berbagi cerita kepada siapa pun saat ini. Hanya kepada Dinda dirinya ingin be
Read more
Aib Lagi?
"Kakak tak akan percaya. Aku sendiri tak menyangka."Dinda melotot. Menunjukkan kekesalannya ketika tanya itu tak langsung dijawab oleh Kinan. "Bang Hanif. Tapi aku tak mungkin berbicara dengan posisi ada Bang Arman tadi.""Hanif???"Dinda tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Mulutnya menganga dengan mata yang membelalak seketika. "Kamu serius, Nan?"Dinda masih tak dapat percaya. Untuk apa? Bak gayung bersambut, pembicaraan mereka tadi seolah didengar pemilik langit sana. Tak perlu menghubungi lebih dulu. Laki-laki yang sempat mereka bahas tadi ternyata menghubungi lebih dulu. Kinan menganggukkan kepala. Meraih kembali gawainya yang tergeletak di atas meja. "Mungkin sebaiknya aku menghubungi Bang Hanif sekarang. Agar tak penasaran apa maksudnya menghubungiku tadi. Tak mungkin menghubungi jika tak ada hal yang penting rasanya."Dinda manggut-manggut. Menyetujui ucapan Kinan secara tak langsung.
Read more
Tulisan di Secarik Kertas
"Sedikit.  Di bagian ujungnya saja tadi. Kamu percaya dengan yang disampaikan Hanif tadi?""Untuk apa Bang Hanif membohongiku? Tak ada gunanya kurasa."Kinan cepat menyanggah. Apalagi yang disampaikan lelaki itu tadi bukan berniat menjelekkan sosok yang telah tiada. "Jadi Hanif mengajakmu bertemu besok?" tanya Dinda sembari menyandarkan punggungnya. "Iya, Kak. Aku tadi lupa bahwa besok jadwal piketku. Tak mungkin aku meninggalkan sekolah tentunya."Menepuk dahinya, Kinan lupa tugasnya di sekolah esok hari. Menjadi guru piket tentu dirinya tak mungkin akan pergi kemana-mana. "Kakak juga tak mungkin menggantikanmu. Jadwal kita sama."Dinda mendesah kecewa. Jadwal piket mereka memang setiap bulan akan berganti. Tak hanya berganti hari, namun juga berganti rekan. Agar tak monoton dan bosan. Itu alasan kepala yayasan. Kinan memijat pelipisnya. Melemparkan pandangan ke arah jalanan. Tampak Yuk Diana sebuah bersiap
Read more
Pertemuan Dengan Hanif
Matahari menguning, memancarkan panas pagi yang cerah. Raja hari itu menampakkan wajah utuhnya. Memastikan penduduk bumi merasakan energinya. Kinan duduk di bawah pohon mangga. Salah satu tanaman peneduh yang ada di halaman sekolah. Tak ada jadwalnya di kelas saat ini. Hanya dirinya harus menjalankan tanggung jawab sebagai guru piket hari ini. "Nan, Hanif belum datang juga?"Kinan menolehkan kepala. Sosok Dinda tiba-tiba datang dan langsung mendudukkan tubuh di sampingnya. Gelengan kepala sembari bahu yang mengendik cukup sebagai jawaban atas pertanyaan yang ada. Kinan memang sudah mengirimkan pesan agar Hanif datang sebelum pukul 11 siang. Hanya di waktu itu dirinya punya kekosongan jadwal mengajar. Dinda menolehkan kepalanya ketika mendengar deru sepeda motor di luar pagar sekolah. Tak tampak jelas sosok yang duduk di atas kendaraan beroda dia itu. Helm penutup wajah dan jaket yang tebal seakan menyamarkan identitasnya. "A
Read more
Fitnah?
Kinan mengungkapkan tanya pada Hanif. Mengangkat wajah sehingga tatapan keduanya bertemu. Tak lama setelah akhirnya Kinan cepat-cepat menundukkan pandangannya kembali. "Aku hanya menduga. Karena itu jelas merupakan tulisan Salsa. Dan melihat kertas dan tintanya, tulisan ini sepertinya sudah cukup lama."Giliran Dinda yang bereaksi. Mengulurkan tangan sembari menatap wajah Kinan. Secarik kertas itu berpindah tangan. Mengamati kertas itu dengan seksama. Dinda mengernyitkan dahi menunjukkan rasa penasarannya. Memindai deretan aksara yang tintanya sudah mulai memudar itu dengan seksama. Tak ada coretan sama sekali. Kata demi kata dituliskan dengan jelas, tanpa kesalahan. "Jika memang almarhumah Salsa tahu sesuatu, mengapa diam selama ini? Jika memang bukan Bang Ardi pelaku perbuatan keji itu, mengapa Salsa tak pernah mengatakannya?"Kinan mengungkapkan isi hatinya. Mempertanyakan sesuatu yang baginya sungguh sangat patut dipertan
Read more
Saksi?
"Jika aku tak yakin, aku tentunya akan mengabaikan surat ini. Almarhum meninggalkan surat ini tentunya bukan tanpa maksud dan tujuan. Walaupun aku sendiri tak tahu, entah kapan deretan kata ini dituliskan."Kinan tak mengada-ada. Dirinya tak tahu sejak kapan sehelai kertas itu ada. Entah kapan Ardi menuliskan semuanya. Bahkan menyiapkan tempat terbaik untuk menyembunyikan kertas itu agar tak ditemukan olehnya. "Mengapa Ardi tak membela diri selama ini, Nan?" Dinda yang sejak tadi diam akhirnya ikut menyela. Cukup terkejut dengan kenyataan yang tersaji di depan matanya. Kertas yang dikeluarkan Kinan ini tak pernah diketahuinya. "Aku yakin almarhum Bang Ardi telah cukup membela diri dan menyangkal semua tuduhan itu. Apakah aku salah, Bang?"Kali ini Kinan benar-benar menghujamkan sepasang maniknya kepada lelaki itu. Lelaki yang memilih tertunduk dengan wajah yang tampak serba salah. "Tolong jawab, Bang! Apakah almarhum mengelak
Read more
Siapa?
"Ada saksi? Siapa? Mengapa selama ini tak pernah terungkap? Bukankah menurut cerita Bang Ardi tak ada saksi saat kejadian tersebut? Tuduhan muncul karena posisi mereka berdua saat ditemukan. Dan itu menjadi bukti yang tak terelakkan."Kinan sontak melontarkan deretan tanya. Merasa terkejut dan tak menyangka atas ucapan yang disampaikan Hanif itu. Lagi-lagi Hanif meraup wajahnya. Tampak ada gurat keresahan terpancar dari bingkai rahang kokoh itu. Kinan semakin tajam menghujam lelaki itu. Mungkinkah lelaki ini menutupi sesuatu? Dan apa yang diucapkannya tadi merupakan bentuk ketidaksengajaan. "Abang tahu sesuatu. Tapi Abang memilih menutupinya. Entah apa itu. Atau memang Abang sengaja ingin menjebak almarhum Bang Ardi selama ini? Membuatnya sengaja merasa bersalah untuk memeras uang darinya setiap bulan?"Tak tanggung-tanggung ucapan pedas itu Kinan lontarkan dengan tatapan mata yang menyalang. Dinda yang berdiri
Read more
Hanif Tertohok
"Abang tak bisa, Nan."Tampak Hanif memijat pelipisnya. Raut wajah lelaki itu seperti merasa bersalah. "Kami sekeluarga sudah berjanji tak akan membuka identitasnya. Amanah itu kami pegang, tak berniat untuk mengingkarinya. Abang yakin, kalian jauh lebih paham tentang agama dibandingkan diri ini. Ini menyangkut janji dan kepercayaan."Kinan menegang. Telapak tangannya mengepal hingga menampakkan buku-buku putihnya. "Lantas dengan amanah yang harus terjaga itu Abang akan membiarkan saja seseorang terzalimi? Membiarkan fitnah terus terjadi? Abang tahu apa dosanya berbuat tidak adil dan curang bukan?"Kinan menjeda kalimatnya. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk mengisi ruang paru-parunya."Abang tahu apa yang aku pikirkan saat ini?"Sengaja menggantung kalimatnya, Kinan seolah memberi waktu netranya untuk menatap wajah lelaki yang tampak resah itu. "Aku semakin yakin jika sebenarnya almarhum Bang Ardi ta
Read more
Apakah Dia?
"Kinan benar, Bang. Tak seharusnya Abang menutupi apa pun lagi. Nama baik seseorang sedang diperjuangkan saat ini. Apalagi orang tersebut telah tak ada. Abang paham posisi Kinan bukan? Seorang ibu yang sedang berjuang agar anaknya akan mengenai sosok sang ayah dalam kebaikan. Bukan dalam kenangan buruk yang tercipta karena kebohongan."Kali ini Dinda yang mencoba bicara. Mengetuk nurani Hanif agar tak lagi menutupi apa pun yang ada. Hati kecilnya sendiri penasaran. Siapa sosok saksi kunci yang tak ingin identitasnya diketahui itu? Teman Ardikah? Atau sosok itu merupakan teman Salsa? Atau justru saksi kunci itu ternyata merupakan orang yang tak diduga sama sekali? Yang kebetulan berada di tempat itu dan secara tak sengaja melihat peristiwa memalukan tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Yang tak ingin terlibat lebih jauh lagi atas peristiwa memalukan tersebut. "Tapi aku, maksudku kami sekeluarga sudah berjanji. Kami tak akan membuka identitasnya kepada
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status