All Chapters of Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang: Chapter 41 - Chapter 50
120 Chapters
Bab 41
Wajah Mbak Naura bersemu merah, tapi seketika berubah masam. Menatap layar ponsel dengan mata berkaca-kaca. aku tahu hatinya saat ini sedang bimbang. "Siapa yang akan menikahkanku nantinya?" ucapnya lirih, dan aku baru tersadar akan hal itu. Semua terdiam, dan bergelut dengan pikirannya masing-masing. [Untuk itu, aku akan usahakan yang terbaik. insyaaAllah,] Tegas Ustadz Idris, aku dan ibu lega mendengarnya. "Baiklah, aku terima." Mbak Naura berkata dengan lirih dan aku bisa melihat kebahagian terpancar di wajahnya. Meski yang kutahu, hanya Mas Attar dan bapaknya saja yang bisa menjadi wali nikah untuknya, semoga Mbak Naura mendapatkan yang terbaik. [Baiklah, aku dan keluarga akan ke sana malam ini dan meminta ijin pada ibu untuk menikahimu dalam dua hari ke depan. Terima kasih sudah mengijinkan aku mendampingimu,] Ustadz Idris mengakhiri pangilan, setelah Mbak Naura memberikan anggukan kepala. Ya, hanya anggukkan kepala, tidak ada yang lain. Bahkan salam yang dilontarkan oleh
Read more
Bab 42
Hari berganti begitu cepat, hingga datang hari ini. Di mana, Mbak Naura terlihat sangat cantik, dengan kebaya putihnya. Matanya terus berkaca-kaca, memikirkan siapa yang akan menjadi wali nikahnya. Meski aku ada di sampingnya, tidak mengurangi rasa khawatirnya."Na, ini yang kutakutkan," Mbak Yumna memgang tanganku. Aku pun sempat berpikir, siapa yang akan menjadi wali nikah Mbak Naura, yang ada hanya Mas Attar, dan ayah mereka yang entah ada di mana. Tidak ada lagi yang bisa menjadi wali nikahnya selain mereka berdua.Di depan rumah terdengar suara berisik yang memancing keingin tahuan kami. Aku meminta Mbak Naura untuk tetap di dalam kamar, dan aku bergegas melihat ada apa sampai suara mereka menggelegar."Rombongan besan, Bu?" tanyaku pada ibu, terasa geli di telinga mengatakan kata besan pada ibu."Iya," Ibu yang terpaku karena mendengar ucapanku, pandangannya langsung di alihkan ke arah rombongan di depan sana.Ustadz Idris yang didampingi oleh kedua orang tuanya terlihat tampan
Read more
Bab 43
Kursi yang kuminta pun sudah ada di depan kami, pandanganku tidak beralih. Masih memandang wanita hamil yang terlihat sangat pongah."Duduk!" pintaku dengan suara tinggi, menyerupai perintah.Seseorang dari rombongan Ustadz Idris, mengambil kursi itu, dan meletakkannya di belakang Shanum dan Mas Attar. Lalu, beberapa orang membawakan kursi lainnya untuk rombongan yang masih berdiri di belakang dua orang yang tidak pernah ingin aku temui."Jangan bergerak, apalagi berniat maju satu langkah. Aku tidak segan-segan mematahkan kaki kalian," tunjukku pada dua orang yang sudah duduk di depanku, bukan saatnya kau mengunakan emosi yang sudah hampir memuncak."Yumna adalah wanita lembut dan penyayang," Satu kalimat meluncur dari bibir Mas Attar, membuat istrinya mencebik kesal."Yumna siapa yang kamu maksud?1" tanyaku dengan nada tinggi, kemudian aku beralih pada mantan ibu mertua. Mengajaknya masuk, tanpa memperdulikan Mas Attar yang sepertinya ingin berkata sesuatu.Ibu dan bapak mengajak Ust
Read more
Bab 44
Mbak Naura mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah ibu, matanya sudah terlihat sembab."Maksud ibu, apa kamu sudah siap menerima dan mendengar sumpah Ikrar yang akan diucapkan oleh Ustadz Idris?" Ibu mendekat, dan menggenggam tangan Mbak Naura.Wanita di depanku ini langsung menunduk dan kembali terisak, kemudian menole ke arahku. Menatap mataku dengan lekat."Apa boleh aku tidak melanjutkan pernikahan ini?" tanya Mbak Naura dengan suara serak dan berat.Aku dan ibu saling tatap, saat pertanyaan Mbak Naura meluncur begitu saja. Jantungku terasa berdebar kencang, aku yakin ini ada hubungannya dengan kedatangan Mas Attar dan istrinya."Kenapa?" tanya ibu dengan memiringkan kepalanya ke arah Mbak Naura.Mbak Naura menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan sangat perlahan, aku tahu dadanya sangat sesak saat ini. Kulihat Mbak Naura tidak menjawab pertanya ibu, dia memilih diam dan ibu yang makin penasaran, mengulang pertanyaannya lagi."Terlalu banyak yang terluka, apalagi ibu
Read more
Bab 45
Aku yang mendengar kata sah, sangat terharu. Tidak menyangka, pernikahan ini terjadi di rumah orang tuaku. Di mana mempelai wanitanyanya adalah mantan kakak iparku, dan sebagai walinya adala mantan suamiku. Rasa sakit tentu masih sangat kentara, tapi aku bisa mengatasinya."Maafkan mbak, ya, Yumna." Mbak Naura menggengam tanganku erat, mungkin dia melihat mataku yang berkaca-kaca."Apanya yang perlu dimaafkan, Mbak?" Aku tersenyum padanya dan membalas gengaman tangannya."Lukamu, keluargamu dan ibu belum kering, tapi aku malah menyiramnya dengan bensin." Mbak Naura berkata dengan suara berat dan helaan napas panjang."Saat ini, luka kami sedikit membaik dengan melihatmu bahagia, Mbak!" tegasku dengan menatap matanya tajam.. "Air mata ini bukan karena dia, tapi karena melihat dirimu yang akan memulai membina rumah tangga dengan orang yang sangat baik." Aku melanjutkan kataku.Mbak Naura memelukku, dan aku menyambutnya dengan hangat. Bahkan, perias pengantin yang sudah mengetahui kisahk
Read more
Bab 46
"Terserah aku mau menikah dengan siapa!" ketusku. "Lagi pula, kenapa kamu masuk ke sini!" bentakku.Aku berdiri, dan menatap matanya tajam. Begitu juga dengan dirinya yang tidak mengalihkan pandangannya dariku. Sialnya, debaran itu muncul disaat yang tidak tepat."Aku hanya ingin tahu, lelaki mana yang aka menjadi ayah sambung bagi anakku. Jangan lelaki yang tidak berpendidikan dan tidak punya pneghasilan!" ejeknya.Sepertinya lelaki di depanku ini, tidak mempuyai kaca di rumahnya. Atau mungkin kaca pun enggan memperlihatkan sisi buruknya."Setelah kamu tau,kamu mau apa!" Tantangku."Tidak ada lelaki yang pantas untukmu selain aku!" pongahnya.Aku merasakan hawa yang mulai tidak enak, karena ucapan-ucapan Mas Attar. Ekor mataku melirik bapak yang ternyata sudah berdiri di belakangku. Wajahnya memerah dan biirnya bergetar, karena menahan amarah."Lebih baik kamu pergi dari sini, Mas. Dari pada ada keributan di hari bahagia Mbak Naura!" ujarku.Aku mengalah, bukan ingin kalah atau menan
Read more
Bab 47
"Beraninya melamar istriku!" teriak Mas Attar, dan satu pukulan mendarat di iga Hilman.Hilman langsung tersungkur, dan mengaduh kesakitan. Aku sangat yakin, jika pukulan Mas Attar mengenai bagian vital di perut bagian sampingnya."Pak," lirihku, yang langsung duduk di sampinG Hilman.Mas Attar mundur, dan pergi seperti pengecut. Tidak heran lagi dengan tingkah anehnya. Apa dia tidak mendengar keputusan hakim, jika kami sudah resmi bercerai dan masa iddahku juga sudah lewat.[Radit! Cepatan pulang, lagi genting di sini. kamu langsung awa motor kamu ke belakang, ya.]Bapak menghubungi Radit, dan meminta adikku segera pulang. Rasanya aku ingin memukul dan membalas apa yang sudah dilakukan ole Mas Attar pada Hilman, hanya karena rasa yang telah usai dia berbuat buruk pada orang yang salah.Cukup lama Radit datang, membuat aku dan bapak kebingungan. Para tetangga menyarankan untuk membawa Radit ke rumah sakit segera, tapi kami juga tidak ingin acara ini berantakan karena ulah Mas Attar.S
Read more
Bab 48
Setelah memastikan semua aman dan terkendali, aku meminta ijin pada ibu untuk pergi ke rumah sakit. bagaimana pun, Hilman terluka karena aku. Setidaknya aku harus menjenguknya. "Tapi ini sudah malam, Yumna!" ujar ibu, aku tau ibu khawatir. Akan tetapi, aku juga mengkhawatirkan Hilman. Bukan karena cinta, tapi karena merasa bersalah. Setelah membujuk ibu, dan mendapatkan ijinnya. Aku langsung menuju rumah sakit, tentu sudah mempersiapkan susu dan lainnya untuk Aqila. Beruntunnya, aku memiliki anak yang tidak rewel. Aqila bisa dekat dengan siapa saja, yang sering dilihatnya. *** [Dit, mbak diparkiran nih, kamu di kamar apa dan nomor berapa?] Tanyaku pada Radit. Saat akan berangkat tadi, aku sudah menghubunginya, bertanya mereka ada di rumah sakit mana, tapi lupa menanyakan detailnya. [Tunggu di sana saja, Mbak!] Radit mengakhiri pangilan teleponnya, aku hanya berdiri memperhatikan setiap orang yang lalu lalan. menunggu itu ternyata hal yang tidak mengenakkan. "Mbak enggak capek?
Read more
Bab 49
"Aku pikir kamu tertidur," ujarku menahan malu."Aku tadi tidur, tapi aku mendengar suara orang yang aku cintai, jadi otakku langsung merespon," Dengan senyum manis dia memandangku.Salah tingkah, tentu saja. Bagaimana pun hanya Mas Attar yang memandangku selekat itu dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan Radit pun tidak berani melihatku lama-lama, karena takut ada cinta diantara kami, ujarnya waktu itu.Aku beranjak, ingin menjauh dari Hilman. Namun, tanganku dicekal olehnya, membuatku sedikit terhuyung ke samping. Beruntung, aku tidak jatuh ke arah Hilman berbaring."Tenaga kamu sepertinya sudah pulih, seharusnya aku pulang saja!" kesalku. "Lepas tanganku," pintaku kemudian.Hilman melepas tanganku dan meminta maaf karena berlaku kasar. Sebenarnya dia tidak kasar dengan apa yang dilakukannya, hanya saja aku tidak ingin jatuh cinta lagi untuk kedua kalinya pada lelaki asing, selain bapak.Aku beberapa kali menguap, karena meman cukup lelah. Meskipun pesta itu tidak begitu banyak m
Read more
Bab 50
Mataku membulat sempurna, meraba bibir dan mencari apa yang dikatakan oleh gadis kecil yang tidak lain adalah adik dari Hilman.Tante Rumi memukul pundak gadis kecilnya dan memarahinya, sedangkan aku langsung berlari ke kamar mandi. Membasuh wajahku dengan air berkali-kali, aku menepuk keningku sendiri. Merasa lalai dengan kewajibanku sebagai umat beragama."Jam berapa ini?" gumamku.Tidak ingin ambil pusing dengan iler yang dikatakan oleh gadis kecil itu, aku keluar dari kamar mandi dan berpamitan. Tante Rumi mencegahku, dan memintaku untuk menunda kepulanganku, karena ini masih subuh. Mendengar itu, aku bernapas lega."Kalau begitu, saya ke Musala dulu, tan," ijinku.Aku sedikit membungkuk, saat melewati kerabat Hilman yang lainnya. Senyum mereka membuatku sedikit tidak nyaman. aku jadi menafsirkan sesuatu yang tidak baik. Buru-buru aku ke musala terdekat dan melaksanakan sholat, meski jam sudah menunjukkan pukul 6. Prinsipku, lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali."Maaf
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status