All Chapters of Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang: Chapter 31 - Chapter 40
120 Chapters
Bab 31
Sungguh, aku dibuat ketar-ketir oleh sikap ibu yang mendadak berubah. Tidak pernah terbersit, jika ibu akan membelaku. Akan tetapi, saat ini pemandangan di depanku membuat darahku mendidih."Apa kamu tidak menganggap aku sebagai orang tuamu lagi?" ketus ibu mertua dan membuatku bernapas lega."Bu!" Aku memeluknya erat, dan menangis di pundaknya yang mulai rapuh.Ibu mengurai pelukan kami, dan mengecup ubun-ubunku lembut. Lalu mengusap lenganku dengan mata yang sudah sangat mendung."Aku adalah ibumu! Itu yang perlu kamu ingat!" ujar ibu dengan penekanan di setiap kata-katanya.Rasanya, kaki ini tidak sanggup melangkah untuk pergi, saat bapak kembali berpamitan untuk yang kesekian kalinya, karena Radit sudah datang untuk menjemputku dan Aqila. Mereka berdua benar-benar menganggapku sebagai anak dan adik.Saat aku sudah naik ke atas motor Radit, beberapa tetangga datang dan memelukku yang tetap pada posisi. Mereka tidak menyangka, jika pernikahanku berakhir tragis seperti ini. Para tet
Read more
Bab 32
"Loh, bukannya kamu di luar kota?" tanyaku pada Hilman, yang ternyata bukan halusinasi saat melihatnya tadi.Hilman tertawa dengan tangan menggaruk leher belakangnya, yang aku yakin tidak gatal. Senyumnya sangat menawan, sayangnya dia masih menjomblo hingga saat ini. Entah apa yang dia cari."Kamu masih sedih dan galau?" tanya Hilman, dan langsung dijawab oleh Radit yang sangat menyebalkan."Mbak Yumna itu masih terkenang masa-masa manis bersama si brengsek itu, sampai logikanya tertutup dan hatinya belum bisa menerima keadaan!" kesahnya dan aku langsung memukulnya. "Aw! Sakit, Mbak!" keluhnya kemudian, dengan memegangi lengannya yang baru saja kupukul.Aku hanya bisa tersenyum kesal ke arah Hilman yang bisa tertawa lepas, jika saja ada Mas Attar di sini dan sikapnya seperti dulu, ah, semua hanya khayalan belaka dan aku tidak ingin dia memasuki kehidupan seperti dulu lagi."Bagai mana dengan tawaranku?" tanya Hilman dengan memasang wajah serius."Uangku tidak banyak, Man. Untuk memban
Read more
Bab 33
Suara deheman dari bapak, membuat Hilman melepaskan pandangannya padaku dan menatap ke asal suara. Bapak sudah berdiri di belakangku dengan kedua tangan berada di belakang, dan ibu yang membawa 4 gelas teh hangat. juga ada camilan yang tadi sore ibu buat. "Eh, ada Hilman, gimana kabarnya, Nak?" sapa ibu dengan sangat lembut. "Baik, Bu. Mama dan papa titip salam untuk ibu dan bapak," Hilman langsung meraih tangan ibu untuk salim takzim, begitu juga dengan bapak. Bapak duduk di dekat Radit, dan ibu meletakan nampan yang berisi makanan dan teh hangat. Iu kemudian menyodorkan satu gelas teh ke hadapan, Hilman. Lelaki di depanku ini, menolak secara haalus, ya, aku tahu karena minuman itu hanya ada 4, Pasti ibu membuatnya sebelum dirinya datang. "Kamu ini!" Ibu tentu meradang dengan aksi penolakkan dari Hilman, dan kembali memaksanya. "Aku sudah hampir ngantuk. Kalau minum teh, bakalan begadang," Aku mengambil satu persatu dan meletakkannya di depan orang yang seharusnya menikmati dan
Read more
Bab 34
Sudah dua bulan sejak pertemuan yang membahas masakah usaha membuka cafe, seperti perkiraanku, ibu dan bapak terlalu antusian dengan hasil pemikiran Hilman. Padahl aku masih ada keraguan dan ketakutan, akankah bisa menjalaninya, atau akankah Hilman berbuat curang."Kamu kenapa?" tanya ibu, yang membuyarkan lamunanku. "Enggak usah dipikirin terlalu berat, jalani saja apa adanya. Biar Allah yang menuntun kita," Sepertinya ibu tau apa yang sedang aku pikirkan."Tapi, Bu. Modalnya cukup besar, bagaimana kalau kita ditipu, atau kita tidak bisa menjalankannya?" Aku mengutarakan kekhawatiranku.Ibu mengusap kepalaku, lalu merangkul pundak. Mengatakan, jika aku hanya terlalu paranoid dengan keadaan. "Bukannya lebih baik kita jaga-jaga, Bu?" Aku hanya tidak ingin uang Aqila akan habis begitu saja, dengan cara menginvestasikan ke dalam bisnis yang tidak aku kuasai. jangankan menguasainya, mengerti saja tidak."Jaga-jaga boleh, tapi yang ibu lihat selama ini, Hilman lelaki yang baik dan sayang
Read more
Bab 35
Hari begitu cepat berganti, dan kini masa iddahku selesai. Meski urusan cerai resmi belum juga beres, karena Mas Attar kekeh meminta kembali uang yang ada padaku. Berakhir dengan gugatanku dan ibu yang meminta hak kami, seperti saat kami berada di rumah Pak RT."Hai, Assalamualaikum," sapa Hilman, ketika aku sampai di depan rumah."Eh," Aku terkejut melihatnya yang duduk manis di temani oleh ibu. Ibu memang tidak ke kebun, karena harus menjaga Aqila, saat aku harus menghadiri sidang. "Waalaikumusalam, Man," Aku sampai lupa membalas salamnya."Bagaimana sidangnya?" tanya Hilman dengan wajah serius."Masih alot, sepertinya Mas Attar sengaja. Untung saja aku dapat pengacara handal tanpa harus membayar," ujarku dengan senyuman lebar.Obrolan pun berlanjut, aku bertanya padanya kenapa menghilang setelah menawarkan kerja sama. Hilman pun menjelaskan secara detail ke mana dirinya selama ini, dan itu membuatku melongok. Padahal, aku hanya bertanya sekedar basa-basi, bukan ingin mencari tahu t
Read more
Bab 36
"Ibu, Mbak Naura, Adam!" pekikku kegirangan. Karena baru hari ini aku bisa berjumpa dengan mereka, selama masa iddah aku tidak pernah ke mana pun, tapi mereka berdua selalu menyemangatiku dengan mengirim pesan atau pun paket. Aku memeluk mereka dengan erat, dan juga dengan tetesan air mata. Ibu dan Mbak Naura, sepertinya sama denganku, menahan rindu. "Maaf, kami baru bisa berkunjung," Mbak naura terdengar sangat lesu. "Ada apa, Mbak?" tanyaku. "Ah, iya, ayo masuk," Aku sampai melupakan, jika kami masih ada di luar rumah. "Aku ajak mereka dulu, ya, Man. Ibu keluar, karena mendengar di ruang tamu berisik. Tentunya dari suara kami yang menggema memenuhi ruangan. Ibu pun memeluk mantan ibu mertuaku dan juga Mbak Naura. Bertanya kabar dan bersenda gurau, seperti biasa saat sebelum perpisahanku dan Mas Attar. "Nak, masa iddahmu sudah selesai, kamu sudah memikirkan mau usaha apa?" tanya ibu mertua, tepatnya mantan ibu mertua. "Hilman dan Radit, mengajakku untuk membuka cafe, tapi aku
Read more
Bab 37
"Rumah siapa yang mau dijual, Mbak?" tanyaku, saat keluar dari dapur dengan membawa minuman. "Diminum dulu, Bu," Aku mengulurkan satu gelas air putih untuk ibu, agar beliau bisa melepaskan dahaga. Nampak sekali keterkejutan Mbak Naura, yang melihat kedatanganku. kemudian dia membenarkan posisi duduknya dan berdehem. Aku kembali mengulurkan segelas air putih untuknya dan di sambut hingga tandas. "Mbak Naura kenapa?" tanyaku selidik, sepertinya mereka menyembunyikan sesuatu dariku. "Eee ... enggak apa-apa," elaknya, tapi aku rasa dia sedang bingung, karena melirik ke arah mantan Ibu mertuaku. Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, menatap mantan ibu mertua yang terlihat sangat kurus. "Ibu sehat?" tanyaku lirih. "Bagaimana ibu bisa sehat, jika anak, menantu dan cucu semua pergi dariku!" Dom! Seperti ledakan yang sangat besar di hatiku. Ibu terdengar sangat kecewa. "Ibu masih mempunyai anak dan menantu, sebentar lagi mereka juga memiliki anak." Aku hanya bi
Read more
Bab 38
"Iya, itu uang!" jawab mantan mertuaku dengan santai. "Kamu carikan ibu rumah kecil yang sederhana dan nyaman di sekitar sini," imbuhnya, dengan memandang kosong ke arah lain."Ini uang dari mana, Bu?" Bukan curiga, tapi aku tahu mantan mertuaku memiliki berapa uang di rekeningnya. "Apa ibu menjual rumah ibu?" Aku baru sadar dengan apa yang ditanyakaan oleh Mbak Naura tadi."Sepertinya, ibu akan lebih baik tinggal di sini. Aku pun bisa setiap saat ke sini!" Mbak Naura yang menjawab kebingunganku.Entah ada apa dengannya sehingga ingin tinggal di dekatku, tapi aku rasa ada hubungannya dengan Mas Attar dan istri barunya. Ingin bertanya lebih, sepertinya tidak mungkin karena ibu sejak tadi memilih diam."Mbak," Aku menatap Mbak Naura, dan bertanya dengan menaikkan alis."Kamu keberatan enggak, kalau ibu berada di sekitarmu?" tanya Mbak Naura, yang sepertinya tahu aku sedang bingung dan gelisah.Aku diam, sedang sangat bingung dengan permintaan dari mantan mertuaku. Aku tidak ingin lagi b
Read more
Bab 39
Tubuhku gemetar, melihat banyak dara yang mengalir dari hidung mantan mertuaku. Rasanya tubuhku kaku, saat meliat tubuhnya melayang di bawa oleh Radit yang baru saja sampai, ke kamar."Na, sadar!" ibu mengguncang tubuhku, dan memapah untuk masuk mengikuti langkah ibu."Bu, ada apa dengan dia?" tanyaku pada ibu."Sudah ... sudah, jangan dipikirkan dulu. Kita bawa ibu mertuamu ke rumah sakit," ujar bapak yang tadi sempat mengurungkan niatnya ke kebun. "Bapak mau pinjam mobil Pak Rt dulu," Bapak meninggalkanku yang masih bingung.'Dia sakit? Sejak kapan?' ocehku.Suara mobil terdengar di depan rumah, akau berpikir, jika bapak sudah mendapatkan pinjaman kendaraan itu. Namun, suara seseorang membuatku ragu, "Apa yang terjadi?" Mbak Naura bertanya padaku, matanya penuh selidik dan tangannya mencengkram lenganku erat.Aku hanya menggelengkan kepalaku, karena aku pun tidak tahu apa yang terjadi pada wanita yang menyayangiku, meskipun hubunganku dan anaknya sudah berakhir.Mbak Naura mengempa
Read more
Bab 40
Rombongan itu mendekat, dan terlihat kaget dengan pemandangan yang ada di depan mereka. Lelaki yang tidak kukenal mendekat dan bertanya nama seseorang, betapa lemasnya lututku ketika pertanyaan itu meluncur."Rumahnya masih dua kilometer lagi dari sini, Pak," Radit yang menjawabnya.Tadi, aku dan Mbak Naura yang sedang bersedih, mendadak menjadi terpana dan jantung berdetak kencang. Telinga kami seperti menangkap perkataan yang sama, yaitu 'Di mana rumah Attar'. ternyata yang ditanyakan, 'Di mana rumah Ratar!'Setelah rombongan yang salah tempat, pergi. Aku kembali menatap Mbak Naura yang sempat tersenyum kikuk, kemudian menajaknya bicara dari hati ke hati."Biarkan di sisa umur ibu mendapatkan kebahagian yang sangat dia inginkan, Mbak mohon bantu mbak untuk memenuhin apa yang ibu harapkan," Mbak Naura mengatupkan kedua tangannya, dengan mata yang berkaca-kaca."Mbak," lirihku dengan mengenggam tangannya erat. "Ibu pasti akan sembuh," Aku mencoba meyakinkan Mbak Naura, jika mukjizat i
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status