All Chapters of Istri Dekilku Anak Sultan: Chapter 111 - Chapter 120
431 Chapters
Bab 111
"M-maaf, Pak! Mulai sekarang setiap pengeluaran uang perusahaan, harus persetujuan Ibu Shinta." Tedi tertunduk tak berani memandang wajah Raka yang memerah. Raka panik. Jika dia tak segera mengiirm uang pada Aina, wanita itu pasti akan berbuat nekad lagi. Bisa-bisa lebih nekad dari pada tadi. "Kamu kan tau Shinta sedang ada di luar kota?" "Iyy-iyaa, Pak." Kali ini terpaksa Raka sedikit keras pada Tedi. Padahal selama ini Raka terkenal sebagai atasan yang jarang sekali membentak, apalagi marah-marah. "Selama Shinta tidak ada di kantor, Aku yang pegang kendali!' tegasnya lagi. Namun Tedi bergeming. Dia masih berdiri mematung di hadapan Raka. Ucapan Shinta waktu itu masih segar diingatannya. "Stop aliran dana perusahaan ke rekening suamiku. Katakan padanya, setiap pengeluaran uang harus melalui persetujuanku." Pernyataan Shinta saat itu cukup tegas. Tedi tidak berani membantah. Dia tau kedudukan Shinta di perusahaan ini. Akan fatal akibatnya jika dia berani membantah pemilik tun
Read more
Bab 112
"Sini, biar Aku yang bawa barang-barangmu." Rein mengambil alih koper dari tangan Shinta, lalu menaikkannya ke atas trolli. Pesawat yang membawa Rein dan Shinta telah mendarat setengah jam yang lalu. Kini mereka sedang berjalan menuju lobby penjemputan. Selama di kota padang Shinta telah mempersiapkan salah satu karyawan kantor cabang Sumatera untuk antar dan jemput selama dia dan Rein berada di sana. Dalam hatinya Rein tak henti-hentinya memuji keanggunan Shinta. Dia sangat bersyukur, dengan adanya perjalanan bisnis ini, ia bisa lebih dekat dengan wanita pujaan hatinya. Dalam hatinya Rein bertekad akan selalu menjaga dan membuat Shinta bahagia, walaupun saat ini Ia tak bisa memilikinya. "Selamat siang Bu Shinta. Kita langsung ke Hotel atau ...." "Ke Hotel dulu. Setelah makan siang, baru kita menuju ke lokasi," sahut Shinta pada Arman, salah satu manager di kantor cabang Palembang. Arman sengaja datang ke kota Padang untuk membantu Shinta mengawasi proyek wisata dan penginapan ya
Read more
Bab 113
"Apa kamu dan Maira sedang ada masalah?" Pratama memandang Raka dengan tatapan menyelidik. Raka yang sejak tadi gemetar, merasa tidak tenang saat duduk di salah satu kursi di ruang kerja Shinta yang cukup luas. Ruangan yang dirancang istrinya itu berfungsi tidak hanya sebagai ruang kerja, tapi sekaligus ruang keluarga. Maksudnya, Shinta bisa memantau perusahaannya dari rumah sambil mengawasi Kaisar bermain di dekatnya. Namun kenyataannya selama ini dia hanya mempercayakan pengelolaan perusahaan seratus persen pada suaminya. Raka merasa sangat bersalah, karena tidak bisa menjaga kepercayaan Shinta. Kini dia pun takut Ayah mertuanya mengetahui kesalahan yang dia lakukan. "Raka, jawab pertanyaan Ayah!" "K-kenapa Ayah berpikir seperti itu?" Raka balik bertanya dengan jantung berdebar. Dirinya sejak dulu memang sudah dekat dengan Pratama. Jauh sebelum dia menemukan Shinta kembali. Namun tatapan Pratama yang begitu tajam tetap saja membuatnya gentar. "Kenapa kamu membiarkan Maira
Read more
Bab 114
"Kamu kenapa? Sakit?" Rein memandang Shinta penuh rasa khawatir. Sejak makan siang tadi, Shinta banyak murung dan tak banyak bicara "Shinta ..." "Eh, iy-iyaa, kenapa?" sahut Shinta gugup "Kamu sakit?" tatapan Rein semakin lekat, membuat Shinta gelagapan dan merasa salah tingkah. "Ah, tidak. Kata siapa?" tanyanya kembali. "Sejak tadi kamu hanya diam. Wajah kamu murung. Tidak biasanya kamu seperti ini. Apa ada masalah?" Shinta melangkah ke arah rerumputan hijau yang nampak sangat indah. Saat ini mereka sedang meninjau lokasi proyek di salah satu daerah wisata di sumatera barat. Rein mengikuti langkah Shinta menuju sungai kecil tak jauh dari tempat mereka berdiri. Hari sudah sore. Mereka baru saja selesai diskusi dengan beberapa perwakilan dari warga sekitar lokasi dan kontraktor yang akan bekerja sama. Rein menghampiri Shinta yang berdiri membelakanginya. Bahu wanita itu sedikit berguncang. "Kamu menangis lagi, Shinta," gumam Rein nyaris tak terdengar. Perlahan Rein melangka
Read more
Bab 115
Rein membuka matanya dan langsung tertuju pada Shinta yang masih terbaring. Jam pada pergelangan tangannya nenunjukkan pukul enam pagi. Perlahan dia bangkit mendekati ranjang. Punggung tangannya yang kokoh ditempelkan pada dahi wanita yang masih memakai hijabnya itu. "Demam ....," gumamnya. Shinta mengerjapkan matanya merasakan sesuatu yang hangat menempel di keningnya. "Rein, tolong antar aku ke kamarku!" lirih Shinta dengan suara yang mulai serak. "Baiklah. Ayo!" Rein membungkuk hendak menggendong Shinta. "Ja-jangan, Aku bisa berjalan!" Shinta menahan kedua tangan Rein yang hendak mengangkat tubuhnya. Akhirnya Rein membantu Shinta untuk berdiri dan memapahnya keluar kamar. Dia mengerti. Shinta pasti tidak akan nyaman berada di kamarnya terus. Debaran demi debaran mereka rasakan saat ini. Tubuh mereka sangat dekat bahkan saling bersentuhan. Tak ada yang sanggup berbicara hingga Shinta sampai ke kamarnya. Mereka sibuk menahan rasa yang tak menentu serta detak jantung yang semak
Read more
Bab 116
Rein perlahan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Shinta. Saat ini Raka lebih berhak atas diri Shinta. Dia tak punya hak apapun untuk menjauhkan Shinta dari suaminya. Sementara Raka tersenyum senang melihat Rein tak lagi berdekatan dengan istrinya. Setelah menutup pintu, Raka kembali menghampiri Shinta. "Sayang, Aku akan merawatmu di sini sampai kamu pulih, kemudian kita pulang." Raka merubah rencana untuk segera kembali ke Jakarta. Mungkin beberapa hari berdua saja dengan istrinya itu akan memperbaiki hubungannya kembali. Shinta tak menjawab. Dia masih tak percaya dengan kehamilan keduanya ini. Bagaimana nanti dengan perusahaannya. Apa dia masih bisa terjun mengawasi perusahannya secara langsung? Lalu bagaimana dengan skandal antara suaminya dengan wanita bernama Aina itu? "Sayang, kamu mau makan apa? Biar nanti aku pesankan. Kamu pasti belum sarapan." Raka terus berbicara sambil mengompres istrinya. Sesekali mengecup mesra kening Shinta dan membelainya dengan lembut. "Aku ing
Read more
Bab 117
"Maira Sayang, kamu dimana?" Shinta yang baru saja kembali masuk ke kamar mandi, bernapas lega. Ternyata yang datang adalah suaminya. Perlahan melangkah keluar masih menggunakan jubah mandinya. "Aku di sini, Mas," sahutnya dingin seraya melepas jubah mandi dan kembali menggantungnya di dekat pintu kamar mandi. "Kenapa tidak tunggu Aku?" Raka menghampiri Shinta yang kini hanya berbalut handuk. Dirinya hanya bisa menelan saliva melihat pemandangan yang memancing hasratnya. Andai saja Shinta sedang tidak sakit, tentu ia sudah tak sabar ingin membawanya ke ranjang. Raka akui, Shinta jauh lebih cantik dari pada Aina. Hanya saja Aina sangat pandai memuaskannya di ranjang. Shinta adalah wanita yang sangat lembut dan sangat menjaga kehormatannya. Oleh sebab itu, Shinta tidak pernah berskap seliar Aina dimanapun dia berada. Kadang Raka merasa menyesal, kenapa tak pernah bisa menolak Aina dalam masalah ranjang. Istri simpanannya itu sukses membuatnya candu pada tubuhnya. Namun untuk cinta
Read more
Bab 118
"Maira, ada apa?" Sontak Shinta menoleh ke belakang. Ternyata Raka telah terjaga dan duduk di belakangnya. Raka kembali hendak meraihnya. Namun Shinta beringsut mundur. Merasa tak sudi jika Raka kembali memeluknya. Shinta menghapus air mata dengan punggung tangan. Dadanya naik turun menahan emosi. "Maira ... kenapa ...?" "Cukup, Mas! Lebih baik kamu kembali ke Jakarta dan temui perempuan itu!" Shinta berkata tegas dengan gemuruh hebat di dadanya. "Sayang ... kamu bicara apa? Perempuan apa?" Raka pura-pura bingung dengan senyum yang dibuat-buat. Padahal di dalam hatinya dia merasa sangat cemas mendengar perkataan Shinta. Dari mana istrinya itu tau kalau Aina ada di Jakarta? Tanpa menjawab, Shinta bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya sebentar, kemudian merapikan pakaiannya dan mengenakan hijabnya. "Kamu mau ke mana, Sayang?" Wajah Raka terlihat panik melihat Shinta sudah rapi. Setelah meraih tasnya yang berada di meja rias, Shinta melangkah menuju pintu keluar t
Read more
Bab 119
Raka masih menahan emosinya. Ingin rasanya menyusul Shinta dan mengajaknya kembali ke kamar. Namun itu tak mungkin dia lakukan. Shinta akan semakin marah. Hubungan mereka pun akan semakin buruk. Dia tak ingin kehilangan Shinta. Cintanya pada Shinta tak pernah berubah. Susah payah Raka menahan emosinya. Menekan sikap egonya sebagai laki-laki. Mengesampingkan rasa cemburu yang membabi-buta. Padahal tangannya sudah gatal sejak tadi ingin menghajar Rein. Tak peduli tubuh pria setengah bule itu jauh lebih besar darinya. Namun dia tak ingin ceroboh. Biarlah saat ini mengalah, demi keutuhan rumah tangganya bersama dengan Shinta. Raka merasakan getaran di saku celana yang ternyata berasal dari ponselnya. Perlahan diraihnya telepon genggam itu dan membukanya.Ternyata panggilan pada ponselnya itu dari Aina. Wanita yang tak bisa dia hindari. Kemanapun Raka pergi, Aina akan terus mengejar dan mengancamnya. "H-hallo!" "Raka, kamu di mana? Aku menunggumu di hotel sejak kemarin. Jangan main-mai
Read more
Bab 120
Shinta merasakan tubuhnya sangat lelah. Mungkin seharusnya dia memang istirahat. Tapi berlama-lama bersama Raka di kamar hotel membuatnya kembali mengingat wanita yang bernama Aina itu. Dengan bekerja, masalah dapat dia lupakan walau sesaat. "Wajahmu pucat. Sebaiknya kita makan dulu!" ajak Rein saat perjalanan kembali ke hotel. "Boleh. Sepertinya Aku memang sering lapar belakangan ini Bisa bahaya kalau berat badanku naik banyak," sahut Shinta terkekeh. "Wajarlah. kamu makan bukan untuk dirimu sendiri. Tapi ada seseorang di dalam sana yang juga harus sehat." Rein berkata lembut sambil melirik sekilas pada perut wanita di sampingnya.Shinta tersentuh karena merasa Rein lebih perhatian ketimbang Raka. Padahal anak yang sedang dikandungnya saat ini adalah anak Raka. "Arman, kita berhenti di restoran depan!""Baik, Pak!" Arman menuruti permintaan Rein dan berhenti di depan sebuah restoran padang yang cukup mewah. "Mau makan apa, hum ..? Soto padang atau sup iga?" Tawaran Rein membu
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
44
DMCA.com Protection Status