All Chapters of Istri Dekilku Anak Sultan: Chapter 91 - Chapter 100
431 Chapters
Bab 91
Tak lama kemudian mobil itu berlalu setelah Mela turun dan melambaikan tangannya pada laki-laki itu. Aku dan Raka perlahan turun setelah melihat Mela masuk ke dalam rumahnya. "Bu .... haus, nih. Ambilin minum dingin, dong!" teriak Mela seraya menjatuhkan bobotnya di kursi tamu. Ibu datang tergopoh-gopoh membawa sebotol air dan gelas. "Lamaaa banget! Nggak tau kalau aku udah kehausan!" bentak Mela seraya melotot pada Ibu. Astaga Mela!! Aku geleng-geleng kepala melihat perlakuan Mela pada Ibu, dari balik pintu ini. Akhirnya aku dan Raka perlahan mengetuk pintu. "Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam." "Ya Allah, Shinta ...! Kamu datang ke sini, Nak? Ini kamu beneran yang datang, Shinta?" Ibu tak kuasa menahan haru. "iya, Bu. Ini Shinta. Ibu apa kabar?" Aku sontak meraih tubuh ibu dan memeluknya. Wanita yang terlihat makin tua itu tergugu dipelukanku. Sementara Mela yang sedang duduk santai, sontak berdiri terpaku memandang kami. "Ibu ..., Shinta kesini cuma mau bilang. Ruma
Read more
Bab 92
Sejak kemarin aku dan Raka menginap di hotel ini. Karena malam ini akan diadakan acara peresmian perusahaan Eternal Group yang telah sah menjadi milikku sekarang. Raka ingin aku tampil di depan semua tamu. Walaupun secara operasional Suamikulah yang mengelola secara keseluruhan. Tapi Raka ingin para relasi dan semua karyawan mengenal aku sebagai pemilik tunggal Eternal Group. Acara peresmian yang berlangsung secara formal berjalan dengan lancar. Setelah acara serah terima, dilanjutkan acara ramah tamah antara para undangan. "Terima kasih sudah datang, Pak Handoko!" "Sukses buat anda berdua Raka dan Shinta. Saya tidak pernah menyangka perusahaan itu diwariskan padamu, Shinta."Pak Handoko dan Istrinya menyalami kami. "Terima kasih Pak, Bu!" sahutku seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Tiba-tiba aku merasa sedikit mual. Sepertinya aku harus ke toilet. Raka masih asik berbincang menyambut para tamu. Aku melangkah menyusuri ruang yang begitu luas sambil menyapa pada tam
Read more
Bab 93
Laki-laki itu berkali-kali melihat jam yang melingkar di tangannya. Perlahan Rein meraih jemariku. "Shinta ... jaga dirimu baik-baik ...! I love you!" Aku tertegun saat Rein mengecup jemariku. lalu Pria itu melangkah mundur dan berbalik badan, lalu menghilang di ujung balkon. Tak sadar bulir-bulir bening mulai berjatuhan di wajahku. Betapa tulus hatimu, Rein. "Sayang ..., kamu di mana?" Aku tersentak mendengar teriakan Raka. Segera kuhapus air mata ini. Perlahan aku kembali ke dalam toilet wanita. Kemudian kembali keluar menghampiri Raka. "Mas ..., maaf. Tadi aku merasa mual." "Apa kita kembali ke kamar saja?" "Jangan, Mas! Acaranya belum selesai. Sekarang sudah lebih baik, kok," sahutku tersenyum. Kamipun melangkah kembali menghampiri para tamu yang sedang mencicipi hidangan. Tiba-tiba seorang pengawal menghampiri Raka "Maaf, Tuan. Ada beberapa polisi sedang mencari tahanan yang melarikan diri. Mereka melihat tahanan itu ada di sekitar sini." Wajah Raka menggelap. "Kura
Read more
Bab 94
Note : Mulai Bab ini dan seterusnya, author akan menggunakan Pov 3 . ------'"Maira, tolong siapkan pakaianku!" Raka tampak terburu-buru saat ingin berangkat ke kantor. Tidak seperti biasanya Shinta Humaira, melihat suaminya seperti ini. Jika akan keluar kota, Raka pasti bicara malamnya. Namun suaminya itu baru saja pulang pukul tiga pagi tadi. "Mau kemana lagi, Mas? Kamu baru saja pulang pagi tadi," tanyanya sambil menepuk-nepuk lembut tubuh Kaisar, buah hati mereka yang sempat terjaga mendengar suara Raka yang agak keras. "Maira, Aku ada meeting mendadak pagi ini di Bandung. Sudahlah, cepat bantu aku!" Ke bandung lagi? Shinta terheran, dalam satu bulan ini, sudah tiga kali Raka ke Bandung. Terlebih suaminya itu hanya pergi sendiri. Tidak dengan Said, asisten pribadinya. "Rencana di Bandung berapa hari, Mas?" tanya Maira seraya melipat beberapa pakaian kerja suaminya "Mungkin tiga hari." Raka masih terus sibuk membalas pesan pada ponselnya. "Bawa stelan jas hitam, ya!" "Jas
Read more
Bab 95
Wanita yang kini selalu berpenampilan elegan itu mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya "Hallo, Said. Jam sepuluh nanti ada meeting dengan perusahaan mana?" "Eh, B-bu Shinta. D-dengan PT Anggada Jaya. T-tapi Pak Raka membatalkannya karena ada keperluan mendadak ke Bandung, Bu." "Jangan dibatalkan! Biar saya yang handle." "T-tapi, Bu ..." "Sudah cepat siapkan segala sesuatunya. Saya segera ke kantor." Shinta gegas menutup panggilannya. Kecurigaannya semakin beralasan ketika mendengar kegugupan Said-asisten pribadi Raka. Selama perjalanan menuju ke kantor, Shinta terus mempelajari bahan-bahan meeting yang dikirm oleh Said lewat email. Beruntung dia telah banyak menguasai seluk beluk semua perusahaannya. Untuk saat ini perusahaan inti dipegang langsung oleh Raka. Sedangkan beberapa anak perusahaannya di serahkan pada Hafiz-kakak tirinya. Shinta sangat percaya pada Hafiz. Walau hanya kakak tiri, Hafiz begitu menyayanginya. Bahkan Hafiz pernah hampir mengorbankan nyawanya
Read more
Bab 96
"Selamat siang, ... Shinta Humaira!" Shinta terlonjak saat melihat pemilik suara berat yang sangat tidak asing di telinganya. Jantungnya berdegup kencang dengan aliran darah yang begitu cepat. Tidak salahkah apa yang dia lihat saat ini? Benarkah diaa ...? "Shinta ..." lirih pria itu lagi. "Astagfirullahaladzim ..., Rein? Benarkah kamu, Rein? Bukankah ..." Sontak Shinta berdiri dan membekap mulutnya sendiri. "Ya, ini Aku. Shinta, Aku memang belum mati." Mereka saling menatap cukup lama dengan perasaan campur aduk. Tanpa sadar bulir bening mengalir dari sudut mata Shinta. Teringat kembali olehnya saat Rein tertembak di depan mata kepalanya sendiri, hingga jeritannya menggema ke seluruh penjuru taman Ballroom hotel itu. Betapa sakit dan hancur perasaannya saat itu. Laki-laki yang saat itu baru saja mengungkapkan cinta padanya, dengan sengaja memancing polisi untuk menembak dirinya. Orang-orang mengatakan Rein sengaja ingin bunuh diri. Sejak saat itu dia berpikir tak akan pernah lag
Read more
Bab 97
Semua orang menganggap Rein telah mati tertembak. Tidak ada yang tahu satupun keberadaannya. Entah apa yang dilakukan oleh sahabatnya bernama Yuda, hingga akhirnya dia terjaga setelah koma beberapa bulan. Kemudian melanjutkan masa tahanannya dipenjara. Tidak semua orang tahu keberadaannya. Termasuk Raka dan Shinta. Setelah keluar dari penjara, Rein selalu mengerjakan pekerjaannya di belakang layar. Dia selalu berhasil menumpas kejahatan dengan baik dan tidak pernah salah perhitungan. Pihak kepolisianpun mengakui kehebatannya. Rein yang sudah tak memiliki perusahaan sejak semua perusahaan yang dirampas oleh ayahnya dari kakek Shinta, dengan ikhlas dia kembalikan kepada pemiliknya. Namun keberuntungan kini menghampirinya. Yuda, lagi-lagi sahabatnya itu menghadiahkan sebuah perusahaannya pada Rein karena sesuatu hal. Kini Rein kembali seperti dulu, sebagai pengusaha yang cerdas dan handal. Hingga banyak perusahaan yang dengan senang hati menerima tawarannya untuk bekerja sama. Termasu
Read more
Bab 98
"Rein ... bagaimana mungkin dia masih hidup," desis wanita yang tak lain adalah Aina, mantan kekasih Raka dulu. "Sungguh aku menyesal telah melepaskan Shinta untukmu. Kamu justru menciptakan luka yang dalam untuknya." Rein mengepalkan kedua tangannya. Berharap masih bisa menahan amarah yang kian memuncak. Perlahan Raka maju beberapa langkah mendekati Rein. Hingga kini jarak di antara mereka hanya tinggal satu langkah. "Rein ..., tolong! Tolong jangan katakan pada Shinta. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku terpaksa melakukannya. Aku ... Aku sangat mencintai Shinta," desisnya. "Omong kosong! Kamu hanya memanfaatkan shinta. Sejak awal aku sudah menduga. Kamu dan Aina telah punya rencana jahat untuknya!' geram Rein. Dengan susah payah dia menjaga volume suaranya. Mengingat saat ini dia berada di sebuah restauran yang banyak pengunjung. "Tidak, Rein. Bukan seperti itu. Aku ... Aku terpaksa menikahi Aina karena sesuatu hal." bisiknya lagi. Seolah tak ingin Aina mendengarnya.
Read more
Bab 99
Raka memutuskan pulang setelah tiga hari di Bandung. Tak dihiraukan rengekan Aina yang memintanya tinggal lebih lama. Sungguh pikirannya tak pernah lepas dari Shinta. Dia gelisah, merasakan sikap Shinta yang berubah sejak dua hari kemarin. "Apa karena aku tidak memberi kabar padanya seharian? Ya, Shinta pasti berubah karena itu. Istriku itu pasti marah karena aku tak mengabarinya seharian kemarin," bathinnya. Raka tiba di rumah hampir tengah malam. Shinta sudah terlelap. Dia tak tega membangunkan istrinya yang sedang pulas. Setelah membersihkan diri, Raka naik ke ranjang dan ikut berbaring di samping Shinta. Laki-laki itu melingkarkan tangannya pada perut wanita yang beberapa hari ini selalu memenuhi kepalanya. "I miss you," bisiknya, kemudian mengecup kening Shinta cukup lama. ----- Shinta terjaga saat pagi tiba. Dirinya terkejut ketika merasakan hembusan napas teratur di belakang tengkuknya. Sebuah tangan kekar melingkar erat di perutnya. Perlahan dia membalikkan tubuh. Saat i
Read more
Bab 100
"Shinta, kenapa kamu tidak meminta pendapatku dulu? Kenapa langsung tanda tangan kontrak?" tanya Raka kesal. "Aku yakin dengan perusahaan ini, Mas." Raka menghela napas kasar "Baiklah. Aku akan menemanimu hari ini." Shinta tak menyahut. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa pemilik perusahaan itu adalah Reinhard. Tak ingin berdebat dengan suaminya pagi ini, Shinta memilih diam. Biar nanti Raka akan mengetahuinya sendiri. Setelah memastikan Kaisar baik-baik saja, Shinta mencium bocah lucu menggemaskan yang masih terlelap di atas tempat tidurnya. Anak laki-lakinya itu sudah mulai pandai berbicara. Satu hal yang membuatnya selalu merindukan bocah lucu itu. "Ayo berangkat, Mas!" ajak Shinta setelah mereka sarapan. "Kenapa terburu-buru, Sayang?" Raka masih sibuk dengan ponselnya. "Aku hanya berusaha untuk disiplin. Bukankah kamu yang mengajarkanku begitu?" Raka menyadari, Maira sekarang sangat berbeda dengan Maira yang dulu. Kini istrinya itu tampak lebih elegan, profesional dan berke
Read more
PREV
1
...
89101112
...
44
DMCA.com Protection Status