All Chapters of ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT : Chapter 31 - Chapter 40
67 Chapters
TAKKAN
SAFNA"Maksud Abah, ikut ke mana?" tanyaku seakan linglung."Pulang ke kampung, ke rumah kita, ke mana lagi!" sentak Abah. Melototkan mata, seraya berkacak pinggang."Tapi, Abah. Neng gak mau meninggalkan Tuan," kataku, keberatan dengan keinginan Abah membawaku pulang ke kampung.Bagaimana nanti kalau tuan mencari, tak mendapati diri berada di istana ini. Tak dapat kubayangkan perasaannya.Dalam keadaan seperti ini, aku tetap harus menghormati suamiku. Menunggu di sini adalah perintahnya yang tak bisa kubantah.Benih di rahim ini harus kusampaikan pada tuan dari mulutku sendiri."Mak, cepat kemas barang si Neng. Sekarang juga bawa pulang anak kita!" perintah Abah.Tanpa menunggu perintah kedua kali, emak bergegas membuka koper kosong dan mengisinya dengan pakaian yang di raup dari lemari. Mulutnya entah meracaukan apa."Abah, Emak, jangan! Neng akan tetap di sini. Menunggu Tuan," kataku di tengah rintihan."Kamu pikir, setelah melihat kamu dalam keadaan hamil, tersiksa lahir batin, Ab
Read more
ANEH
ROGER "Sayang, jangan pergi. Aku lemas banget." Kali kesekian aku harus memenuhi keinginan Arsela. Entah mengapa aku amat lemah terhadapnya sejak tahu ia mengandung. Kekhawatiran terjadi apa-apa dengan anak yang dikandung Arsela amat besar. Kudekap kembali tubuh itu, mencoba memberinya kekuatan. Malam berganti pagi, kesempatanku menemui Safna benar-benar tak ada. Satu sisi hatiku menjerit. Ada sesal juga rindu di sana. Hanya saja, Arsela amat menguasaiku kini. Sore menjelang pulang kantor, istri pertamaku itu sudah menelpon, mengingatkan untuk segera pulang. *** "Sayang, aku mau nginep di rumah Papa, boleh, ya?" Apa katanya? Oh, Tuhan! Ini luar biasa, artinya aku bisa menemui Safna. "Tentu, Arsela. Berapa lama pun kau mau, boleh." "Makasih, Sayang." Seperti biasa, Arsela akan mulai membangkitkan gairahku. Tentu saja tak kusia-siakan kesempatan ini. Menikmati permainan di tiap malam membawa pada suatu kesimpulan jika saja dari dulu begini, takkan sampai aku menduakanmu. Terla
Read more
DIMANA
ROGERTeguran papi menarik pikiranku kembali untuk tetap fokus pada perbincangan ini. Hanya saja, ribuan prasangka membuatku tetap tak bisa utuh menghadirkan diri di forum ini. Lepas rapat, Om Raymon kembali menyapaku."Besok kalian berdua harus makan malam di rumah. Kalian ini, sudah lupa rupanya pada kami." Aku berusaha tersenyum untuk menyembunyikan apa yang menyusahkan hati. Lalu, ke mana Arsela pergi sebenarnya? Di mana ia sekarang? Baru saja aku bahagia mendapati perubahannya, harus terurai kembali sebab kebohongan yang ia lakukan. Mengapa kau mengkhianati kepercayaanku lagi? Bodohnya aku begitu mudah percaya pada wanita ular itu. Namun, dia sedang mengandung anakku. Harus kujaga meski ibunya begitu. Aargh! Tapi, ke mana harus mencarinya? Ah, sudahlah nanti juga dia pulang. Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Seperti rencanaku, hari ini akan mengunjungi Safna. Meski pikiran kacau karena terus memikirkan keberadaan Arsela, kerinduan pada Safna kiranya sudah mem
Read more
SANDIWARA
ARSELA "Maafkan aku, Bram ...." Cairan bening di pipi meluluh, kuusap dengan kasar. Aku harus menyingkirkanmu, tak ada pilihan untuk menyelamatkan kita semua. Kau, bayi ini dan kebahagiaanku bersama Roger. Harusnya aku tertawa bahagia. Bukankah kematian Bram adalah solusi. Ketika dia tiada maka akan mengokohkan eksistensiku sebagai nyonya Alvendo. Kulajukan kembali kendaraan ini menuju jalan pulang, meninggalkan tempat kecelakaan mobil Bram masuk jurang. Lokasi itu mulai dipenuhi manusia, suara riuh saling bersahutan. *** "Ini sejumlah uang sebagai bayaran. Lakukan tugas kalian sebaik mungkin!" perintahku pada dua orang pria berbadan tinggi kekar, yang satu berjambang lebat, satunya berkumis tebal dengan kepala plontos. Preman bayaran. Kedua bajingan tengik haus duit itu menghirup aroma gepokan merah yang kuberikan. Senyum menjijikan terukir di sana. "Sisanya akan kami dapatkan dari suamimu ‘kan, Nyonya?" "Atur saja rencana kalian, aku tidak peduli caranya kalian mendapatkan
Read more
TERCIDUK
ARSELA Kupikir masalahku akan usai. Bram bukan lagi rintangan kebahagiaan. Aku salah. Dering ponsel di atas nakas mengundang naluriku beranjak dari sofa kamar untuk meraihnya. Nomor tak dikenal tertera di layar ponsel itu. Kening berkerut, Dari siapa? "Sayang, apa kabar? Bagaimana dengan anak kita?" Jantung bertalu keras begitu suara familiar terdengar. Mata ini membulat sempurna. Hampir-hampir ponsel ini jatuh akibat getaran tangan. "B-Bram?" "Sayang, Arsela." Kubanting ponsel itu ke kasur. Sial! Bram masih hidup. Bagaimana mungkin? ... tidak, ini tidak mungkin. Kututup kedua telinga agar teriakan pria itu tak terdengar. Bunyi pesan WA menambah tubuh ini semakin berkeringat banyak. Bram memintaku kembali bertemu. Oh My God, mau apa lagi dia? Kuabaikan pesan itu. Benar, dia masih hidup. Sial. Ayo, Arsela berpikirlah dengan jernih. Lakukan sesuatu. Menarik udara sebanyak mungkin untuk menambah pasokan oksigen yang dirasa semakin menipis di rongga dada. Sepi dan ketakutan mala
Read more
PERUBAHAN
SAFNALuapan air mata seakan tak pernah ada surutnya dari sang muara. Tiap detiknya meluruh membasahi bumi. Rindu yang tak terbendung tak ubahnya shimponi rintihan raga tanpa jiwa. Hampa."Neng, jangan melamun saja atuh, ayo makan dulu sesuap, dua suap mah, kasihan si utunnya kalau kamu gak makan," bujuk emak. Seperti biasa emak menawarkan pengisi perut seraya menyodorkannya ke mulutku. Namun, bibir ini bungkam, jangankan menerima suapan, melirik pun enggan.Aku duduk di atas tempat tidur, kepala menyandar di kepala ranjang. Tatapanku lurus ke luar jendela yang terbuka. Terlihat pemandangan halaman depan yang ujungnya di pasang pagar besi setinggi dada orang dewasa. Bukan itu yang menarikku melemparkan tatapan, tetapi anganku melayangkan sosok penabur rindu muncul lewat pintu pagar besi itu.Menyambut, merengkuh tubuh ini yang semakin ringkih ke dalam pelukan. Membawa diriku kembali mengarungi mahligai indah bersamanya.Terdengar helaan napas dari mulut emak. Entah apa yang dirasaka
Read more
BERI KESEMPATAN
SAFNA"Jadi, kau sedang mengandung?" tanya Rey.Abah dan emak memberi kami kesempatan untuk bicara berdua di ruang tamu. Namun, dari arah dapur dapat kulihat wanita yang melahirkanku itu masih bisa mengawasi gerak-gerik aku dan Rey.Aku mengiyakan pertanyaannya, helaan napas berat keluar dari mulut Rey. Entah kecewa atau ...."Aku sangat menyayangkan sikap Tuan Roger, mengabaikan wanita secantik dan sebaik istrinya dalam keadaan mengandung." Wajah tampan itu mulai dijalari rona merah. Geram."Jika kau istriku, takkan kubiarkan hal seperti itu terjadi. Bodohnya laki-laki itu." Ucapan menohok hati."Rey, dia hanya sedang sibuk saja, bukan mengabaikan aku. Dia belum ada waktu menemuiku.""Aku bukan laki-laki bodoh, Safna. Dia tidak pantas dibela, aku-""Cukup, Rey! Kau tidak perlu tahu apa yang terjadi di kehidupan kami. Jangan biarkan prasangka mengotori hatimu. Percayalah kami baik-baik saja," potongku, tak ingin Reyhan menguliti setiap permasalahan yang terjadi antara aku dan tuan.Ta
Read more
LULUH
SAFNAAku mengelus tangan Abah, berharap hati kerasnya melentur dengan sentuhan ini. Tangan abah mengusap air mata yang terus meleleh di pipiku."Kamu mencintai Juragan, Neng?" ucapnya pelan, kubalas dengan anggukan."Baiklah. Jika suatu saat dia menyakitimu lagi, Abah tidak akan segan menghajarnya dan tidak ada kesempatan lagi untuknya. Kamu dengar, Neng?" Lembut tetapi tegas tutur kata abah.Aku memeluk tubuh tambun itu. Beribu kata terima kasih tak terungkap untuknya. Hanya dekapan erat sebagai ungkapan, beralih memeluk emak. Saling menumpahkan tangis.Tuan Roger tersenyum, sebuah janji menjagaku dan menjaga sang calon bayi terucap dari mulutnya.*Aku kembali ke sangkar emas setelah melalui proses perpisahan dan wejangan dari abah dan emak. Tuan Roger membuka pintu mobil untukku. Sebelum menginjakan kaki ke luar, tubuh ini bagai melayang di udara.Tuan menggendongku, refleks tangan ini melingkar di lehernya seraya memekik. Mataku terbelalak, rasa panas menjalar di wajah atas perla
Read more
INIKAH 1 (Roger)
ROGER"Maaf telah mengabaikanmu, Sayang."Kembali kudekap tubuh ringkih ini. Sesal di dada masih meraja. Betapa bodoh berlaku tak sepantasnya pada wanita yang sesungguhnya telah memenuhi seluruh jiwa.Lelaki macam apa aku menyiksa permaisuri dan buah hati sendiri.Lepas dimaafkan Abah, kami dipersilakan melepas rindu. Masuk ke kamar sederhana, tetapi rapi tataannya. Betapa aku ingin membayar gelora kerinduan ini dalam peluk yang tak terlepaskan."Kita pulang sekarang, ya?"Wanitaku hanya sanggup mengangguk. Mata itu telah sembab sebab tak henti ia menangis. Meski kuusap, akan basah kembali pipi putihnya. Sejenak kami terjeda dalam keheningan sambil bersandar pada bantal yang tersusun di ranjang.Menempuh perjalanan menuju Jakarta kali ini terasa ringan. Segala masalah di jalanan tak mengusik kebahagiaan yang sedang melingkupi kami.Meski tak banyak bicara, Safna sesekali menjawab pertanyaanku. Mungkin latar kami jauh berbeda hingga obrolan tak bisa mengalir sebagaimana mestinya.Tak ma
Read more
KENAPA 1 (Arsela)
ARSELA"Bram, jangan!" teriakku, hingga menghentikan aksi pria itu menghajar Roger habis-habisan. Kurengkuh tubuh yang berusaha bangkit dengan susah payah dalam posisi telungkup. Bram kembali menarikku, lalu kembali mengancam, "Kau harus mati, Roger, supaya Arsela mutlak menjadi milikku!"Aku terperangah melihat Bram mengacungkan senjata apinya. Lelaki ini sudah kalap hingga tak lagi waras. "Jangan, Bram! Kumohon, jangan lakukan itu!" pintaku denagn nada mengiba. Kupeluk kaki lelaki yang sudah dirasuki setan.Aku memekik, saat Roger menendang kaki Bram hingga tersungkur, aku terjerembab ke samping, senjata api itu terlepas dari tangannya dan terpental cukup jauh.Perkelahian kedua tak dapat dielakkan lagi, kali ini Roger lebih menguasai permainan, tanpa ampun menghunjamkan pukulan, hingga berhasil melumpuhkan Bram.Roger meludahkan cairan merah di mulutnya seraya mendengkus. Ia menyeka darah itu dengan tangannya. Roger menarik tanganku kasar, tanpa peduli kesakitan yang mendera peru
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status