Semua Bab Kuberikan Suamiku Pada Sahabatnya: Bab 21 - Bab 30
108 Bab
Bagian Dua Puluh Satu
Bu, Bu Riri."Riri menghentikan langkahnya sesaat sebelum masuk ke dalam ruangan suaminya. Karyawan dikuncir itu membuat Riri terheran penuh tanya."Kata bapak, ibu tunggu saja dulu di meja kasir. Di dalam ada tamu suplier barang." "Oh, ya. Ya sudah," ucap Riri.Tanpa banyak berkata lagi, Riri membalikkan badan dan hendak berjalan kembali menyusuri tangga, tiba-tiba langkahnya terhenti kembali di tangga kedua, kepalanya ia tolehkan ke belakang. Sesaat hening mencoba menangkap sesuatu yang aneh di ruko lantai tiga nya ini. Outlet Ardi terdiri dari tiga lantai, lantai pertama tentu saja dimana barang dijual, lantai kedua tempat stok dan tempat istirahat karyawannya, serta lantai ketiga hanya ada satu ruangan yaitu tempat Ardi beristirahat atau menerima tamu pada suplier atau para investor yang ikut menanam modal di usaha ponselnya itu. Perlahan Riri mendekati pintu, ia tempelkan telinganya. Sepertinya tamu Ardi perempuan dan kenapa Ardi marah-marah begitupun dengan tamunya. Seketika
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Dua
"Kurang ajar…."Teriakan Bayu di ujung sana setelah mendengarkan cerita Riri membuat telinga Riri kesakitan, lelaki di ujung sana itu pasti sangat terluka sama seperti Riri. "Kalau Mas mau bukti, pulang saja dulu Mas." "Oke Ri, aku akan atur untuk pulang.""Baiklah Mas, itu yang mau aku sampaikan." "Terima kasih banyak Ri," pungkas Bayu. Setelah menjawab Riri menutup panggilan itu, ia kini sudah tak peduli dengan semuanya. Laras benar, Riri belum punya anak maka tak akan sulit mengobati diri sendiri dan tak menyakiti hati anak cukup fokus pada kesembuhan luka diri sendiri saja, berbeda jika sudah punya anak maka kita harus memikirkan mental mereka setelah perpisahan."Aku yakin kamu kuat kok," ucap Laras menepuk pundak temannya itu. Riri mengulas senyum, lalu ia menelepon seseorang kembali. Rasanya keputusannya sudah tak bisa diganggu gugat, Riri sudah bulat untuk melepas suaminya dan memberikannya pada Rianti, Rianti sudah sangat berharap untuk bisa dinikahi Ardi, meski mungkin
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Tiga
"Cukup Mas…."Teriakan Riri membuat Ardi terdiam, Riri mengatur nafasnya hingga merasa tenang. "Dengar, aku sudah memberikan kamu kesempatan bahkan hubungan kita nyaris menghangat kembali tapi kamu merusaknya lagi. Aku pikir hubungan kalian sudah keterlaluan Mas, kamu selalu tak ada setiap malam dan dia selalu datang ke outlet setiap tiga kali dalam seminggu lalu kalian berduaan di dalam ruangan apa bisa aku berpikir kalian tidak ngapa-ngapain, hah?" "Dia bosan Ri, katanya dia bosan di rumah terus lalu aku bisa apa ketika dia mau main ke outlet toh itu ada jasa dia juga." Riri melengos, selalu itu yang jadi alasan. Rasanya Riri sudah tak bisa menerima alasan itu, terlalu klise dan berlebihan. "Ayolah Ri, kita bisa melaluinya. Ini ujian untuk pernikahan kita, aku sudah hampir tak pernah menghubunginya kan kamu tahu itu?" "Iya, tapi kamu tetap masih melayaninya jika dia menghubungi atau perlu kamu." "Aku bisa apa Ri? Outlet kita, kehidupan kita selama ini mungkin karena jasa dia t
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Empat
"Apa sebaiknya dipikirkan kembali nak, perceraian itu sangat dibenci Allah apalagi dengan alasan yang masih bisa diperjuangkan, jangan tertipu dengan tipu daya syetan yang akan bahagia melihat setiap pasangan yang menikah itu bercerai. Menurut ayah semua masih bisa diperbaiki."Riri tertegun mendengar nasihat yang keluar dari mulut ayahnya itu. Kedatangannya tak disambut hangat, keputusannya tak diindahkan oleh ayahnya sendiri, seolah ayahnya ingin Riri menderita terus. "Ayah, aku gak bisa menjalani rumah tangga dengan bayang-bayang orang ketiga. Aku sudah memberikan kesempatan pada Mas Ardi tapi dia tidak menggunakan manfaat itu dengan baik. Aku sakit yah," ucap Riri. Tak ada lagi air mata terurai, Riti sudah menghabiskannya sebelum ia datang ke rumah orang tuanya."Pikirkan dan ingat apakah dia tidak menggunakannya dengan baik? Jangan-jangan bukan dia yang tak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik tapi hati kamu yang ditutupi setan oleh rasa gengsi untuk mengakuinya. Pikirkan ba
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Lima
"Kamu sudah yakin?" tanya ibu pada Riri.Riri hanya menganggukkan kepalanya pelan. Hatinya tidak sepenuhnya yakin tapi logikanya sudah tak bisa menerima alasan apapun lagi soal suaminya dan perempuan itu. Bahkan Ardi sudah mengirimkan pesan keikhlasan hatinya artinya dengan mudah memang mereka ditakdirkan bersama. "Apapun yang kamu putuskan, ibu berdoa semoga itu yang terbaik.""Terima kasih bu," ucap Riri seraya memeluk ibunya. Riri pun bergegas menghubungi Galih, saudara sepupunya untuk membicarakan semuanya. Lagi, Riri merasa keputusan ini membuatnya dilema, antara ingin dan tak mau, sungguh tak bisa ia bayangkan jika kelak berpisah lalu bagaimana setelah perpisahan itu. Riri menunggu kedatangan Galih, sesekali ia pandang berkas itu cukup lama memandang hingga menghadirkan bayangan masa lalu yang indah tanpa adanya perempuan itu. Ya, mereka pernah menikmati keindahan berumah tangga ketika Rianti tak ada di kota ini, meski masih dibayang-bayang oleh komunikasi antara keduanya, ta
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Enam
"Sebagai temannya harusnya kamu bisa meyakinkan Riri."Laras terdiam mendengar ucapan Galih saat mereka bertemu untuk memberikan semua bukti yang sudah didapatkan tentang Ardi dan Rianti. "Sebesar apapun ombaknya mereka harus tetap kuat bertahan. Iya gak sih?""Jadi kamu menyalahkan aku?" tanya Laras. Galih tersenyum, sebetulnya niatnya datang menemui Laras bukan sekedar mau meminta bukti saja melainkan mengenal lebih dekat perempuan yang sudah membuat hatinya bergetar ketika memandang wajahnya itu. Entah sejak kapan rasa itu mulai tumbuh, Galih tak tahu jika sepupunya itu punya sahabat secantik dan sepintar Laras. "Aku tidak menyalahkan kamu, justru memuji kamu yang hebat dalam bertindak, aku bangga tapi maksudku seharusnya kamu bisa lebih menguatkan Riri agar tidak memutuskan hal ini." "Aku bisa apa? Semua keputusan ada di tangan Riri, tugasku hanya mendukung saja. Jujur saja sejak awal aku tak setuju dia nikah dengan lelaki itu, sejak Riri bilang kalau dia punya teman perempua
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Tujuh
Ardi meremas surat panggilan sidang yang diterimanya, menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kursi kerjanya. Ia tak pernah menyangka Riri benar-benar melakukan ini, hampir seminggu mereka tak saling bertemu, Ardi terus memberikan perhatian lewat ponsel, mencoba menghubungi Riri tai tak pernah satu pun panggilannya diangkat. Menghubungi Laras, dia pun seolah bungkam tak memberitahu keberadaan Riri. Suatu hari sebelum surat panggilan itu datang, Ardi pernah mencari Riri ke rumah ibunya dan Laras hasilnya nihil tak ada Riri disana. Ardi benar-benar kacau, Riri berhasil membuat Ardi tak bisa berpikir, buntu dan sudah tak bisa melakukan apapun selain pasrah. Kondisi outlet pun sembrautan, keuangan tak jelas, barang yang masuk dan keluar sudah tak terlalu terhitung rapi, Ardi berada dalam suasana yang buruk. Kenapa ia tak pergi mencari Riri ke rumah orang tuanya? Karena kata ibunya lewat telepon tak ada Riri disana, Ardi percaya begitu saja. Riri tak menginginkan Ardi tahu soal keberadaannya,
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Delapan
"Lepaskan Mas," ucap Riri.Riri mencoba melepaskan diri dari pelukan suaminya itu, tapi pelukan Ardi semakin menguat hingga membuat Riri sulit untuk melepaskannya. "Aku merindukanmu. Biarkan aku memelukmu sebentar saja atau hingga luruh semua rasa rinduku." Riri bergeming, ia tak mampu bicara lagi karena sejujurnya ia pun merasakan hal yang sama, rindu yang selalu berusaha untuk dihempaskan dalam hatinya, merasa bukan siapa-siapa dan tak pantas mendapatkan merasakan itu mengingat setahu Riri hati suaminya telah terbagi. "Aku gak mau berpisah dengan kamu, aku mohon." Riri mendorong tubuh suaminya, ia baru teringat kalau hubungan mereka dalam tahap persidangan bahkan Riri melakukan pelaporan itu pun atas dukungan Ardi.Ardi terkejut, tubuhnya hingga terpental ke tembok, dorongan kuat dari Riri membuat dirinya terkejut."Kamu sudah menyetujuinya kan mas? Bukankah kamu sendiri yang bilang lakukanlah jika aku bahagia? Tapi sekarang enaknya kamu bilang seperti ini, maksud kamu itu apa
Baca selengkapnya
Bagian Dua Puluh Sembilan
"Bisa - bisanya Mas biarin panggilan dan pesan-pesan dari Mbak Rianti." "Aku sudah gak pernah menggubrisnya dek sejak kamu datang ke toko dan memergoki kita," jelas Ardi."Ya kalau panggilannya terus berulang harusnya Mas tahu ini darurat. Ya Tuhan semoga tidak terjadi apa-apa sama Mas Bayu." Sepanjang perjalan Riri terus mengoceh dan menggerutu, menyalahkan Ardi yang tak menggubris panggilan Rianti dan pesan yang dikirimnya. Bukan tanpa sebab tapi karena Ardi sedang berusaha menjauhkan dirinya dari perempuan itu. Ardi keheranan sepanjang jalan, Riri mendadak care pada Rianti dan habis sudah memarahi Ardi, menganggap Ardi tak peka pada sahabatnya sendiri, seolah dia lupa bahwa perempuan itu yang memporak-porandakan jiwanya hingga nyaris mengakhiri hubungan pernikahan mereka. [Ardi tolong aku, aku dan Mas Bayu kecelakaan. Tolong aku di, sekarang aku ada di rumah sakit sayang medika]Pesan berulang yang dikirim Rianti membuat Riri mendadak perhatian, mungkin jika kita mau beranggapa
Baca selengkapnya
Bagian Tiga Puluh
"Jadi Riri membatalkan pengajuannya?""Belum sih, hanya minta ditangguhkan dulu. Katanya hubungan dengan Ardi sudah membaik, berharap semoga baik sih selamanya." "Aku gak yakin," ucap Laras. "Sutss… Gak boleh gitu, berdoa yang baik saja. Apalagi untuk orang terdekat, kalau aku sih menyambut baik kabar ini sebagai kuasa hukum yang menangani kasus perceraian justru keberhasilan itu terasa nikmat ketika mereka tak jadi bercerai. Lagian untuk kasus Riri ini sebetulnya masih benar-benar bisa diselesaikan secara kekeluargaan saja tau kesepakatan keduanya. Kamu bisa sarankan Riri untuk duduk bertiga atau berempat, dua pasang suami istri itu saling mengungkapkan isi hatinya sebetulnya bagaimana keadaan mereka masing-masing lalu saling mengikhlaskan, selesai.""Oh ya, terlepas dari itu ada yang mau aku tanyakan." Laras menatap kedua mata Galih, keduanya saling menatap dan entah kenapa kini perasaan Laras yang berbeda. Lalu segera ia menundukkan pandangannya, memainkan jarinya. Sebetulnya p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status