All Chapters of Istri Status Pembantu: Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
Bab 31 : Penggoda Dalam Rumah
“Coba ke toko yang itu, yuk!” Zein pasrah, ya, emang harus pasrah. Dari tadi lengan bajunya kutarik sana-sini. Mulai dari tokoh sepatu, pakaian, sampai kini jam tangan sudah kami masuki. Namun, belum ada sesuatu yang benar-benar bisa menarik perhatianku. Aku pikir, Pak Zaid terlalu berduit buat beli semua barang-barang itu. Jadi bingung sendiri aku membelikan kado apa kira-kira yang bagus untuknya. “Mbak, sebenernya nyari apaan, sih?!” Suara ketus dari pemuda si sebelahku kubalas delikan balik. “Diem aja kenapa, sih?! Kok, bawal banget!” semprotku jengkel juga lama-lama. “Ya, aku capek loh, Mbak doseret-seret dari tadi!” keluhnya yang tiba-tiba bikin telinga panas. “Oh, jadi enggak ikhlas bantuin mbak? Ya, udah gih, pulang aja. Mbak bisa naik taksi kok, pulangnya!” suruhku sambil lalu memasuki tokoh tas. Barangkali bisa menemukan sesuatu buat, Pak Zaid. Tas pria atau dompet, mungkin? “Kalo emang enggak niat, ngapain sih, pake nawarin diri segala.” Aku masih mendumel kecil ketika
Read more
Bab 32 : Berapa Bulan?
Aku dibuat tersentak ketika tiba-tiba Eyang menarik lengan dan menyeretku ke pintu utama. Jantung bertalu memeluk perut dengan satu tanganku merasakan amarah Eyang yang tidak main-main. Wanita itu serius mengusir. Eyang menghempaskan genggamannya hingga aku terhuyung nyaris menabrak kusen pintu. Sebelum apa yang ada di kepalaku itu terjadi, sebuah tangan lebih dulu menarik lengan hingga aku berakhir di dada seseorang. “Mas,” bisikku ketika mendongak, wajah tegas Pak Zaid yang terlihat. Dada lelaki itu terdengar sama bergemuruhnya denganku. Jantung yang bertalu beserta dada yang naik turun menandakan pria itu sedang dikuasai amarah. “Zareen, ART Zaid, Eyang, Ma! Zaid yang gaji dia, jadi aku yang putuskan harus memecat atau mempekerjakannya!” Masih dengan lengan digenggam, Pak Zaid menarikku pelan ke balik punggungnya. Seolah menandakan dia sedang pasang badan. Untuk adegan satu ini, bisakah aku bahagia sejenak? Di balik punggung itu, aku tersenyum tipis menatap bahu lebarnya. “E
Read more
Bab 33 : SKSD
“Itu makanannya udah ditata di meja belum? Minuman yang di sudut sana, kok, masih sedikit, enggak imbang sama meja yang sana?”Bu Mareta dengan kuku diberi kutek warna ungu mulai lagi menunjuk sana-sini. Memastikan semuanya sempurna. Berjalan sesuai ekspetasi sang Nyonya.Sejak pagi rumah sudah heboh. Ketenangan yang terasa tadi pagi usai setelah sarapan dan Pak Zaidan berangkat ke kantor. Tiga puluh menit setelahnya, orang dari jasa Dekorasi datang ke rumah. Menyulap rumah besar ini bak hotel bintang lima. Mulai dari pelataran, halaman belakang, hingga di ruang tamu dan teras pun tak luput dari tangan-tangan ahli itu.“Kamu!” Aku terlonjak, kaget luar biasa mendengar suara teriakan Ibu Mareta seolah ingin memecahkan gendang tingaku.Wajah wanita dengan pirang baru itu—warna blonde terang—merengut garang. Bibir semerah anggur yang nyatanya terlihat macam bibir vampir, mulai mengamuk. Aku sanksi kalau setelah ini, tidak kena gigit sama Ibu Mareta. Atau dimakan?“Malah bengong!" Eh?“
Read more
Bab 34 : Mau Berdansa?
Senyumku terpatri menatap kotak kado kecil dengan pita biru di atasnya. Mungkin, memang hadiahku tidak mahal. Tidak sebesar hadiah milik Zein yang baru tiba tadi di ruang tamu.Sebuah kotak kado dengan ukuran melebihi tinggi Zein sendiri. Entah apa isi di dalamnya. Namun, aku tidak ingin minder dengan itu.Bahkan tidak untuk ratusan kado yang mungkin saja isinya barang-barang mahal berkelas semua. Aku cukup percaya diri dengan kadoku yang kecil ini. Meski sempat ragu, harus menimbang dengan keras. Akhirnya, aku memutuskan untuk memberikannya. Nanti akan aku minta Pak Zaid membukanya ketika dia sudah berada di kantor besok.Sekali lagi, aku meneliti penampilanku malam ini. Dengan sebuah gamis berwarna ungu, pada bagian bahu hingga pinggang ada sentuhan slayer dan sedikit membentuk pada bagian itu hingga membuatku tidak terlalu tampak gendut.Iya, aku akui aku memang bukan wanita dengan anugerah tubuh langsing semampai. Bahkan karena proprsi tubuh yang sedikit berisi itu, aku menjadi b
Read more
Bab 35 : Boleh Tidak, Kalau Aku Bilang Aku Cemburu?
“Tidak! Terima kasih,” tolakku tanpa pikir dua kali. Pria Chinese dengan mata sipitnya hanya tersenyum. Tak lagi memaksa.“Yah, jadi aku ditolak lagi, nih. Okelah, Nona, kali ini mungkin kamu menolakku, tapi mungkin di lain waktu kamu sendiri yang akan datang padaku.” Senyumnya, percaya diri sekali.Aku balas tersenyum. “Semoga Anda enggak kecewa dengan harapan Anda sendiri, ya.”Si 'tukang katering' itu malah terbahak. Mengundang banyak pasang mata. Termasuk Zein yang akhirnya mendekat.“Sayang, enggak mau berdansa?” Mataku nyaris copot melotot pada Zein. Pemuda yang sudah mengulurkan tangan kanannya itu, melirik sekilas pada pria Chinese di depanku.“Oh, punya orang, toh. Haha, maaf, maaf.” Gilang terbahak sembari mengangkat kedua tangan ke udara. “Maaf, Bung, enggak bermaksud ganggu. Kenalkan, saya Gilang, Zhan Gilang!”Zein menerima uluran tangan Gilang setelah sempat mendengkus keras. Lagi-lagi Gilang tertawa, kemudian berucap untuk terakhir kali sebelum pergi menjauh. “Jaga g
Read more
Bab 36 : Masa Lalu Zaidan
“Enggak, Mau, Zaid, maunya disuapin.”Rengekan manja menggelitik indra pendengaranku. “Hmm.”Sebenarnya aku tidak ada niatan untuk melirik, tapi mata ini entah kenapa sampai juga pada meja makan yang hanya berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri. Aku yang sedang mengepel bagian dapur, harus buru-buru menyelesaikan pekerjaan. Kalau tidak, siap-siap saja hati kian panas.Perempuan mana coba yang tidak panas hati melihat suami tengah suap-suapan dengan wanita lain? Ya, meski Andine juga istri Pak Zaidan, tapi kan ....Ah, sudahlah.“Zareen!” Mendengar nama dipanggil, aku sontak mendongak. “Sini!”Ayunan tangan Andine memanggilku mendekat. Terpaksa pel dan ember kutinggalkan sejenak.“Kenapa, Mbak? Perlu sesuatu?” tanyaku, berusaha sekuat mungkin menahan diri agar tidak melirik ke samping Andine duduk.“Gini, Reen. Nanti agak sorean, aku mau belanja keperluan bayi, kemungkinan belanjaanku enggak sedikit. Jadi aku butuh bantuan kamu. Bisa, kan?” Wanita berjilbab segitiga krem itu te
Read more
37. Kecewa
Selesai Zuhur, tepatnya tepat di jam satu, Andine mengajakku ke mall. Ajakan yang saat ini sedang kusesali.“Maaf, Mbak, apa ini enggak kebanyakan, ya?" Tanganku sudah pegal rasanya menenteng tas belanjaan yang sudah penuh di kanan dan kiri.Sementara, wanita berjilbab putih dengan kardigan biru disertai baju dan celana kulot berwana putih, malah masih tampak semangat ke sana ke mari. Dari toko satu ke toko lainnya. Entah untuk mencari satu benda saja atau bahkan keluar tanpa membeli apa pun.Apa di kehamilannya yang sekarang, dia tidak merasakan lelah?Kakiku bahkan terasa pegal, beberapa kali rasanya aku ingin duduk sejenak. “Sabar ya, Reen. Dikit lagi, aku masih cari sepatu yang cocok.” Senyumnya memang meneduhkan, tapi tidak dengan tingkahnya untuk kali ini.Dengan riang dia memasuki toko sepatu yang lain lagi. Aku bahkan tidak mengerti dengan ucapannya barusan. Bagaimana dia bisa tahu kalau anaknya nanti cocok dengan sepatu yang dipilihnya atau tidak? Sementara, sang jabang bay
Read more
38. Dan Aku Benci
Foto USG di tangan kuusap pelan sebelum beralih ke perut. Kandungan yang memasuki bulan ke lima membuat perutku yang hanya menonjol sedikit kian membesar. Ada perasaan resah menghantui.Bagaimana kalau kehamilanku akhirnya diendus oleh keluarga Pak Zaid, atau bahkan oleh pria itu sendiri?Bagaimana reaksi Ibu Mareta? Bagaimana dengan Pak Zaid? Sudah pasti dua orang itu akan malu luar biasa. Keturunan Malik berada dalam kandungan seorang Pembantu, sosok perempuan miskin sebatang kara. Tidak ada yang bisa kubanggakan hanya untuk membela diri bahwa aku juga layak mempertahankan keturunan keluarga terhormat ini. “Memangnya kamu siapa, Reen? Cuman pembantu, gak berpindidikan. Ijazah terakhir juga cuman ijazah SMA. Upik abu!” Di depan cermin besar yang memperlihatkan bayangan diri dari ujung kepala hingga ujung kaki, aku merutuk diri.Biar sadar sesadar-sadarnya, emang harus didikte satu per satu dulu segala kurang dalam diri yang tidak akan pernah bisa disandingkan dengan segala kesempurna
Read more
39. Rahasia Lagi?
Ketukan pintu membuatku terpaksa beranjak dari kasur meski kantuk benar-benae tidak bisa ditahan lagi. Begitu pintu terbuka, kantuk tadi mendadak meluap terganti amarah yang siap meledak.“Kenapa dikunci?” Tanpa menunggu jawaban, pria yang memakai piyama biru masuk begitu saja. Wajar dia heran karena biasanya aku tidak akan mengunci pintu kamar sebab kebiasaannya muncul di kamar saat aku masih terlelap.Tidak ada lagi percakapan, aku pun malas menanggapi. Usai mengunci pintu, aku kembali berbaring dengan posisi memunggunginya.“Kamu kenapa?”Sumpah demi apa pun! Aku harap, Bapak diam! Jangan sampai aku mengamuk di saat semua orang sedang tidur dan akhirnya menimbulkan keributan.Ingin kuteriaki kalimat itu di depan wajahnya. Namun, aku lebih memilih diam. Berharap dia pun diam dan aku tidak terpancing karena kalau sampai terjadi, sudah pasti perang mulut tidak terhindarkan. “Reen, saya lagi ngomong.”Mata kututup rapat-rapat, berharap kantuk menenggelamkan aku dalam tidur panjang hi
Read more
40. Teka-Teki
“Di mana sih, map cokelat itu?!” Ruang kerja Pak Zaidan sudah kuacak-acak. Nyaris sejam aku memeriksa setiap berkas yang tertata di lemari, laci, hingga meja kerja pria itu. Namun, map cokelat yang kemarin dibawa oleh Dimas tidak berada di mana pun.“Huuu ....”Helaan napas panjang kukeluarkan begitu duduk di sofa. Sekali lagi, kuperhatikan setiap sudut ruangan. Benar-benar tidak ada celah, semuanya sudah kuperiksa bahkan dua kali ditelusuri. Namun, hasilnya nihil.“Sepertinya, pak Zaidan naruh map itu di tempat lain. Tapi, di mana? Masa iya, di kamarnya?” Memasuki kamar Pak Zaidan agak sulit. Semuanya jadi sulit begitu Andine menjadi istri pria itu. Tidak sembarang pembantu bisa masuk ke sana. Setelah Andine menjadi Nyonya rumah, hanya Mpok Yanti yang dipercakayan membersihkan kamar utama.Namun, apa iya map itu disimpan di kamar mereka?“Sebenarnya, ini ada apa sih? Kenapa mendadak penuh teka-teki begini?” Pening di kepala membuatku bersandar sembari memijat kening sesaat.Apa isi
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status