Lahat ng Kabanata ng NODA: Kabanata 61 - Kabanata 70
197 Kabanata
61. Rapuh
POV MegantaraMobil melesat dengan kecepatan tinggi bersama hati yang patah, remuk, sakit, dan hancur berkeping oleh penolakan. Kemudian berhenti di tempat ... entah. Panasnya hati membuat aku pergi tanpa arah. Hingga akhirnya bermuara di sebuah lautan. Ya, pantai dengan hamparan pasir di depan sana terlihat hening dan tenang di saat gelap menyergap. Suasana pantai terlihat tenang, namun tak demikian dengan hatiku. Di tengah kegelapan hanya terdengar suara deru ombak dan angin pantai yang bertiup kencang. Sangat kencang. Dingin menyusup hingga ke tulang meski jaket tebal sudah aku kenakan. Dingin, sedingin hati yang kian membeku oleh jawaban yang tidak sesuai dengan harapan.Aku tersedu di depan kemudi. Rasa sakit kian menjadi. Ini adalah titik terendahku. Titik di mana sebuah harapan hancur, sebuah keinginan yang aku pendam bertahun-tahun musnah. Harapan yang selalu terpanjat dalam heningnya doa di sepertiga malam terjawab sudah dengan penolakan dan berakhir dengan perpisahan. Bera
Magbasa pa
62. Rapuh 2
Aku menghela napas, kemudian Kembali menutup pintu. Tak terasa bibirku tertarik, menertawakan diri sendiri yang begitu memalukan serta memilukan. Sudah seperti ini masih saja mempedulikan. Terlalu cinta, bodoh, atau terlalu naif? "Cukup ... Megan ... cukup!" lirihku merutuki diri atas ketidak berdayaan. Nyatanya dia memilih bahagia dengan caranya sendiri, menjadi yang kedua.Aku tak lantas pulang, hanya termangu dalam diam di tempat yang sama. Hingga getaran ponsel menyadarkan diri dari lamunan.Aku mendesah lelah kemudian meraih ponsel yang kuletakkan di jok sebelah. Panggilan masuk dari Denis, aku biarkan saja sampai akhirnya mati dengan sendirinya.Kulihat sekilas, panggilan dari Renata dan juga Mama tak kalah berulang. Aku benar-benar sudah hampir gila rupanya. Sampai tak sadar panggilan masuk begitu banyak.Lagi-lagi ponsel bergetar dan berpendar. Panggilan dari Denis kembali masuk. Anak itu, meski seorang perwira polisi dan sudah beristri tetap saja menggangguku. Cepat kugeser
Magbasa pa
63. Hampa
POV AnyelirMas Bian melintas saat melihat Pak Tarjo, ya, itulah yang dia katakan. "Nye, kamu ngapain malam-malam di tempat ini?" tanyanya saat lututku masih terasa lemah bertumpu tanah. Cepat aku bangkit dan mengusap air mata, aku tak ingin terlihat rapuh dan menyedihkan di hadapan orang yang juga pernah membuatku sangat rapuh dan menyedihkan."Aku revisi lagi, Mas, aku capek. Makanya aku ke sini," jawabku memberi alasan yang masuk akal."Ya ampun , Nye. Ini sudah malam ayo pulang. Mas antar," tawarnya, bukankah tadi dia bilang melihat Pak Tarjo, lantas kenapa masih mau mengantar? Ah, sudah lah bukan saatnya memikirkan hal tidak penting."Nggak usah, aku sudah sama Pak Tarjo tadi."Ia menghela napas. "Ya sudah, yang penting, pulang," perintahnya.Aku mengangguk tanpa suara.Kami pun keluar taman kemudian berpisah di persimpangan. Sebelum menuju mobilnya ia menatapku dengan tatapan entah. "Hati-hati," katanya tersenyum samar kemudian ia berjalan menuju mobil dan aku menuju mobil
Magbasa pa
64. Hampa 2
Kudekati anak berkulit bersih, dengan alis indah, dan berhidung bangir itu. Dengan perlahan aku duduk di bibir ranjang kemudian menatapnya lekat. Dalam hati meronta masih dengan pertanyaan yang sama. Pertanyaan yang sempat menguap hilang beberapa waktu lalu saat Dokter Megan terlihat begitu menyayangi Nizam, pertanyaan kenapa kamu harus ada dan menambah noda itu semakin terlihat pekat, Nizam? Pertanyaan yang teramat menyakitkan untuk didengar jika sampai keluar itu tak memiliki jawaban yang tepat selain: ini adalah cobaan dan ujian hidupmu, Anyelir.Kadang aku harus tersenyum getir melihat anak polos bernama Nizam ini. Pintu dibuka, nyatanya Ibu tak lantas tidur dan membiarkan aku begitu saja. Dia masuk mendekati, aku tau dia marah, aku pun menegakkan badan. Kuhela napas meski tak membuat dadaku lega dan sesak itu hilang. Kemudian bangkit dan berdiri."Anye ...." panggil Ibu membuka kedua tangannya, lebar. Degh! Dia tidak marah, namun seolah tahu apa yang aku butuhkan saat ini.
Magbasa pa
65. Terusik
Pagi ini toko sudah sangat ramai, sering aku membantu saat sedang tidak ada kesibukan di luar. Perkembangannya semakin pesat, Bahkan, Ibu harus menambah karyawan karena banyak perusahaan besar yang mulai berdatangan mengajak kerja sama di setiap acara besar.Tak berbeda di toko, rumah pun tak kalah ramai, pasalnya beberapa hari lagi Nizam berulang tahun dan Ibu berniat untuk merayakan, kecil-kecilan, namun akan mengundang anak panti asuhan untuk datang memberi doa.Ya, Nizam sudah mulai belajar berjalan dan bicara meski masih tertatih kemudian jatuh dan bangkit lagi. Dia lumayan aktif dan berkembang menjadi anak yang sangat lucu, imut, menggemaskan seperti ... aku. Ibu mengasuhnya dengan sangat baik dan penuh cinta.Yang membuat aku terganggu adalah Nizam selalu mengatakan Daddy, Daddy, Daddy, yang jelas-jelas sudah tidak ada, membuatku semakin sulit melupakan orang itu saja. Bulan lalu aku diwisuda, setelah keputusan yang kubuat dengan sadar dan sedikit dipaksakan itu aku menyibukk
Magbasa pa
66. Terusik 2
Degh! Seketika pikiranku kembali pada beberapa waktu lalu. Kami sering berdebat dengan nama itu. Tapi? Apa ini adalah orang yang sama dengan yang kami sering perdebatkan? Ah, mungkin hanya kebetulan saja."Nanti akan saya kirim beserta tulisan yang harus ditulis dalam kartu ucapan itu, Mbak," sambungnya."Oh, iya, Mbak. Kirim saja ke nomor WA Toko Kue Lestari. 08xxxxx," tutupku. Aku termangu untuk sesaat, rasa itu masih ada, debaran halus pun masih terasa setiap kali mengingatnya. Rasa yang sudah kukubur dalam bahkan tak pernah aku bertanya tentangnya meski pada Mbak Mayang sekalipun itu, masih ada dan masih saja sama saat mengingat hal kecil saja tentangnya. Aku menghela napas, menepis segala rasa untuk menetralkan suasana. Notifikasi pesan masuk, sebuah nomor baru mengirim pesan pada nomor yang dikhususkan untuk keperluan toko.Aku tersenyum sekilas melihat pesan yang terkesan sangat romantis ini diikuti alamat dan waktu di mana kami harus mengirim kue tersebut. Sebisa mungkin a
Magbasa pa
67. Kembalinya rasa
Tepat pukul setengah delapan, aku sampai di sebuah gedung dua lantai yang berdinding kaca, khas kantor bank pada umumnya, tidak terlalu besar, namun bersih.Kubuka pintu kaca yang ada di depan setelah seorang lelaki bertubuh tegap menggunakan seragam security menyapa. "Karyawan baru?" tanyanya."Iya, Pak," jawabku tersenyum ramah."Mari masuk." Ia pun mengantar, aku berjalan mengekori security muda tersebut, tak lupa menyapa beberapa karyawan yang sudah datang. Mereka tampak ramah dan membalas sapaanku dengan senyuman. Ada pula yang acuh tak peduli. Yang pasti mereka terlihat cantik dan pandai bersolek, khas pegawai bank."Siapa, Pak?" Suara wanita membuat langkah kami berhenti."Karyawan baru, Bu," jawab security tersebut."Pagi, Bu," sapaku."Oh, Anyelir. Sini." Dia adalah Bu Ratih, kepala cabang yang juga merupakan langganan toko kue Ibu. Ia tampak tersenyum melihat kedatanganku.Aku mengikuti langkah Bu Ratih yang menuntunku di sebuah meja, tepatnya di seberang meja tinggi yang bi
Magbasa pa
68. Kembalinya Rasa 2
Kuucap salam di depan gerbang karena biasanya mereka menggunakan jasa security di rumah sebesar ini. Namun, nyatanya tidak ada jawaban, aku pun berinisiatif untuk membuka pagar tersebut. Tidak dikunci. "Sembrono sekali, gimana kalau ada rampok?" gumamku.Sebuah rumah terlihat berdiri kokoh dengan cat warna putih bergaya eropa di depan sana. Halaman hanya dihiasi oleh lampu taman remang-remang menambah indah jika dilihat pada malam hari. Jarak antara rumah dan halaman sekita 50 meter, aku berjalan menapaki jalan yang terbuat dari paving dengan lebar hanya sebatas lebar mobil, sedangkan sisanya hamparan rumput hias diselingi pohon palem dan Cemara memberikan kesan elegan jika dipandang. Mengingatkan aku pada rumah lama yang tak berbeda jauh dengan rumah yang terlihat tenang di depan sana, yang harus berpindah tangan karena ... aku.Setelah langkah kupercepat, aku pun sampai di teras rumah, ku buka kembali buku yang sudah kutulis alamat di dalamnya untuk memastikan, dan jika pun salah
Magbasa pa
69. Kau boleh menghinaku, tapi jangan anakku!
"Tenang, aku cuma mengantar pesanan," jawabku santai. Ia menyeringai.Masih kuingat jelas apa yang dikatakan oleh sahabatku ini di malam pertama sekaligus malam terakhir dia menginjakkan kaki di rumahku setelah sekian lama tak saling bertemu. "Noda hanya akan merusak sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah ini diibaratkan Megantara dan keluarganya, reputasi, nama baik. Semua. Kadang kita harus tahu diri, Nye. Megantara berhak mendapat yang sempurna, bukan hanya noda." Begitu mantap ia berucap malam itu.Semua kalimat-kalimat yang terlontar begitu menyakitkan itu masih tertanam jelas di dalam sini, hingga aku benar-benar menjadi sangat tahu diri. Nyatanya, persahabatan tidaklah penting setelah status kami berbeda, dia yang masuk ke dalam keluarga terhormat sedangkan aku yang telah kehilangan segalanya, termasuk kehormatan.Sejak malam itu, aku dan Tita tak lagi saling bertemu atau berhubungan meski hanya melalui pesan. Bukan bermusuhan, namun, lebih menjaga jarak. Siapalah aku, mana pa
Magbasa pa
70. Kau boleh menghinaku, tapi jangan anakku!
Kubuka pintu setelah mengucap salam. Ibu menjawab, tapi tak terlihat. Aku pun melangkah masuk, tampak Ibu sedang duduk di depan TV tanpa Nizam."Mana Nizam?" tanyaku begitu masuk ruangan. Seharian aku tak melihatnya, rasa rindu pastilah ada."Di rumah Mbakmu. Nggak mau pulang," jawab Ibu menoleh sekilas ke arahku kemudian kembali fokus pada sinetron kegemaran."Anye mau nyusul, Anye kangen sama Nizam." Tanpa menunggu jawaban aku pun keluar."Kunci saja pintunya, Bu. Aku mau tidur di rumah Bude," teriakku tanpa menghentikan langkah. Akan lebih baik tidak pulang dari pada Ibu melihat mata yang sembab dan menginterogasi sampai malam, kemudian berakhir dengan tangisan.Dengan setengah berlari aku menuju rumah Bude Menik. Mengucap salam kemudian menerobos masuk ke kamar Mbak Mayang.Cekrek! "Mbak." Keterkejutan terlihat di wajah Mbak Mayang yang tengah asik bersama Nizam di depan layar ponsel di ikuti pecahnya tangisan Nizam."Ya, Allah, Nye. Ngapain?" "Lah, kok, nangis? Ini Mama, Sayan
Magbasa pa
PREV
1
...
56789
...
20
DMCA.com Protection Status