Semua Bab NODA: Bab 41 - Bab 50
197 Bab
41. Penyesalan tanpa arti 2
"Apa maksud Mas Bian? Aku nggak suka, ya. Kita membahas Anyelir lagi.""Jawab saja, pernah atau tidak?" tanyaku masih dengan nada lembut."Kenapa membahasnya lagi? Kita sudah sepakat untuk tidak membahas orang lain dalam rumah tangga kita, Mas!""Luna! Apa susahnya menjawab, pernah atau tidak!" tegasku, kalau ini nadaku meninggi seiring meningginya sesak yang memenuhi dada. matanya mengerjap kaget. Ini adalah kali pertamanya aku meninggikan suara padanya."Pernah, di mini market tidak sengaja bertemu," jawabnya dengan sorot mata marah."Apa yang kalian bicarakan?" "Nggak penting.""Jawab saja sebelum aku habis kesabaran.""Mas!""Jawab!""Hanya bertanya kabar.""Luna!" bentakku.Rupanya berbicara dengan Luna tak bisa jika hanya dengan nada lembut lagi."Tentang anak itu? Apa yang kamu katakan pada Anyelir?" tanyaku tanpa basa-basi."Anak apa?"Brak!Habis sudah kesabaran, akhirnya terpaksa aku menggebrak meja yang ada di hadapanku. Luna tampak dengan spontan menaikkan bahunya kaget,
Baca selengkapnya
42. Nyatanya Ibu, Rapuh
27. Nyatanya, Ibu rapuh. POV AnyelirIbu sudah bersiap mengantar aku ke rumah sakit untuk kontrol. Mbak Mayang sudah mendaftar hari ini, namun tidak bisa mengantar karena suatu hal. Seperti biasa, Ibu membawa satu kotak dengan berbagai macam kue di dalamnya. "Bu, jangan bawa kue seperti ini terus. Anye nggak enak," tegurku pada Ibu yang sudah siap membawa serta Nizam dalam gendongan dengan kue yang sudah diletakkan di atas meja."Kenapa? Dokter Megan suka sama kue buatan Ibu, kok.""Iya, Anye tau, Bu. Tapi nanti kita dikira nyogok kalau setiap ketemu bawa kue.""Nyogok itu kalau belum terjadi, kalau menolongmu sudah terjadi namanya tahu diri." Aku mendesah lelah, Ibu selalu bisa mematahkan segala pendapatku."Yasudah lah, Bu. Terserah Ibu saja." Aku mengalah, kami pun berangkat menggunakan taksi online. Pak Tarjo tidak bisa mengantar karena harus mengantar banyak pesanan.***Terlihat sudah ada beberapa orang yang mengantri, aku dan Ibu duduk di bangku paling tepi. Tampaknya dokt
Baca selengkapnya
43. Nyatanya Ibu, rapuh 2
***Dokter Megan menyuruhku berbaring, setelah menanyakan. Beberapa hal padaku seperti keluhan, ASI, dan juga BAB ku."Belum BAB? Kenapa sengaja ditahan? Takut?" tanyanya to the poin. Dokter ini memang terlalu ceplas-ceplos. "Bukan ... Dok ...." Aku terbata, apa yang harus aku katakan, jika nyatanya apa yang dikatakan olehnya itu memang benar. Takut. Aku takut jika sampai terasa sakit dan jahitanku terputus. "Banyak-banyak saja makan yang mengandung serat seperti sayur dan buah. Minum air putih yang banyak juga. Nggak perlu takut, itu normal. Sekarang saya lihat jahitannya." Ia beranjak membimbingku ke ranjang periksa. Dengan langkah ragu aku pun mengikuti."Kenapa, nggak Suter Yeni saja yang memeriksa?" pintaku saat dokter Megan hendak memeriksa jahitan di bawah sana. Entah, aku merasa begitu canggung. Masih kuingat jelas, dari pembukaan satu hingga 10 dia tak melihatnya sama sekali karena menyerahkan semua tugas pada bidan dan perawat, selebihnya dia hanya menemani di bagian atas,
Baca selengkapnya
44. Setelah sekian lama
Sejak pertemuan terakhir di kunjungan terakhirku pada Dokter Megan, kami tak lagi saling bertemu. Namun, kadang sebuah pesan masuk hanya sebatas menanyakan kabar, entah itu Ibu atau Nizam yang ia tanyakan sebagai pembuka percakapan.Dari sana kami saling dekat sebagai teman. Sifatnya yang kadang membuat jengkel namun perhatian membuat kami tak jarang melontarkan candaan dan kadang terdiam karena candaan yang terlalu berlebihan membuatku marah. Sempat pula ia mengatakan ingin melamar, tepatnya sekitar satu bulan yang lalu, tapi aku hanya menganggapnya sebagai candaan yang berlebihan. Kubiarkan saja dan aku tak membalas pesan itu. Setelahnya, kami tak membahas hal itu lagi.Nizam, tak terasa sudah semakin besar. Enam bulan terasa begitu singkat setelah kulalui hariku bersama Nizam. Sudah satu bulan ini aku bergelut dengan skripsi yang belum usai. Ya, saat usia Nizam 3 bulan kemarin. Ibu meminta dan memohon untuk aku kembali menyelesaikan pendidikan. Setidaknya, jika tak bisa melanjutkan
Baca selengkapnya
45. Setelah sekian lama 2
Aku terbangun, seiring dengan suara Nizam yang seolah sedang terusik, menggeliat, dan sedikit meringik.Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, aku meraihnya dalam dekapan, menenangkan. Demam. Suhu tubuh Nizam kembali naik, bahkan semakin tinggi. "Ya Allah, Nizam." Aku berlari keluar kamar, membawa Nizam dalam dekapan menuju kamar Ibu yang masih tertutup. Kuketuk pintu dan kupanggil nama Ibu. "Bu." Tak ada jawaban. Kembali kuketuk pintu lebih keras dan memanggilnya pun dengan suara yang lebih keras lagi. Namun sama. Tak ada jawaban. Kutengok jam dinding waktu menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku pun mendesah lelah, pastilah Ibu sedang nyenyak-nyenyaknya, pintu pun dikunci dari dalam dan itu memang sudah menjadi kebiasaan.Aku kembali ke kamar, memakai hijab dan sweater tebal untuk menutupi piyama yang hanya sebatas lengan. Kuambil gawai dan memesan taksi online. Kemudian kusambar tas begitu taksi sudah berada di depan.Tak lupa beberapa keperluan Nizam aku bawa, keperluanku bisa
Baca selengkapnya
46. To the poin
Mereka menoleh cepat ke arahku. "Anyelir ...." Lirih, namun masih bisa kudengar suara itu keluar dari bibir Dokter Megan yang menatapku entah.Aku pun berjalan mendekati Nizam yang masih terbaring, lemas seperti tak ada daya. Mereka tampak memberi jalan. Kulihat infus sudah terpasang. Namun, Nizam masih tertidur pulas. Menangis pun tidak. Membuatku semakin was-was."Apa anak saya pingsan? Kenapa dipasang infus yang sudah pasti sakit sekali masih tidak bangun?" tanyaku sambil terus menyeka air mata yang keluar terus dari sudut mata ini tanpa jeda."Tenang, Bu, tadi bangun, kok, nangis sebentar. Sudah ditenangkan sama dokter Megan," terangnya, aku menoleh sekilas pada dokter Megan yang tersenyum samar di sebelahku. Kami memang dekat di dunia maya, namun saat bertemu, entah, canggung itu masih begitu kentara. Membatasi hubungan pertemanan yang terjalin hanya lewat WA."Terima kasih," ucapku menundukkan wajah. Ia mengangguk pelan."Sekarang kita bisa bawa ke kamar, Bu," ujar petugas yang
Baca selengkapnya
47. To the poin 2
Setelah meletakkan tas di atas nakas. Ia meraih Nizam dari tanganku. Aku pun memberikan. Sudah buntu rasanya membuatnya tenang."Sssttt ...." Dia mulai menenangkan kemudian duduk memangku seraya menepuk bagian dada pelan. Setelahnya terdengar deheman dari penghuni sebelah."Nggak enak sama tetangga sebelah kalau terus nangis," keluhku setengah berbisik."Iya, tau.""Kenapa nggak ambil VIP biar bisa istirahat?" sambungnya."Penuh, baru ada yang kosong besok katanya.""Sudah pesan?" "Sudah.""Ini kenapa lampunya mati? Nyalain, tambah sumpek," perintahnya."Ssttt ... mungkin mereka biasa tidur dengan lampu mati, kita pendatang, jangan arogan," bisikku meletakkan jari telunjuk di bibir."Kenapa dia diam?" Kutonggokkan kepalaku ke arah Nizam yang terlihat tenang di pangkuan dokter Megan."Kamu salah gendongnya, nggak nyaman, di rumah siapa yang biasa gendong?""Saya lah.""Bohong."Aku menelan ludah. "Ya, Ibu." Aku pun mengaku. Aku hanya menggendong saat memberi Asi. Selebihnya, saat Ni
Baca selengkapnya
48. Babak Baru
POV Megantara[ Assalamualaikum, Bu Lestari. Saya mau mengabarkan bahwa, Nizam terkena radang. Harus dirawat. Tadi Anyelir membawanya ke rumah sakit. Ibu tidak usah khawatir, saya menemani Anyelir, mereka baik-baik saja. Megantara ]Send.Kupandangi wajah yang sudah berbulan-bulan aku tak melihatnya. Selama itu pula tak jarang aku mampir ke toko kue miliknya hanya untuk sekedar ingin melihat wajahnya walau hanya sekilas saja, menyapa, kemudian berharap mereka mempersilahkan mampir sebentar. Namun nihil, sejak kelahiran Nizam aku tak pernah melihat lagi Bu Lestari di toko kue, apa lagi Anyelir. Mungkin mereka sibuk mengurus Nizam di rumah yang ada di belakang toko itu. Tak mungkin juga datang bertamu secara langsung tanpa ada keperluan penting. Alhasil, aku hanya pulang dengan tangan kosong, hanya membawa kotak kue dengan berbagai isi di dalamnya dan kadang aku berikan pada pemulung yang aku temui di jalan pulang. Bukan tidak
Baca selengkapnya
49. Nekat
POV AnyelirAku duduk di meja kantin sambil memainkan ponsel untuk mengusir kebosanan, saat harus menunggu nasi goreng pesanan selesai dibuat. Membuka media sosial dan berakhir pada WA karena ada pesan masuk dari dosen pembimbing yang mengabarkan bahwa bimbingan libur hari ini. Alhamdulillah. Setelahnya, seperti biasa, tangan ini mulai ingin tahu dan memeriksa status WA, tanpa sengaja aku melewati sebuah status yang menyita perhatian. Aku pun mengembalikannya kemudian membacanya sejenak.*Mencintai dalam diam memang terlihat menyedihkan, namun akan lebih menyedihkan jika tak pernah mengungkapkan tapi sudah kehilangan.*"Mengantara?!" lirihku. Status yang diunggah oleh dokter Megan itu menunjukan waktu yang sama, waktu setelah kami berbincang saat ia seolah sedang mengungkapkan perasaan. Apa itu tandanya dia serius, tapi kenapa di mataku dia selalu terlihat main-main?Aku yang tidak peka atau memang dia hanya main-main? Entah.Aku segara pergi setelah nasi goreng pesanan sudah jadi, ten
Baca selengkapnya
50. Nekat 2
Aku menghela napas kemudian membuka pintu kamar. Mbak Mayang dan Ibu menoleh ke arahku. "Ini sarapannya, Bu.""Mbakmu sudah bawa, Nye.""Ah, telat, tau gitu nggak perlu harus ketemu dokter Megan segala di kantin.""Kenapa emangnya?" tanya Mbak Mayang"Meresahkan.""Meresahkan gimana?""Lupakan."Setelah sarapan, sekitar pukul 10 perawat memberi tau untuk segera pindah ke kamar yang sudah aku pesan semalam.Kami pun segera membereskan barang. Ibu menggendong Nizam, aku mengekor membawa infusnya, sedangkan Mbak Mayang membawa barang. Untung dia datang, jadi tugas terasa lebih ringan.***Kamar VIP nomor 10 menjadi tempat kami menginap sekarang, Nizam sudah tidak begitu rewel semenjak Ibu datang. Tapi, masih ada yang mengganggu pikiran yaitu tentang ancaman dokter Megan. Jika dipikirkan masak-masak perkataannya memang ada benarnya, Ibu bisa kecapekan kalau terus ada di sini. Tapi kalau Ibu tak ada di sini? Aku takut Nizam akan rewel seperti semalam, apa aku bisa menenangkan? Ditemani
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
20
DMCA.com Protection Status