All Chapters of KURELAKAN SUAMIKU UNTUK MANTANNYA : Chapter 41 - Chapter 50
131 Chapters
Part 41. flashback tujuh tahun yang lalu.
POV. BaraAku menunggunya dengan gelisah. Duduk di sebuah bangku panjang, di bawah pohon yang rindang. Entah sudah berapa lama, aku menunggunya. Tidak ada jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Tidak ada ponsel yang kubawa di dalam saku celanaku. Karena memang aku tidak memiliki kedua benda itu.Suasana yang mendung, membuatku tidak bisa melihat, sudah sampai mana, arah pergerakan sang raja tata surya. Entah ini sudah jam berapa. Apa mungkin, gadisku itu, lupa, bahwa hari ini adalah hari keberangkatanku? Tapi bukankah seminggu yang lalu, aku sudah berbicara? Atau mungkin, dia belum pulang sekolah?"Jam berapa, Mas?"Aku mencoba bertanya kepada seseorang yang lewat."Setengah dua," jawabnya sambil menengok aksesoris yang melingkar di tangannya. Kemudian dia berlalu pergi.Jam setengah dua. Itu artinya, aku sudah menunggunya selama satu jam. Tadi aku ke sini, tepat setelah shalat dhuhur. Dan sekarang, aku hanya punya waktu satu jam saja, yang masih tersisa. Jam empat sore, a
Read more
Part 42. Flashback tujuh tahun yang lalu (2)
POV. Bara"Kamu yakin, mau meninggalkan aku, pergi sejauh itu?" Terdengar suara seraknya, yang seolah tercekat di kerongkongan."Maaf, hanya itu jalan satu-satunya. Bukankah sejak enam bulan yang lalu, aku sudah bilang sama kamu? Dan kamu sudah bilang iya?" jawabku."Aku bilang iya, karena aku tidak tahu. Jika ternyata rasanya akan sesakit ini ...."Kini bahkan tangisan Luna sudah pecah, bercampur dengan suara derasnya air hujan, juga suara petir yang menggelegar. Tubuhnya terlihat terguncang ke depan dan ke belakang. Aku sama sekali tidak bisa menenangkannya. Aku tidak berani untuk mengusap punggungnya. Apalagi berniat tuk memeluknya. Itu bukan gaya pacaran kami."Bukankah masih ada jalan lain? Kamu bisa mencari pekerjaan di sini. Tidak perlu pergi sejauh itu," ucap Luna di sela-sela isak tangisnya.Aku menghela nafas panjang. Rambut panjangnya terbawa angin, hingga menutupi sebagian wajahku. Kupejamkan mataku. Tercium aroma shampo yang wangi, bercampur aroma khas air hujan.Kupejam
Read more
Part 43. Flashback tujuh tahun yang lalu.
POV. BaraAku pun mendongak ke atas. Jangan sampai, air mataku juga luruh, di hadapan kekasihku. Aku laki-laki. Seperti apa pun yang terjadi, aku tidak boleh menangis."Pergilah sekarang juga, jangan pernah menengok ke belakang," ucapnya, sambil memejamkan matanya.Aku pun segera berlari dengan cepat. Menuju bus yang sudah hampir melaju.Satu kakiku sudah naik ke atas. Kutolehkan pandanganku, kepada gadis pujaanku yang tengah berdiri terpaku. Aku memutuskan untuk tetap berdiri di pintu. Menghadap ke belakang, agar terus bisa melihatnya.Hingga bus berjalan, kami masih saling berpandangan. Kulihat tubuhnya semakin mengecil, kemudian tidak terlihat lagi, seiring dengan laju bus yang berjalan kian menjauh.Selamat tinggal ....Semoga lima tahun lagi, kita bisa bertemu kembali.*****Sesampainya di kantor Depnaker, aku segera mengikuti arahan yang ada. Kami semua, para calon TKI, dipindahkan ke tempat penampungan.Paginya, kami langsung diterbangkan ke negri yang menjadi tempat tujuan kam
Read more
Part 44. Mulai mencoba ....
POV. BaraSungguh di luar dugaan. Aku yang selama lima tahun membanting tulang di negeri orang, namun ternyata justru kenyataan yang begitu menyakitkan, yang menyambutku pulang.Gadis pujaanku duduk di pelaminan dengan lain orang.Segera kustarter sepeda motorku. Pergi dari tempat ini, sebelum tangisku tak bisa kubendung lagi.Pergi ke makam ayah dan ibuku. Sendirian. Tanpa Luna, seperti rencanaku sebelumnya.Sesampainya di pusara Ayah dan ibuku, aku segera mengirim doa-doa untuk mereka. Setelah doa-doa itu selesai kubacakan, aku pun bercerita tentang banyak hal.Aku bercerita kepada mereka. Tentang aku yang tidak pernah mengunjungi mereka, karena harus merantau ke tempat yang sangat jauh. Aku bercerita kepada mereka, tentang aku yang baru saja pulang. Aku bercerita kepada mereka, tentang aku yang sudah berhasil membangun rumah.Hingga akhirnya aku bercerita kepada mereka, tentang Luna. Tentang Luna yang ternyata sudah menjadi milik orang lain. Tentang Luna yang ternyata menikah, tepa
Read more
Part 45. Melihat Luna.
POV. BaraEnam bulan aku menekuni usahaku, untuk mencoba mengembangkan pasar, hingga ke luar pulau.Aku sudah memiliki beberapa karyawan. Memiliki beberapa mobil box, yang kusus untuk mengantar barang.Meskipun hatiku masih luka, karena pernikahan Luna, namun Ibu dan Bapak selalu menyemangatiku. Hingga aku bisa tegar, menjalankan usahaku.Aku pun jarang berada di rumah. Aku lebih sering ikut karyawanku pergi ke luar pulau. Selain karena ingin melihat-lihat peluang usaha, aku juga sebenarnya ingin mengalihkan rasa sakit hatiku.Satu tahun sudah, aku di negeri ini. Namun penggantinya Luna, belum juga kutemui. Jangankan ingin mencari penggantinya. Bahkan hingga kini, nama Luna, hingga kini masih menjadi ratu di hatiku, tanpa sedikit pun aku bisa melupakannya.Luna yang begitu mempesona. Luna yang dulu begitu menerimaku apa adanya. Meskipun dia dikejar oleh beberapa anak orang kaya, namun dia justru lebih memilihku, anak yatim-piatu yang tidak memiliki apa-apa.Bahkan aku selalu merasa. B
Read more
Part 46. Perintah Ibu untuk memperjuangkan Luna.
POV. BaraAku sudah tidak mampu meneruskan ucapanku. Tenggorokan ini terasa begitu sakit. Luka ini kembali terbuka.Ibu hanya ternganga. Dia kemudian mengambil figura foto yang ada di tanganku. Menatapnya dengan begitu lama."Kok Ibu tidak mengenalinya, ya? Apa mungkin karena foto ini, sudah terlalu lama, sehingga wajah Non Luna, sudah menjadi terlihat berbeda? Karena, foto ini, tidak memakai kerudung. Sementara, sekarang dia lebih sering memakai kerudung," gumam Ibu.Kutinggalkan Ibu yang masih berdiri terpaku, sambil menatap foto itu. Aku masuk ke kamarku. Kamar di lantai dua, yang kebetulan bersebelahan dengan rumah Luna.Semenjak saat itu, aku lebih sering tidak berada di rumah. Aku tidak kuat, melihat kemesraan mereka.Apalagi jika malam hari. Kadang aku mendengar suara-suara aneh mereka. Karena mungkin saja, memang kamar kami bersebelahan. Saat seperti itu, aku hanya bisa meluapkan emosiku dengan pergi ke belakang rumah, memukuli samsak tinju yang tergantung itu.Dan jika malamn
Read more
Part 47. Tentang keuangan.
Pov. LunaDalam hatiku, sebenarnya aku merasa sangat berdosa, karena telah melalaikan kewajibanku sebagai seorang istri. Kusadari, bahwa sebenarnya, gelisah yang melanda kekasih halalku itu, karena dia sedang merasa begitu menginginkan aku.Namun ternyata hati ini memang masih juga belum bisa berdamai dengan kenyataan yang ada. Bayangan suamiku yang pernah berg*mul dengan perempuan itu, begitu mengganggu alam pikiranku.Setiap saat, setiap waktu. Hanya hal ini yang ada dalam pikiranku. Menjelang tidur, aku membayangkan itu. Bangun dari tidur pun, hal itu sudah langsung terbayang di mataku. Bahkan ketika mataku sedang terpejam. Tak urung, hanya hal itu, yang mengganggu pikiranku.Kubayangkan. Bagaimana dia memeluk perempuan itu. Bagaimana dia menci*m perempuan itu. Bagaimana dia menc*mbu perempuan itu. Bagaimana dia mel*pas baju perempuan itu. Bagaimana suamiku menyentuh seluruh tub*h perempuan itu. Bagaimana suamiku menikm*ti perempuan itu.Kubayangkan bagaimana perempuan itu menyambu
Read more
Part 48. Hampir setiap malam ....
POV. Luna"Terus, dia menanyakan tentang keuangan butik juga?" tanyaku.Jujur saja, aku merasa heran dengan suamiku. Tidak biasanya, dia ikut campur urusan butik. Biasanya dia selalu bersikap acuh tak acuh, dan tidak mau tahu."Laporan keuangan, juga ditanyakan. Dan saya jawab apa adanya. Terus beliau berpesan. Selama Bu Luna tidak datang, beliau meminta, supaya saya bekerja dengan sungguh-sungguh, dan jujur, jangan sampai mengecewakan Ibu. Begitu saja sih, Bu. Kadang juga Pak Aksa, menyempatkan diri datang ke butik, membawakan makanan untuk anak-anak. Tapi hanya masuk sebentar, menaruh makanan, terus pergi lagi," ucap Risa dengan begitu polos."Kalau saya lihat, Pak Aksa sekarang, cenderung lebih ramah. Kalau dulu kan, orangnya jutek. Saya sering takut, kalau pas di sini, terus ada Pak Aksa," ucap Risa lagi.Mendengar cerita Risa, aku pun berfikir. Berarti selama ini, selama aku vakum dari butik, diam-diam, suamiku berusaha ikut menjaga usahaku, agar tidak tumbang. Sementara aku just
Read more
Part 49. Tangisan Mas Aksa.
POV. LunaHampir setiap malam, kami melakukan itu. Mas Aksa sepertinya sudah sangat berharap ingin memiliki anak. Dia memperlakukan aku dengan lebih baik lagi. Dia memanjakan aku dengan lebih sempurna. Dia melayaniku, hingga aku hilang trauma."Mas, bagaimana jika nantinya kita tidak kunjung memiliki anak? Sepertinya kamu sudah sangat menginginkannya?" ucapku, setelah kami baru saja selesai memadu kasih."Tidak apa-apa, aku akan sabar menunggunya. Kita akan berusaha bersama-sama," jawabnya terdengar begitu manis."Kalau misalnya kita sudah berusaha, dan ternyata memang aku dinyatakan tidak subur, dan tidak bisa memberimu anak, apakah kamu akan pergi meninggalkan aku, dan menikahi perempuan lain, yang bisa memberimu anak? Seperti yang ada di cerita-cerita itu?" tanyaku lagi.Jujur, aku merasa khawatir. Teman-temanku yang lain, yang baru dua bulan menikah, bahkan sudah pamer tespek garis dua. Sedangkan aku, dua tahun menikah, belum ada tanda apa-apa.Mas Aksa menatapku lama. Diraihnya k
Read more
Part 50. Menciumnya.
Pov. AksaPagi ini juga, kubawa istriku pulang ke rumahku, sebelum aku berangkat ke kantor.Sesampainya di rumah, aku berniat untuk mendatangi Bu Indah. Ingin menitipkan Luna, selama kutinggal bekerja. Rencananya, aku akan menelpon Risa, supaya dia mengajak istriku ke butik. Agar Luna tidak hanya berdiam diri di rumah. Namun itu pun, jika Luna mau. Jika tidak mau, itu artinya, aku harus meminta tolong kepada Bu Indah untuk sering-sering menengok Luna.Pintu gerbang sedikit terbuka. Aku pun langsung masuk ke halaman rumah mewah itu.Kuketuk pintu kayu yang berukir itu. Pintu pun terbuka. Namun bukan wajah Bu Indah, yang nampak di depan mata. Melainkan Bara. Pemilik rumah mewah ini. Laki-laki yang pernah bilang, ingin memiliki istri yang secantik istriku. Entah apa maksud dari ucapannya itu."Permisi," ucapku."Kamu Aksa, kan? Kemarin sore dicariin tuh, sama gundik kamu!"Belum juga aku menyampaikan tentang maksud kedatanganku, Bara sudah berbicara dengan nada yang sama sekali tidak ena
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status