Luna adalah seorang istri yang dikhianati oleh suaminya. Rasa cinta yang begitu dalam, membuat dia seperti kehilangan pegangan. Hingga akhirnya dia menyadari, bahwa ada lelaki dari masa lalunya, yang ternyata begitu mencintainya. Pandangannya berubah, ketika dia mengetahui bahwa mantan kekasihnya menempati rumah sebelah.
Lihat lebih banyak"Bu, itu sepertinya suami Ibu, deh, Pak Aksa. Iya, Bu, tidak salah lagi. Dia berjalan keluar, bersama seorang per ...."
Saat aku sedang sibuk memilih barang belanjaan, tiba-tiba saja, Risa--asistenku, menepuk punggungku dengan rusuhnya, sambil mengucapkan kalimat yang sulit diterima logika.
Mana mungkin, suamiku ada di sini. Mungkin Risa salah lihat. Atau mungkin Risa melihat orang yang mirip dengan suamiku. Sehingga asistenku mengira, bahwa dia adalah suamiku.
Sejak dua hari yang lalu, Mas Aksa sedang dinas ke luar kota. Dan sore nanti, pekerjaannya baru selesai. Jadi baru nanti malam, dia akan sampai di rumah.
Jadi jika Risa bilang, dia baru saja melihat suamiku, kupastikan, dia pasti salah lihat.
"Risa, Mas Aksa itu sedang dinas di luar kota. Sudah tiga hari ini. Nanti sore, pekerjaannya baru selesai. Nanti malam, baru sampai rumah," jawabku tanpa menoleh.
Aku sedang sibuk mencocokkan catatan belanjaanku dengan tulisan-tulisan yang tertempel di produk-produk yang terpajang ini. Jangan sampai keliru. Bisa bantat nanti, kue yang kubuat.
"Tapi, benar, Bu, saya tidak salah lihat. Saya yakin, beliau Pak Aksa. Coba deh, Ibu keluar. Beliau baru saja keluar," ucap Risa lagi. Kali ini dia berbicara dengan begitu yakin. Bahkan dia juga menarik lenganku, agar aku segera berdiri.
Aku pun melihat ke arah keluar. Sekedar untuk melegakan Risa, yang tengah berbicara dengan nafas yang begitu tersengal.
Tidak kudapati sosok suamiku. Namun, dalam sekelebat pandanganku, aku memang sepertinya melihat mobil suamiku, yang baru saja keluar dari pelataran super market ini.
Ah, mungkin saja, itu mobil yang mirip. Bukankah di kota ini, ada banyak mobil dengan merek dan warna seperti itu? Bukan hanya milik suamiku?
Aku yakin, suamiku adalah orang yang baik. Dia begitu mencintaiku. Seluruh hidupnya hanyalah tentang aku dan pekerjaannya.
Ponselnya pun, tidak ada sandinya. Aku bisa dengan bebas membukanya. Aku bisa bebas meminjamnya, aku bisa bebas ikut memakainya. Tidak ada rahasia di antara kami.
Mana mungkin dia selingkuh. Mana mungkin dia aneh-aneh, pergi ke mall bersama perempuan. Risa pasti salah lihat.
"Padahal tadi aku melihat dengan jelas, Pak Aksa keluar lewat pintu ini, sambil memeluk perempuan."
Aku mendengar bagaimana Risa bergumam, namun tetap saja tidak kupedulikan. Aku lebih percaya dengan ucapan suamiku, daripada dengan mata asistenku.
Selang beberapa menit, saat aku masih sibuk memilih barang-barang yang hendak kubeli, terdengar suara ponselku yang bergetar.
Suami kesayanganku, menghubungiku dengan panggilan video. Wajahnya terlihat begitu menawan. Aku sengaja menyalakan loud speakernya, agar Risa ikut mendengarnya. Agar asistenku itu, tidak lagi berfikiran buruk tentang suamiku.
"Halo, Sayang.... Ntar malem, mungkin aku sudah sampai rumah. Kamu mau minta dibelikan apa?" tanya suamiku dengan begitu mesranya.
"Aku nggak minta apa-apa, Mas. Mas pulang ke rumah dalam keadaan selamat pun, aku sudah seneng banget," jawabku, sambil melirik Risa.
"Memangnya, Mas sudah mau pulang?"
"Belum, ini masih di Bandung. Ntar sore baru selesai, sepertinya. Padahal aku sudah kangen banget, sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi? Pekerjaan juga belum selesai. Kamu minta dibeliin apa, ngomong saja, jangan sungkan," ucapnya.
"Tidak usah, Mas. Aku cuma minta, nanti Mas harus pulang ke rumah, jangan sampai terlambat," ucapku.
"Ok, deh, Sayang. Aku juga sudah tidak sabar, ingin segera memelukmu. Nanti jam delapan malam, aku sudah sampai di rumah. Kita akan melepas rindu. Kita akan lembur sampai pagi, siapa tahu, bisa dapat rejeki adik bayi." Dia tersenyum nakal.
Selalu, seperti itu. Dia senang sekali menggodaku.
"Mas, kamu lagi sama siapa?" Aku ingin memastikan, bahwa dia tidak sedang bersama perempuan.
"Tidak sama siapa-siapa, ini cuma sendiri, habis makan siang."
Dia pun memutar layar ponselnya ke berbagai arah. Sehingga aku bisa melihat dengan jelas, bahwa dia memang sendirian, di dalam mobil.
"Sudah dulu ya? Aku mau kerja lagi. Bye bye, Cinta, sampai jumpa nanti malam. Dandan yang cantik ya?"
Dia pun menutup telponnya.
"Tuh, kan? Mas Aksa itu masih di Bandung. Kamu tadi cuma salah lihat." Aku berbicara dengan bangga. Membuktikan, bahwa suamiku adalah laki-laki yang setia.
Risa hanya mengangguk, sambil tersenyum canggung.
****
Hari ini adalah hari yang spesial. Hari ulang tahun suamiku. Aku sengaja ingin memberikan kejutan kepadanya. Sebuah pesta kecil-kecilan untuk kami berdua.
Aku ingin membuat kue ulang tahun. Aku juga ingin memasak spesial, untuk nanti malam. Aku ingin, malam nanti kami bisa melakukan dinner romantis di rumah. Dilanjutkan dengan kegiatan yang tentunya tidak kalah romantisnya.
Siang ini, aku bersama Risa, sibuk mengeksekusi bahan-bahan mentah yang ada. Tangan Risa begitu lincah, membantu semua pekerjaanku.
Sebenarnya aku bisa saja, langsung membeli kue tar di toko kue. Aku juga bisa membeli makanan di restoran. Rasanya tentu lebih enak.
Namun aku justru lebih tertarik untuk membuatnya sendiri dengan tanganku. Aku ingin, di hari yang spesial ini, suamiku bisa memakan masakan yang kubuat sendiri, dengan penuh cinta.
Setelah semuanya selesai, Risa pun berpamitan untuk pulang.
Hari sudah senja. Aku pun segera membersihkan diri, untuk selanjutnya menunaikan kewajibanku. Kupanjatkan doa-doa untuk keselamatan suamiku.
Kulepas mukena, berganti dengan memakai baju tidur yang tadi kubawa dari butik. Baju tidur yang tidak terlalu tipis, namun terlihat sedikit seksi.
Tidak lupa, aku pun mengoleskan sedikit wewangian di beberapa titik tubuhku.
Rambut panjangku, kubiarkan tergerai, seperti yang selalu diinginkan oleh suamiku.
Kupatut wajahku di depan cermin. Tanganku sibuk memoleskan krim malam di wajahku. Setelah itu, kuukir alisku, agar tampak lebih sempurna. Tidak lupa, kutambahkan blossom di kedua pipiku, agar tampak sedikit merona. Bibir pun kuoleskan lipstik warna merah muda.
Sempurna. Riasan tipis ini, semoga saja bisa membuatku tampak lebih cantik di mata suamiku.
Setelah penampilanku terasa paripurna, aku pun segera menata berbagai menu yang tadi kubuat bersama Risa.
Tidak lupa, kue ulang tahun pun sudah bertengger manis, di atas meja berbentuk oval ini.
Jam tujuh tiga puluh menit. Artinya, setengah jam lagi, dia sudah sampai di rumah.
Jam Delapan kurang sepuluh menit. Lilin-lilin pun mulai kunyalakan. Termasuk lilin yang tertancap di atas kue tart itu. Lilin dengan desain angka dua dan lima.
Kutatap jarum jam yang tidak berhenti berputar. Hingga jarum pendek itu sudah menyentuh angka delapan, dengan jarum panjang yang tegak berdiri di angka dua belas.
Detik demi detik pun terus berlalu, namun tak juga kudengar deru mobil suamiku.
Bersambung
"Bagaimana, Sayang? Kamu mau, diintimidasi seperti ini? Dipaksa-paksa, dibuat malu? Kalau aku sih ogah, bikin malu," ucapku pada suamiku. "Jika Mbak Bunga tidak mau, juga tidak masalah. Masalah Mbak Bunga dan Mas Aksa, akan saya serahkan ke kantor polisi. Biar nanti polisi saja yang akan menangani. Mbak Luna juga katanya sudah siap untuk mengajukan laporan ke kantor polisi. Bagaimana, kalian memilih opsi yang mana?"Lagi-lagi, para warga pun bersorak sorai, menyoraki kami."Baiklah, saya memilih membersihkan komplek saja," jawab Aksa dengan lirih, sambil menunduk. Aku menyikut lengan suamiku. "Kenapa tidak memilih diselesaikan di kantor polisi, kita bisa menyewa pengacara. Kalau membersihkan komplek, kita bakalan malu seumur hidup. Kamu jadi laki-laki, kenapa bodoh sekali?!"Aku berbicara dengan sangat kesal. Bagaimana mungkin, Aksa yang memiliki karir yang cemerlang, tapi bisa sebodoh ini? "Pak Rt, kami memilih untuk diselesaikan di kantor polisi saja. Kami akan menyewa pengacara
Dan tiba-tiba saja, mamanya Aksa keluar dari rumah, menghampiri anak lelakinya. "Aksa, benarkah apa yang telah diucapkan oleh perempuan tidak beradab itu? Kamu sudah menikahinya? Kamu berani menikah, tanpa ijin, dan tanpa restu dari orangtuamu? Pernikahan macam apa, itu? Kalian kira, menikah itu adalah sebuah permainan?""Kamu itu! Entah bagaimana aku akan mengataimu. Apa kurangnya Luna, sampai kamu tega berbuat seperti itu. Luna itu baik, jika kamu tidak menyakitinya!""Sepertinya kamu memang sudah dibuat gila, oleh perempuan rendahan itu, sampai-sampai kamu tega membawanya ke rumah ini!""Perilaku apa itu namanya, jika bukan perilaku binatang!""Perempuan rendahan yang hanya bermodal sel*kangan, kamu bawa pulang. Kamu ajak tidur di kamarmu. Bodoh sekali kamu!"Dan tiba-tiba saja, telapak tangan mamanya itu, sudah melayang menampar pipi anak lelakinya. Dan kemudian beralih menamparku. Lagi-lagi, semua warga pun menyoraki kami. "Diam ... diam ... Mohon semuanya harap tenang, ya? K
Kini bahkan tubuh Aksa sudah ambruk ke lantai. Ayahnya masih tetap berdiri, dengan nafas yang tersengal. Kemudian, papanya Aksa keluar begitu saja, dari kamar ini.Aku melirik mamanya Aksa, sekilas. Namun naas. Ternyata, dia juga sedang menatapku. Hingga tatapan mata kami pun bertemu. Dan tiba-tiba, di luar dugaanku, mamanya Aksa segera naik ke atas ranjang. Dia semakin mendekatiku. Ditariknya, rambutku. "Ini dia, perempuan yang berhasil merubah anakku menjadi bejat seperti ini. Dulu, sebelum bertemu dengan kamu, Aksa itu adalah anak yang baik. Dia juga suami yang baik dan bertanggungjawab. Tapi kamu telah meracuni pikirannya. Kamu manfaatkan selgkaanmu, untuk menjerat anakku. Dan dengan tidak tahu malu, kamu telanjang di kamar tidur anakku. Sudah miskin, masih tidak tahu malu. Entah sebutan apa, yang cocok disematkan untuk perempuan murahan seperti kamu itu. Sepertinya, sebutan jal*ng pun, terlalu baik untukmu!"Rambutku ditarik dengan lebih keras lagi. Sehingga menimbulkan rasa sa
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen