All Chapters of SUAMIKU SUAMIMU: Chapter 41 - Chapter 50
189 Chapters
BAB 42
"Sini, Nak. Minum teh dulu menghangatkan perut." "Iya, Buk" sahutku sambil duduk di depan ibu. Aku menghirup teh hangat buatan ibu."Nuri tau kamu kesini, Nak" tanya ibu."Iya, Buk. Aku mengabarinya lewat telpon tadi karena kebetulan masih jam kerja tadi ketika Rini menerika kabar kecelakaan Bu Endang."Ibu diam sambil tersenyum padaku."Nak, apa kalian sudah membicarakan mengenai hubunganmu dengan Rini, maaf jika ibu terpaksa menanyakan ini padamu.""Iya Bu, tak apa. Kami sudah membicarakannya.""Lalu apa tanggapan anak ibu?""Nuri tidak pernah setuju dengan poligamu, Buk.""Lalu bagaimana?""Aku akan melepaskan Rini dan kembali menjalani rumah tangga kami dengan normal," sahutku mantap.Ibu menarik nafas."Jangan mempermainkan pernikahan, Nak."Aku mengerutkan keningku, tak kupahami apa maksud ucapan ibu."Apa maksud ibuk?""Ibu tidak mau ikut campur lebih jauh. Ibu yakin kalian pasti mampu mengatasinya dengan baik. Apapun keputusan kalian ibu akan selalu mendukung dan mendoakan ke
Read more
BAB 43
“Maaf sebelumnya saya mau tanya dengan siapa saya berbicara dan apa hubungan Anda dengan pasien atas nama Bu Endang,” tanya dokter setelah aku duduk di hadapannya.“Saya Andri, Dok. Saya keluarganya pasien.”“Anda anaknya atau keponakannya? Kami perlu data yang jelas sebelum menjelaskan detail kondisi pasien."“Saya ... menantu pasien, Dok,” jawabku ragu.Dokter itu terlihat terdiam sesaat sambil mengerutkan kening, sepertinya dia heran dengan keraguanku menjawabnya.“Baik, Pak Andri. Maaf jika saya harus menyampaikan berita ini. Kondisi pasien saat ini dalam kondisi yang kurang baik. Kepalanya mengalami benturan pada saat kecelakaan dan itu menyebabkan trauma di kepala pasien. Bahkan suatu mukjizat bagi kami melihat pagi ini pasien bisa sadar dan mebuka matanya. Kami menganjurkan dilakukan tindakan operasi namun harus dirujuk ke rumah sakit rujukan yang setingkat di atas rumah sakit ini karena peralatan medis di sini belum memadahi.”“Kalau begitu segeralah dirujuk, Dok. Saya yakin k
Read more
BAB 44
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.” Aku berucap lirih. Sesungguhnya hidup dan mati manusia adalah rahasia Allah. Baru beberapa menit yang lalu beliau menitipkan putrinya padaku dan kini Bu Endang telah berpulang kepada Sang Pencipta.“Pak Andri silahkan mengurus beberapa urusan administrasi agar jenazah bisa segera dipulangkan. Petugas kami akan mengarahkan prosedur pengurusan jenazah. Sekali lagi maafkan kami."“Iya, Dok.”Aku mengusap-usap ujung kepala Rini yang tertutup jilbab. Sungguh malang gadis ini, sekarang dia harus kehilangan ibunya. Beruntung kemarin aku langsung berinisiatif mengantarkannya ke sini, rupanya ini adalah pertemuan terakhirnya dengan ibunya.“Rin, istighfar ya. Ikhlaskan kepergian beliau. Jika kamu terus seperti ini kasian beliau, sekarang beliau hanya membutuhkan doa dari kita yang masih hidup, terutama doa darimu, Rin.” aku terus membelai kepalanya memberi kekuatan. Aku harus mengurus administrasi jenazah Bu Endang. Jika Rini terus seperti ini aku tidak
Read more
BAB 45
“Bang, bukannya abang ini suaminya Mbak Nuri?” Seorang pemuda menyapaku sambil membongkar beberapa besi tenda.“Iya," jawabku singkat.“Kok bisa ada di sini, Bang? Tadi kumpulan ibu-ibu itu membicarakan Abang loh, mereka mengira Abang ini suaminya Rini,” lanjutnya lagi. Aku hanya diam tak menanggapi. Aku melirik sekilas pada beberapa ibu-ibu yang memang terlihat sedang memandang ke arahku. Aku sudah bisa menebak apa yang mereka bicarakan.Beberapa ibu-ibu terlihat berpamitan pulang dan berjalan melewati kami yang masih melipati dan merapikan tenda yang sudah dibongkar.“Pak Andri masih di sini? Mbak Nuri nya mana kok nggak ada kelihatan?” Seorang ibu berperawakan gempal menegurku.“Iya, Bu. Masih beresin tenda ini. Istri saya kebetulan nggak ikut ke mari, Bu,” jawabku.“Oooo ... jadi istri tuanya ditinggal ya pak. Kok tega ya." Suara ibu itu pelan sambil berlalu dari hadapanku.Aku menarik nafas panjang. Pastilah berita aku menikahi Rini sudah tersebar di kampung ini. Tak perlu kutany
Read more
BAB 46
“Aku tidak apa-apa, Pak. Aku hanya masih ingin di sini mengenang kebersamaanku dengan ibu di rumah ini. Pak Andri tidak usah mengkhawatirkanku.”“Tidak mungkin aku tidak mengkhawatirkanmu, Rin. Aku ... masih punya tanggungjawab padamu,” ujarku sambil menarik nafas.“Pulanglah, Pak. Mbak Nuri pasti sudah menunggu Bapak. Mbak Nuri pasti akan kepikiran jika Bapak masih di sini. Tolong beri aku waktu beberapa hari di rumah ini, Pak.”“Oke, kalau begitu bagaimana jika kamu kuberi waktu 2 malam di rumah ini. Aku sendiri akan menginap di rumah ibu, dan kita akan tetap pulang bersama kembali. Aku tak mungkin lepas tanggung jawab dengan meninggalkanmu disini. Aku yakin Nuri pasti akan mengerti."“Rini bisa pulang sendiri nanti, Pak. Tidak perlu menungguku, Bapak juga pasti punya banyak pekerjaan di kantor. Aku tidak mau menjadi beban, Pak.”“Tidak, Rin. Kamu harus tetap pulang bersamaku. Aku tetap pada pendirianku kuberi waktu 2 hari kamu di sini dan aku akan menginap di rumah ibu. Sudah janga
Read more
BAB 47
Kepergian ibu begitu membuatku terpukul, namun dibalik itu ada perasaan lain yang menelusup hatiku sesaat setelah kepergian ibu. Pelukan dan belaian pak Andri sewaktu menenangkanku tiba-tiba saja mengisi kekosongan dan kesedihan yang ditinggalkan ibu. Aku sendiri tidak mengerti persaaan apa yang tiba-tiba saja muncul di dalam hatiku, namun sungguh dekapannya membuatku merasa sangat nyaman. Bahkan pikiranku yang sangat kalut ketika dokter mengatakan ibu tak bisa diselamatkan bisa seketika menjadi tenang saat Pak Andri mendekapku.Lalu sekarang, Pak Andri bahkan rela menungguku di sini hanya agar aku bisa pulang kembali bersamanya, meskipun dia tidak menginap di rumah ibu. Namun ada perasaan sejuk menelusup di hatiku ketika dia terlihat peduli padaku. Lalu, aku harus bagaimana? Hubungan kami tidak sesederhana itu. Apa yang harus aku lakukan Ibu? Kepada siapa aku harus mengadu?***Hari ini, aku dan Pak Andri akan kembali pulang setelah Pak Andri memberiku waktu 2 hari berada di sini set
Read more
BAB 48
Tak pernah terlintas di pikiranku akan menikah dengan pria yang sudah beristri. Terlebih Pak Andri dan Mbak Nuri adalah orang yang paling kuhormati setelah kedua orang tuaku. Mbak Nuri adalah orang yang membelaku ketika beberapa orang mendatangi rumah ku dan ibu untuk menagih utang ayah, Mbak Nuri adalah orang yang menolongku dan kemudian membawaku kesini. Lewat mbak Nuri lah aku bisa bekerja di perusahaan pak Andri yang kemudian merubah hidupku menjadi lebih layak. Mbak Nuri sangat baik padaku, dia selalu berkata sudah menganggapku sebagai adiknya bahkan sahabatnya. Kami berdua adalah anak tunggal, itulah sebabnya aku menjadi cepat akrab dengan Mbak Nuri. Belakangan baru kuketahui bahwa Mbak Nuri mempunyai saudara laki-laki yang sedang menjalani hukuman penjara. Akupun tak mencari tau siapa dan mengapa kakak Mbak Nuri dipenjara. Mbak Nuri, kakak sekaligus sahabatku yang akhirnya kubuat menangis atas pernikahan tak terdugaku dengan suaminya, Pak Andri. Hatiku sangat sakit ketika dia m
Read more
BAB 49
“Saya buatkan minuman ya, Pak. Bapak mau minum apa?” tanyaku setelah kami berdua masuk ke dalam rumah.“Teh hangat aja Rin, gulanya dikit aja ya.”“Baik, Pak.”“Kamu mau ambil cuti berapa hari, Rin? Jangan terlalu lama ya. Tidak baik jika kamu di rumah aja melamun sendirian," katanya sambil menyeruput teh yang kubuatkan.“Iya, Pak. Senin depan Insya Allah aku sudah masuk kerja lagi .”Kami terdiam beberapa saat. Hanya terdengar suara air hujan yang turun dengan derasnya.“Aku pamit dulu ya, Rin. Kamu nggak apa-apa kan ditinggal sendiri. Jangan terlalu bersedih ya, jika kamu lagi mengingat ibumu lebih baik segera kirimkan doa padanya. Itu akan lebih berguna dari pada kamu terus menerus menangis atau bersedih.” Pak Andri berdiri dari duduknya.“Iya, Pak. Terima kasih sudah menemaniku sejauh ini. Aku tidak tau bagaimana jika nggak ada pak Andri,” jawabku. Entah mendapat keberanian dari mana tiba-tiba saja aku sudah memeluknya. Pak Andri pun balas memelukku serta menepuk-nepuk pundakku.
Read more
BAB 50
“Maaf, Pak. Saya ketiduran lagi tadi setelah subuhan,” kataku ketika melihat Pak Andri menatapku yang masih mengenakan mukena. “Silahkan masuk, Pak. Maaf saya mandi dan ganti baju dulu.”“Aku tadi khawatir banget Rin kamu nggak buka pintu padahal aku sudah mengetuk pintunya berkali-kali.” Dia menatapku.“Jangan berlebihan, Pak. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama," jawabku, aku tau apa yang ada dipikirannya. Pak Andri pasti sedang memikirkan kejadian dulu saat aku melukai nadiku.“Alhamdulillah kalau begitu Rin, aku agak tenang mendengarnya.”“Aku cuma tidak bisa tidur tadi malam, Pak. Ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku."“Apa aku termasuk salah satunya?”Aku tersentak, mukaku terasa panas. Kurasa Pak Andri melihat perubahan ekspresiku.“Mukamu merah, Rin. Itu artinya tebakanku benar. Jangan terlalu dipikirkan Rin, kita jalani saja seperti air mengalir. Akupun tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu karena aku sendiripun tidak tau akan seperti apa kedepannya. Mintalah
Read more
BAB 51
“Iya, Dik. Sudah beberapa hari ini Mas nggak ke kantor jadi banyak perkerjaan yang harus segera diselesaikan.” Andri menjawab sambil memeluk pinggang Nuri sebentar. “Mas nanti sarapannya di kantor aja. Oiya, jam berapa ke sekolah Aldy?” lanjutnya.“Setelah ini mau langsung ke sana, Mas. Kalau kesiangan takutnya Nanda bangun dan minta ikut," jawab Nuri.“Ya sudah sampaikan salamku pada Aldy, ya. Katakan padanya Insya Allah Papanya yang akan menjemputnya nanti jika kegiatan mabitnya sudah selesai. Mas berangkat, ya.”Nuri mengangguk kemudian mencium punggung tangan suaminya.Selesai menyantap pancake buatannya, Nuri masuk ke kamar Nanda, putri kecilnya itu terlihat masih tertidur pulas. Nuri menciumnya sesaat kemudian berjalan kembali ke dapur. Terlihat Bi Ina lagi mencuci peralatan makan di wastafel.“Bi titip Nanda, ya. Kalau Bibi masih nggak enak badan nggak usah kerjain perkerjaan rumah dulu. Biar nanti saya yang kerjain. Saya mau ke sekolah Aldy dulu mengantar beberapa barang pesan
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status