All Chapters of Setelah Diusir Ibu Mertua: Chapter 61 - Chapter 70
91 Chapters
Siap Huni
Sejak hari itu, Andin mulai menambah jualan onlinenya. Berawal dari membeli satu kilogram buah, ia menawarkan diri menjadi reseller, sebab penjual buah itu bersedia mengantar pesanan sampai depan rumah dan bebas ongkir.Ia memposting foto buah-buahan segar di grup komplek perumahan tempat ia tinggal. Hatinya bersorak saat menerima sejumlah pesanan.Semakin hari, semakin bertambah pula pesanan yang masuk, bahkan beberapa tetangga yang mengadakan syukuran pun memesan buah melalui Andin. Selain buah, ada juga bawang merah dan bawang putih, cabe pun ada. Andin menyebutnya palugada, apa lu mau gue ada. Ya, semua didukung juga oleh Mbak Yuni, pemilik toko buah dan bumbu yang baik hati mau membantunya. Meski mengambil keuntungan seribu dua ribu, istri dari Angga itu sangat bersyukur dia bisa menambah uang jajan meskipun di rumah saja. Anak-anak pun senang saat diajak mengantar pesanan. Angga pun mendukung, sebab sering kecipratan dan jadi lebih sering makan buah segar semenjak Andin berjuala
Read more
Ngontrak cuma Sementara
Di rumahnya, Angga menyiapkan alasan supaya bisa keluar rumah di hari libur, tanpa harus mengajak anak istrinya. Hal yang selalu dilakukan semenjak Bu Elis membangun rumah untuknya.Nyaris setiap Sabtu-Minggu, Angga berada di rumah Bu Elis sejak pagi hingga sore. Kadang pamit menjelang siang, jika anak-anaknya rewel. Jam berapa pun, ia akan tetap berangkat, asal memenuhi pinta sang ibu supaya datang di akhir pekan. Terkadang di hari Kamis sore pun ia langsung meluncur dari tempat kerjanya menuju kediaman orang tuanya."Ayah pergi sebentar, ya. Nanti sore ayah pulang," pamit Angga pada Lusi dan Dani. Kedua anak itu terlihat berat melepas kepergian sang ayah."Hari libur masa kerja, yah?" Si sulung Lusi, sudah mulai bisa memprotes aktivitas sang ayah di akhir pekan. Ia pun merasa kehilangan sosok ayah yang sebelumnya selalu ada untuknya di hari libur. Tapi, kini sudah dua bulan lebih, dan ia hanya menikmati waktu bersama ibu dan adiknya seorang."Kerja sebentar, sayang. Nanti kalau pulan
Read more
Selangkah demi selangkah
Angga dan karin segera memusatkan perhatian pada Bu Elis yang memasang wajah serius. Dinar dibiarkan menonton film kartun kesayangan sambil sesekali menimpali dengan bahasanya sendiri."Ibu harap kalian mau bantu ibu," ucap Bu Elis mengawali rencananya. Rencana yang telah ia susun sedemikian rupa."Bantu apa, Bu? Soal apa?" desak Yudha."Soal kakakmu." Bu Elis menghela napas besar setelahnya."Kalian tau ibu pengen kakakmu segera menempati rumah itu. Lihat, sekarang sudah jadi, kan rumahnya? Dan mereka masih tinggal di kontrakan. Ibu nggak rela. Di sini ada rumah bagus, nganggur, masa kakakmu malah ngontrak di rumah yang kecil itu," ucap Bu Elis dengan pandangan menerawang.Yudha dan Karin saling tatap sejenak, tapi mereka memilih diam dan menunggu titah Bu Elis selanjutnya."Nanti kalau sudah longgar, ganti rumah ini yang akan ibu perbaiki. Supaya kalian nggak saling iri," jelas Bu Elis lagi seakan mengerti apa yang ada di benak anak dan menantunya."Gini, Karin. Kita semua tau, kalau
Read more
Bujuk Rayu Mira
Bu Elis duduk melamun sendirian di bangku panjang depan tokonya. Ramai suara kendaraan yang berlalu lalang memenuhi ruang dengarnya.Ingatannya melayang pada kedua anak dan menantu serta ketiga cucunya, yang kian sedang memenuhi rumah mungil Angga dan Andin. Membayangkan keakraban dua keluarga kecil itu, membuat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas begitu saja."Mereka pasti sedang bercanda dan tertawa bersama sekarang," gumam Bu Elis, lalu tersenyum sendiri. Wanita paruh baya itu menghembuskan napas panjang setelahnya."Jika saja waktu bisa diputar ulang, aku akan kembali ke hari di mana Andin menjadi pengantin. Tak akan kuusik kebahagiaan anak muda, yang kini justru seperti bumerang bagiku."Ah … sekarang hanya bisa berandai-andai. Aku harus susah payah membujuk dia supaya mau tinggal di sini, hanya karena masalah sepele saja dibesar-besarkan. Memang bikin repot saja anak itu, bikin susah anakku. "Sudah berapa banyak uang Angga yang h
Read more
Menyusun Rencana Lagi
"Bu, ini beneran nggak apa-apa saya bawa?" tanya Mira memastikan sekali lagi."Iya, kamu kan pintar, sudah pasti itu akan berguna buat kamu. Nggak seperti menantuku. Dua-duanya cuma menadahkan tangan sama suaminya. Ibu benar-benar tak habis pikir, kenapa anakku mau saja jadi mesin uang untuk istrinya yang pengangguran itu," keluh Bu Elis panjang pendek.Tak mau memperpanjang lagi, Mira menutup telinga dari curhatan Bu Elis. Yang paling penting baginya sekarang ialah, ia sudah mendapatkan sertifikat untuk dijadikan sumber dana."Ibu baik sekali sama saya. Seandainya ibu jadi mertua saya, sudah pasti saya akan menyayangi ibu sepenuh hati, seperti halnya ibu menyayangi saya selama ini," ucap Mira dengan suara disedih-sedihkan."Tenang saja. Ibu bakal bujuk Yudha supaya mau menerima kamu, Nak," bujuk Bu Elis."Oiya, nanti kalau kamu sudah dapat uang, kasih ibu sepuluh juta dulu, ya, buat nambahi bangun rumah kakakmu."Mira berdecak sebal.'Belum juga dicarikan dana, sudah diminta pula sepu
Read more
Segumpal Daging yang Terluka
"Wow, banyaknya, Dek?"Angga bertanya dengan suara takjub. Andin menoleh sebentar lalu tersenyum pada sang suami.Suami dari Andin itu melihat deretan donat bertabur Ceres yang siap dijual. Ia mendapati Andin sedang membersihkan perabotan. Kedua tangan istrinya bergerak lincah membilas satu persatu dan memindahkan ke rak piring."Bangun jam berapa dia, sepagi ini sudah siap donat sebanyak ini? Biasanya aku bangun dia baru nggoreng. Kadang sampai telat juga aku karna nungguin dia," Angga bermonolog dalam hati.Gegas Angga masuk ke kamar mandi, mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Subuh yang kesiangan. Bukan Andin tak membangunkan sang suami agar sholat tepat waktu, hanya saja, wanita itu memilih menyudahi memanggil dan menggoyang-goyangkan tubuh sang suami, saat mendapat penolakan berkali-kali. Ia hanya berusaha menjaga hatinya. Tak mau merasakan sakit sebab dibentak oleh sang suami, orang yang notabene menjadi pemimpin dalam biduk rumah tangganya, tapi pada kenyataannya justru teg
Read more
Sebuah Langkah Kecil
Matahari telah bergeser ke arah barat, menyisakan warna jingga di langit menjelang malam yang cerah ini. Petang ini, untuk kedua kalinya Karin mendatangi rumah kakak iparnya, sesuai pinta sang ibu mertua. Sepeda motor yang membawanya telah sampai setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, sebab dikendarai dengan kecepatan sedang cenderung lambat. Perjalanan yang dinikmati oleh keluarga kecil yang terlihat bahagia itu diselingi suara nyanyian dari mulut mungil si kecil Dinar, serta bermacam pertanyaan sebab kritisnya gadis kecil yang memiliki rambut ikal berwarna kecoklatan.Berhenti dan turun di halaman, tatapan Karin menyorot kebun kecil di sudut halaman berisi bermacam tanaman sayur dan cabe. Tangan terampil Andin lah yang menyulap lahan berukuran satu kali dua meter persegi itu menjadi kebun yang produktif.Dalam keremangan cahaya lampu teras, dapat terlihat olehnya kalau cabe yang terlihat subur itu tengah berbuah lebat. Karin tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya.Sedikit pe
Read more
Seragam keluarga
Waktu terus bergulir. Hari pernikahan putri sulung Bulek Ratih segera tiba. Di rumahnya, Karin tengah mematut diri di depan cermin, mencoba kebaya serta rok barunya yang akan dikenakan di acara pernikahan Sita, anak kedua Bulek Ratih. Kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum, melihat pantulan diri di depan cermin besar.Gamis bernuansa biru muda itu terlihat pas di badan. Demikian pula sang ibu mertua, ikut mematut diri seperti menantunya."Dah siap kondangan ini, Bu," ucap Karin dengan senyum menghiasi bibirnya."Iya, bagus ya, hasil jahitannya," timpal Bu Elis. Karin menganggukkan kepalanya."Sudah, ayo ganti baju, Bu. Yang ini biar dicuci dulu. Bisa gatel nanti kalau langsung dipakai. Kalau di penjahit kan suka kena debu, kadang ditaruh di lantai juga."Menadahkan tangan, meminta gamis yang dikenakan Bu Elis. "Iya, bentar to, Rin. Nyucinya besok aja. Sudah malam ini," tawar Bu Elis, yang terlihat senang dengan tampila
Read more
Cemburu
Ada banyak kursi di halaman depan rumah Bulek Ratih. Namun, mengabaikan rasa malu, Karin memilih duduk di pangkuan sang suami yang tengah menyerahkan bobot tubuh pada sebuah kursi di dekat pintu keluar. Ibu dari Silvi dan Dinar itu seakan tak peduli dengan keadaan sekitar yang sedang banyak tamu undangan untuk menghadiri pernikahan Sita.Dinar sendiri sedang bersama sang nenek, menunggu tamu dari pihak mempelai pria datang beberapa saat lagi.Bu Elis yang sedang momong Dinar, seketika membuang muka begitu melihat pemandangan yang terlihat di depan mata. Malu, tentu saja. Beberapa orang di belakangnya bahkan mulai berbisik-bisik, membawa nama menantu dan anak keduanya.Tatapan Bu Elis terhenti pada Andin yang duduk di ruang tamu, tengah tertawa ringan bersama beberapa wanita dewasa. Seketika ingatannya ditarik pada sebuah masa, di mana dengan lantang mencerca menantu pertama.Saat itu, Andin tengah hamil muda anak pertamanya. Dalam kondis
Read more
Siapa pelakunya?
Waktu menunjukkan pukul dua siang. Angga mengajak keluarga kecilnya untuk meninggalkan rumah Bulek Ratih, setelah mengikuti semua rangkaian acara pernikahan sang sepupu.Dalam hatinya, Angga ikut berbahagia atas pernikahan Sita, meski sedikit menyayangkan, anak yang cerdas dan selalu menjadi juara satu itu justru memilih menikah, bukannya melanjutkan kuliah setelah lulus SMA lima bulan lalu. "Padahal orang tuanya mampu membiayai, anaknya juga cerdas. Ah, semoga mereka bahagia lah, setidaknya suaminya orang berada," gumam Angga seorang diri.Sampai di rumah, Andin meminta kedua anaknya untuk membersihkan diri, sebelum bermain dengan mainan baru yang dibeli dari penjual di dekat rumah Bulek Ratih.Angga sendiri langsung merebahkan badan dan sibuk dengan ponsel. Sementara Andin langsung menuju dapur, meneguk air hangat, lalu menemani anak-anaknya bermain.Hari telah mulai gelap ketika Angga memekik mengucap istighfar. Semua orang ikut terke
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status