Setelah Diusir Ibu Mertua

Setelah Diusir Ibu Mertua

last updateLast Updated : 2023-08-06
By:  Nisa KhairCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
91Chapters
23.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ketika ambisi orang tua bersebrangan dengan anak dan menantu. Akankah anak-anak menemukan bahagia dengan tuntutan orang tua yang selalu merasa paling benar?

View More

Chapter 1

Bab 1 Bertengkar

"Ayo, a' lagi, Sayang."

Kedua mataku membeliak, melihat ibu mertua memegang sendok dan sebuah pisang raja. Sendok yang sudah berisi itu siap masuk ke mulut anakku.

"Stop, ibu!"

Aku memekik, lalu berusaha meraih anakku dalam pangkuan beliau. Ibu terperanjat, begitu pula anakku.

Bayiku mulai menangis, hingga mulutnya terbuka lebar. Kulihat di dalam mulutnya masih ada benda lumat berwarna putih. Gegas kuambil dengan ujung jariku.

Tak kupedulikan tangisan bayi tiga bulan dalam gendonganku, sampai kupastikan kalau mulutnya telah bersih dari sisa buah pisang.

"Apa yang kamu lakukan, Rin? Lihat, anakmu kembali menangis!" seru ibu dengan kedua mata membelalak lebar.

"Maaf, Bu. Umur Dinar baru tiga bulan, belum boleh makan pisang, Bu," jawabku, mencoba tetap tenang.

Aku hanya pamit sebentar untuk buang air kecil tadi. Tak kusangka beliau menyuapi anakku tanpa ijin.

"Anakmu nangis, sini biar ibu suapi, biar nggak nangis lagi," pinta beliau dengan berusaha mengambil bayiku. Aku memundurkan badan, juga bayiku.

"Maaf, Bu. Biar Dinar saya beri ASI saja, ya. Dia belum boleh mengkonsumsi selain ASI, Bu."

"Walah, sok tau kamu. Bapaknya dulu juga makan pisang, kok, waktu bayi. Nyatanya dia hidup sampai sekarang," jawab ibu ketus.

Aku tak menjawab lagi perkataan beliau. Pasti akan panjang dan melebar ke mana-mana. Aku lebih memilih menyusui bayiku.

"Bu Elis, beli gula," seru seseorang terdengar memanggil ibu. Beliau segera menuju ke toko.

Aku menghela napas lega. Setidaknya, untuk sementara waktu, aku bisa menyusui bayiku dengan tenang.

Aku harap, lambung dan usus anakku tak bermasalah setelah ini, meski tak dapat dipungkiri, kalau hatiku was-was, sebab belum saatnya ia menerima asupan selain ASI.

Bayiku telah kembali tenang, hingga lama kelamaan ia tertidur dalam pangkuan. Kuletakkan ia di kamar, setelah memastikan ia benar-benar nyenyak dan kenyang.

Gegas aku beranjak ke dapur. Perutku selalu meminta diisi ulang setelah memberi ASI untuk bayiku.

"Mimpi apa dulu anakku bisa punya istri pembangkang!"

Aku baru menyuapkan dua sendok nasi, saat ibu muncul dan bicara di belakangku. Aku masih diam di tempatku.

Kudengar beliau mengumpulkan ludah dengan suara keras, lantas terdengar sentakan suara 'juh' di dekat tempatku duduk.

Ada banyak tempat di rumah ini, termasuk kamar mandi, kalau hanya untuk membuang ludah. Lantas, kenapa beliau melakukan itu tepat di belakangku?

"Punya mantu nggak bisa diatur. Manalah badannya sekarang sebesar gajah. Kayak gitu kok anakku mau. Bikin sakit mata yang lihat aja."

Ibu masih menggerutu, lalu kembali ke depan. Lagi-lagi karena ada yang memanggil.

Rasa laparku telah menguap, berganti dengan rasa yang tak bisa kujelaskan. Gegas kuberanjak, dengan membawa piring ke belakang.

Tanpa menunggu lagi, kuberikan isi piringku pada ayam yang berkeliaran di halaman belakang rumah ini.

Kembali ke kamar, kulihat bayiku masih tidur dengan nyenyak.

Tas besar di atas lemari kuturunkan. Kuhela napas panjang setelahnya.

"Aku tak bisa seperti ini terus. Lebih baik aku yang pergi dari sini, dari pada mental dan hatiku sakit diperlakukan begini sama ibu," ujarku lirih.

Satu persatu pakaian kumasukkan ke dalam tas. Air mataku ikut luruh bersamaan dengan pakaian anakku yang kumasukkan kemudian.

Aku telah bertahan setahun setengah di rumah ini. Mendapat makian dan sindiran dari ibu mertua sudah menjadi makanan sehari-hari.

Dulu aku tak masalah, sebab hanya aku sendiri di sini. Namun, sekarang kondisinya lain. Aku telah memiliki seorang anak. Aku merasa tak punya muka, sudah menjadi seorang ibu, tapi masih dimarahi oleh ibu suamiku.

Kudengar derap langkah kaki mendekat, lalu berhenti di depan pintu kamar ini.

"Mau ke mana kamu, kok pakaian cucuku dimasukkan ke dalam tas?"

Kuhentikan gerakanku, lalu menoleh ke sumber suara. Terlihat olehku, Ibu berkacak pinggang, kedua alisnya bertaut, serta kening beliau terlipat.

"Maaf, Bu. Saya mau pergi dari sini," jawabku singkat dan apa adanya.

Aku memang telah berniat pergi sejak lama, hanya saja kutahankan. Namun kali ini, rasanya aku tak bisa bertahan lagi, setelah melihat ibu menyuapi anakku.

Beliau bukan orang yang mudah menyerah. Bukan tak mungkin setelah ini akan mengulangi lagi perbuatannya, menyuapi bayiku dengan makanan tanpa sepengetahuanku.

"Silakan pergi dari sini. Tapi ingat, jangan bawa cucuku!"

Aku terkesiap, lalu menatap ke dalam mata beliau.

"Cukup, Bu. Sudah cukup selama ini saya diam. Jika saya pergi, maka saya akan membawa serta anak ini."

"Ibu tidak mengijinkan!" sahut beliau cepat.

"Anak ini binti Yudha Prasetyo! Apa pun yang terjadi, ibu tidak mengijinkan dia ke luar dari rumah ini!" tambah beliau lagi.

Kedua mata ibu berkilat-kilat. Tatapan kebencian sangat terlihat dari sana.

"Bu Elis!"

Suara seseorang memanggil beliau. Ibu menoleh ke luar sebentar, lantas kembali menatapku.

"Pergilah dari sini. Aku tak sudi melihatmu lagi di rumah ini. Tempatmu bukan di sini," ujar beliau dengan menggeram, serta telunjuknya menunjuk tepat di depan hidungku.

Panggilan dari luar yang berulang, membuat beliau berlalu pergi dari hadapanku.

Aku kembali memasukkan beberapa keperluan anakku, berniat pergi dari sini sekarang juga.

Kuambil gendongan, dengan air mata yang mulai berjatuhan.

"Kita pergi dari sini ya, Nak," ujarku dengan mendekap anakku.

.

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Mblee Duos
Semangat kak, suka sama alur ceritanya...... saling support juga yuk kak buat aku yang baru belajar, di critaaku MAMA MUDA VS MAS POLISI. Terimakasih kak......
2022-11-09 19:31:39
1
91 Chapters
Bab 1 Bertengkar
"Ayo, a' lagi, Sayang."Kedua mataku membeliak, melihat ibu mertua memegang sendok dan sebuah pisang raja. Sendok yang sudah berisi itu siap masuk ke mulut anakku."Stop, ibu!"Aku memekik, lalu berusaha meraih anakku dalam pangkuan beliau. Ibu terperanjat, begitu pula anakku.Bayiku mulai menangis, hingga mulutnya terbuka lebar. Kulihat di dalam mulutnya masih ada benda lumat berwarna putih. Gegas kuambil dengan ujung jariku.Tak kupedulikan tangisan bayi tiga bulan dalam gendonganku, sampai kupastikan kalau mulutnya telah bersih dari sisa buah pisang."Apa yang kamu lakukan, Rin? Lihat, anakmu kembali menangis!" seru ibu dengan kedua mata membelalak lebar."Maaf, Bu. Umur Dinar baru tiga bulan, belum boleh makan pisang, Bu," jawabku, mencoba tetap tenang.Aku hanya pamit sebentar untuk buang air kecil tadi. Tak kusangka beliau menyuapi anakku tanpa ijin."Anakmu nangis, sini biar ibu suapi, biar nggak nangis lagi," pinta beliau dengan berusaha mengambil bayiku. Aku memundurkan badan
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 2 Izinkan Aku, Mas!
"Kita pergi dari sini ya, Nak," ujarku dengan mendekap anakku.Aku menyapu pandang pada seluruh isi kamar, sebelum beranjak meninggalkan tempat ini. Tempat yang menjadi saksi bisu kisah hidupku selama tinggal di sini.Pandangan mataku mengabur, saat bertemu dengan foto pernikahan yang terpajang di dinding kamar.Terlihat di sana, Mas Yudha tersenyum serta memandangku dengan penuh cinta. Ya, hanya cinta Mas Yudha yang membuatku bertahan di rumah ini.Kini aku menggelengkan kepala. Tidak, aku tak boleh pergi tanpa ijinnya. Aku seorang istri, tak bisa pergi begitu saja tanpa ijin suami.Gegas kuraih ponsel, hendak menghubungi. "Jangan telpon aku di jam kerja, kecuali aku yang nelpon dulu, oke?" Teringat pesannya, urung kutekan tombol bergambar gagang telepon. Bagaimana ini? Bertahan di rumah ini, aku sudah tak tahan lagi. Pergi tanpa ijinnya juga aku takut dia khawatir jika ia pulang tapi tak menemukan aku dan bayiku."Bertahanlah di sini, aku tau kalau kamu wanita kuat," begitu sel
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 3 Mas Yudha
"Maaf Mas, kali ini aku tak bisa bertahan lagi. Atau, kamu mau melihatku mati berdiri jika memaksa aku bertahan lebih lama lagi?"Mas Yudha terkesiap mendengar jawabanku."Dek, apa yang kamu katakan? Mas ingin hidup dan menua bersamamu. Kenapa kamu mengatakan hal yang membuatku takut?"Dipegangnya kedua bahu, serta memandang lekat ke dalam bola mataku. Aku sendiri tak bisa menahan diri. Pandanganku telah terhalang oleh kaca-kaca bening, yang kutahan supaya ia tak luruh."Maaf, Mas. Aku tak bermaksud menakutimu. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Jika aku bertahan lebih lama lagi di rumah ini, bukan tak mungkin aku menjadi mayat saat keluar dari sini."Ia telah lama mengetahui perseteruanku dengan Ibu. Selama ini, ia selalu bisa meyakinkan aku, supaya tetap tinggal dan mengalah.Kupegang lengannya, lalu melanjutkan kalimatku."Ijinkan aku pergi dari sini, ya. Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Aku rindu dengan anak sulungku," pungkasku.Aku tak berdusta soal ini. Terakhir bertemu ti
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 4 Pergumulan Yudha
[ POV Yudha ]"Apa yang sudah ibu lakukan pada istriku, hingga ia tak mau lagi tinggal di rumah ini?!"Aku ingin dengar dari ibu sendiri. Bertanya pada Karin, ia pasti menutupi perbuatan Ibu. Ini bukan kejadian pertama kali. Tak mungkin karena hal sepele lalu ia minta pulang dan tak bisa dicegah lagi. Terlebih lagi, kulihat sisa tangisan masih terlihat jelas, meski berusaha ia tutupi dengan senyuman di depanku.Tak kudengar suara ibu, selain isakan. "Maafkan ibu, Yudha." Hanya itu yang beliau ucapkan, lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Isakan makin terdengar. Bahunya mulai terguncang.Sayangnya, aku tak lagi iba. Aku sudah bosan melihat sandiwara seperti ini."Berhentilah ikut campur rumah tanggaku, kalau masih mau melihatku di rumah ini.""Apa maksudmu, Yudha?" sambar ibu."Harus kukatakan berapa kali, Bu, Karin itu hidupku. Kebahagiaanku. Kalau ibu menyakiti hatinya, sama saja ibu menyakiti hatiku."Ibu justru mencebik. Cepat sekali ekspresinya berubah."Kasihan seka
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 5 Bersama Keluarga
Aku menikmati perjalanan yang tersisa.Membuang pandang ke luar jendela, lalu tersenyum melihat pemandangan di luar sana.Matahari telah bergeser ke arah barat, saat kendaraan roda empat yang kami naiki memasuki desa kelahiranku.Desa yang tak pernah kukunjungi setahun terakhir. Kelebat kenangan masa dulu, melintas satu persatu.Ibu menyambut kedatangan kami bertiga dengan sukacita. Sementara bapak masih di sawah. Silvi anakku, masih belum terlihat."Istirahatlah dulu, sebentar lagi bapak pulang. Silvi masih ngaji di TPA," ujar ibu setelah kutanya keberadaan mereka berdua.Mas Yudha segera membersihkan diri, setelah berbincang sebentar dengan ibu dan keluarga yang tinggal dekat ibu.Dinar, ia telah berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Ia menghadirkan senyum bagi banyak orang yang baru ia jumpai."Ibu ... ."Silvi menghambur memelukku, begitu melihat sosokku berdiri tegak di depan pintu, menyambut kepulangannya dari TPA.Anakku telah besar sekarang. Ada rasa haru menyeruak,
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 6 Si Menantu Pembangkang
Sepeninggal bapak, kuurus keperluan Silvi, sementara Dinar dipegang ibu.Biasanya ibu ikut ke sawah juga, tapi kali ini beliau memilih tinggal, sebab kedatangan cucunya yang lain."Biar saya yang antar Silvi ke sekolah, Bu," pintaku, setelah anak sulungku siap dengan pakaian seragam dan tas sekolahnya. Ibu mengiyakan. "Berangkat sama ibu ya, Nak?" tawarku, yang segera disambut dengan anggukan.Kupastikan Dinar kenyang dan pulas tertidur, sebelum akhirnya aku melajukan motor, mengantar anakku ke sekolah. Hal yang selama ini belum pernah kulakukan, sebab terpisah jarak."Karin!"Silvi baru memasuki halaman sekolah, aku pun baru akan menstarter sepeda motor, saat kudengar namaku dipanggil.Bibirku melengkungkan senyum, begitu mengetahui siapa pemilik suara tadi. Tiwi, temanku SD, yang terlihat memakai seragam, seperti guru TK yang lain. Aku bergegas turun dari motor. Tak sopan rasanya duduk di atas motor sambil berbincang, meski dengan teman lama sekali pun."Kapan pulang?" tanyanya, s
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
Bab 7
Awalnya, kupikir Dinar akan rewel sebab beradaptasi dengan suasana baru di desa ini.Nyatanya, ia justru anteng, lebih anteng dan tidurnya lebih nyenyak. Sama sepertiku, terbawa suasana tenang di sini, membuat aku bangun dengan badan segar, sebab istirahatku tak terganggu semalaman."Dia capek di perjalanan, biar Ibu pijit, ya?" pinta ibu pagi tadi.Aku mengiyakan, sebab ibu memang biasa memijit bayi tetangga jika diminta.Ibu dengan telaten memijit seluruh badannya sebelum dimandikan pagi tadi. Setelah itu, ia tidur nyenyak hingga hampir tengah hari.Silvi sendiri terlihat asyik mengajak adiknya bercanda, meski dijawab dengan bahasa bayi, tak mengurangi tawa di wajah kecil itu. Ia bahkan mengajak beberapa teman sepermainan ke rumah, demi memamerkan adik kecilnya yang baru datang.Lewat tengah hari, datang seorang kerabat jauh, membawa sebuah undangan pernikahan."Kebetulan ada Karin di rumah. Kakakmu mau nikah, kamu bisa datang, kan, Rin?"
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Bab 8
Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah. Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore. Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan."Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri. Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut."Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Bab 9
Perjalanan kali ini terasa lambat. Tak ada temanku bicara, tak ada yang kuajak bertukar kata.Hanya foto kami bertiga menjadi pelepas rindu. Terlebih pada bayi kecilku, yang kini mulai berceloteh lebih banyak dari sebelumnya.Ibu tak henti menanyaiku, sejak awal perjalanan, hingga saat aku tiba di rumah. Aku pun merasa jengah."Kamu, kok balik sendirian, Yudha? Mana anak kamu? Mana Karin? Mereka berdua baik-baik saja, kan?"Ibu beruntun menanyaiku yang baru saja sampai. Lantas mengikuti langkah panjangku memasuki rumah."Sementara mereka tinggal di sana dulu, Bu," ujarku menyudahi pertanyaan ibu yang tanpa henti."Apa maksudmu dengan tinggal di sana? Apa cucuku tak akan kembali ke rumah ini?" tanya ibu lagi."Ibu, aku baru saja sampai. Tak bisakah ibu biarkan aku istirahat dulu barang sejenak?"Kuserahkan kardus berisi oleh-oleh dari orang tua istriku. Ibu menerima, tapi tak kunjung diletakkan, kardus itu masih menggantung di udara.Kuserahka
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Bab 10
Belum sempat kulangkahkan kaki, tangan ibu telah mencekal lenganku. "Yudha."Aku menoleh, menemukan wajah ibu yang memandang tajam ke dalam mataku."Iya, Bu, gimana?""Perempuan itu milik suami dan keluarganya kalau sudah menjadi istri, apa kamu lupa? Kenapa kamu biarkan dia di sana, sedangkan kamu di sini. Rumah tangga macam apa yang kamu jalani, Nak?"Aku terkesiap mendengar penuturan ibu. Tak mengerti, kenapa selalu mempersalahkan rumah tanggaku."Maksud Ibu apa?"Ganti aku yang menatapnya penuh tanya. Tatapan ibu tak setajam tadi. "Asal ibu tau, ya. Semua ini gara-gara ibu! Aku hanya mau anak dan istriku di sini. Tapi ibu telah membuat ia pergi dan tak mau kembali!"Aku bersuara dengan keras, meluapkan isi hati. Tak bisa kukendalikan lidah ini. Tak teringat lagi pinta Karin untuk bersuara pelan di depan wanita ini, wanita yang telah melahirkanku. Ibu tentu saja terperanjat dengan sambutanku.Kondisi fisikku memang sedang lelah,
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status