All Chapters of Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia): Chapter 91 - Chapter 100
111 Chapters
91. Harapan Di Masa Lalu
Kening Bayu mengerut tajam, akibat  nada Aditya yang tak biasa. Salwa menepuk bahu Aditya. Anita bertanya dengan isyarat, Salwa hanya membalasnya dengan kedipan mata. Bayu salah satu idola Aditya dalam dunia entrepreneur. Apapun yang diminta Bayu, ia selalu berusaha mengabulkan. Jangankan marah, untuk protes saja ia perlu pikir panjang. Kini mengapa Aditya berani marah pada Bayu? Salwa menghela napas. Dibanding mencari Haikal, justru Aditya lebih memerlukan perhatiannya. Ia bertanya-tanya ada apa Aditya? Mungkinkah Aditya di bawah pengaruh sihir?"Bayu, minta bantuannya ya. Ibunya sedang tidak baik," jelas Salwa. "Ibunya? Kamu ada bertemu dengan ibunya?" sela Anita. Salwa mengangguk. Ia kembali menusuk potongan buahnya dengan garpu kecil. "Dia ada datang ke rumah. Dia berubah banyak. Dapat dimengerti bagaimana rasanya kehilangan seorang putra," sahut Salwa sambil menyuapkan buah ke mulut Aditya. 
Read more
92. Harapan Di Masa Lalu (2)
"Oke, aku mengerti." "Tapi ada kalanya, kita perlu berhati-hati dalam meminta. Jangan sampai didominasi keegoisan atau emosi sesaat."Aditya mengernyit. "Dulu pernah, aku seharian menunggumu di halaman rumah. Malam hari barulah kamu datang, tapi datang bersama Danum, kakak dan ayahnya. Aku langsung menyeberang saat melihatmu, tapi kamu masih sibuk membantu ibumu melayani tamu. Aku benar-benar kesal waktu itu. Saat itu aku menggerutu, suatu saat kau hanya milikku. Tidak ada seorangpun yang boleh memilikimu, kecuali aku izinkan. Aku tidak menyangka sepertinya gumaman itu dikabulkan. Maafkan aku." "Kok minta maaf. Aku malah senang sekali."Salwa mengedikkan bahunya. "Aku merasa seperti mengekang jodohmu. Lihatlah baru sekarang kau baru menikah. Untung akhirnya kita berjodoh. Kalau Salman tidak mendua, mungkin kamu selamanya menjomlo," ujar Salwa sambil terkekeh.Aditya tertawa. "Berarti aku harus ber
Read more
93. Malaikat Kecilku
"Kita laporkan saja ke polisi.""Kita tidak punya bukti. Seharusnya gelas kemarin bisa dijadikan benda bukti.""Iya ya. Aku terlalu panik kemarin. Tidak sampai mikir ke situ. Terus? Apa kita sebaiknya ke tuan guru, ustadz atau siapa. Apa namanya, rukyah?"Salwa tertawa, melihat kepanikan Aditya. "Sudahlah. Kita nikmati saja malam ini, karena besok kita harus bekerja lagi. Soal itu nanti pikirkan lagi," usul Salwa. Aditya mengangguk setuju. Ia meraih kedua tangannya lalu meremas lembut. Mendadak ia tertawa. "Kenapa?" tanya Salwa keheranan. "Lihat tanganmu, sudah menegang begitu. Aku janji tidak memaksamu kalau memang kamu belum siap.""Bukan begitu. Otomatis saja begitu. Perlu proses. Meski sudah bisa melakukannya, tapi bukan berarti sembuh totalkan?"Bahu Aditya bergerak-gerak menahan tawa. "Kalau begitu, aku perlu berterima kasih pada Danum." Aditya mengacungkan jempol.Mendadak Salwa merasa wajahnya terasa berat. "Apaan sih. Sudah larut malam, tidur yuk!" ucapnya sambil berbarin
Read more
94. Malaikat Kecilku (2)
***"Yakin mau menaiki ini?" Salwa terperangah melihat kincir raksasa, J-Sky Ferris Wheel di AEON mall.Salsabila mengangguk pasti. "Ustadzah Cahya dan Om Setya pernah ngajak sini. Sekarang Salsa pengen rasain sama Umi dan Papa."Salwa meringis. Aditya menyentuh bahu Salwa. "Takut ketinggian?"Sekali lagi menengadah. Ia menelan salivanya. "Ayolah, Mi! Umi pernah cerita sering naik gunung sama Papa," bujuk Salsabila sambil menggoyang kain gamis ibunya. “Cerita?” Aditya menatap penuh arti. Mendadak Salwa merasakan wajahnya memanas. Dulu waktu bercerita, tidak ada apa pun di balik itu. Bercerita pun kadang sekadar mengisi bahan obrolan. Siapa sangka sekarang obrolan itu menjadi penuh arti. "Ayolah!" Salsabila menyeret ibunya hingga ke dalam kabin. Salwa memilih duduk berseberangan dengan Salsabila dan Aditya. Ia ingin merekam momen kedekatan putrinya dengan ayah sambungnya. Tidak a
Read more
94. Permainan Yang Sesungguhnya
“Malaikat kecilku!”Salsabila mengernyit. “Bagi Papa kamu malaikat kecilku juga Umi. Jaga diri baik-baik ya, dan doakan Umi dan Papa juga semoga sehat, baik, murah rezeki dan bisa sering menjengukmu.”Salsabila mengangguk. “In sya Allah. Papa Umi juga malaikat Salsa. Salsa akan terus mendoakan Papa Umi.”Aditya memeluk tubuh mungil dengan haru. “Papa sangat bangga padamu.”Mata Salwa berkaca-kaca menatap keduanya. Benar kata orang, direbut paksa kadang bukan untuk kehilangan, melainkan untuk diganti yang lebih baik. ***"Ada perintah baru?" Uwa Winarti, lalu menghisap rokoknya. Mengepul asap memenuhi ruangan. "Mereka sedang liburan. Nanti saat mereka baru saja pulang. Saat itu mereka kecapekan dan lengah, terutama Salwa.”Uwa Winarti tersenyum sinis. "Kau tidak percaya padaku?!""Kenyataannya dua kali selalu gagal kan?" bantah Danum
Read more
96. Permainan Sesungguhnya (2)
Salwa memperlihatkan layar ponselnya. “Curiga?”Aditya terkekeh. Ia memeluk Salwa dari belakang. “Cuma bercanda. Sedikitpun tidak ada curiga padamu.”“Malah kamu yang seharusnya dicurigai,” cibir Salwa. “Ya Allah, Wa. Kenapa jadi pendendam banget. Sudah aku bilang, aku sendiri heran dengan perasaanku yang tiba-tiba. Dilogikan pun sangat aneh, kenapa aku menyukai Danum, jelas-jelas kamu tipeku.”“Ya, bisa aja. Kucing kalau disuguhi ikan. Ikan apa saja, pasti mau. Apalagi kalau lagi lapar.”“Kau samakan aku dengan kucing?!” protes Aditya. “Iya, kucing garong,” sahut Salwa dengan wajah merengut. Susah payah ia menahan geli yang menggelitik di perutnya. “Oke, kucing garong. Lihat saja, bagaimana kucing garong beraksi.”Seketika tawa Salwa pecah. Aditya menghujaninya dengan ciuman. Salwa terbaring. Tawanya terhenti ketika melihat Aditya yang menghentikan aksinya. Aditya menatapnya lembut sambil mengelus rambutnya. “Kenapa?”“Tidak apa. Senang melihatmu tertawa. Kebahagiaanmu, kebahagia
Read more
97. Sumber Kekuatan
"Mengingat orang yang dicintai akan membuat kita kuat. Allah akan membuat kita lebih kuat, jika kita mengingat Dia." ~El Nurien~***“Dit!” panggilnya sambil menyentuh Aditya. “Dit!” Berkali-kali dipanggil Aditya masih bergeming. Bahkan sekadar ceracau pun tidak ada. Tidak seperti biasanya. Lolongan anjing kembali terdengar. Tiba-tiba ia memiliki firasat buruk. “ADIT?!” Akhirnya ia menyadari apa yang terjadi dengan Aditya. Ia bergegas bangun sebelum dirinya juga tak mampu bergerak. Sekuat tenaga ia berusaha bagun, melawan dirinya yang terasa berat dengan sisa tenaga yang makin terkuras, direduksi lagi oleh panas yang makin menggerayang.“Ya Allah, hasbunallah wani’mal wakill!” ucapnya sambil memotivasi diri. Akhirnya ia mampu turun ranjang, meski tidak yakin bisa sampai ke dapur. Sengaja ia meninggalkan Aditya yang tak kunjung bergerak. Jika itu olah Danum, ia percaya Danum tidak akan mencela
Read more
97. Sumber Kekuatan (2)
“Ya, Allah, jika umurku terakhir malam ini, kumohon lindungilah Salsabila dan Adit,” lirihnnya dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Tenaganya tidak tersisa lagi, Tidak punya tenaga lagi untuk mengerang, berteriak, bahkan hanya untuk mengeluarkan suara untuk membaca Al-Qur’an. Air matanya pun telah kering. kesadarannya perlahan mulai memudar. Ia memejamkan mata. Memfokuskan pada satu ayat. Hanya ayat kursi yang ia gumamkan. Seandainya, malam ini ditakdirkan binasa, setidaknya ia mati dengan membawa ayat Al-Qur'an, meski hanya seayat. “UMI! WA! UMI!WA!”Panggilan silih berganti. Memaksa kesadarannya agar terus terjaga. Tidak. Ia tidak boleh mati. Ia tidak akan mati sekarang dengan konyol. Kebenaran tidak boleh mati di tangan kebatilan. Mendadak matanya kembali berair. Ia tersenyum di antara wajah yang meringis. Pada situasi tertentu air mata ternyata itu juga nikmat. Ia mengucapkan hamdalah berkali-kali. Mengingat nikmat All
Read more
99. Berbalik Arah
"Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (Qs. Al-Falaq: 1-5)***Aditya mengernyit, ketika menyadari Salwa tidak juga menunjukkan batang hidung. Biasanya Salwa selalu menyambut ketika datang baru masjid. Salwa memberikan penghormatan padanya tak jauh beda datang dari masjid atau pekerjaan. Sama-sama menyambutnya dengan kehangatan. Namun, Aditya tahu dari mata Salwa terpancar kebahagiaan luar biasa saat ia baru datang masjid. Sebab itulah, tidak ada kata malas untuk ke masjid, kecuali saat ia di bawah pengaruh sihir.Aditya tersentak, ketika melihat masih terbaring dengan sembarang di lantai mushola rumahnya. "Wa? Kau tidak apa-apa?" Tidak ada jawaban. Ia menepuk pipi, Salwa masih bergeming. Seketika ia diserang pa
Read more
100. Berbalik Arah (2)
Salwa mengalihkan tatapannya ke Aditya. “Kamu tidak apa-apa kan?” “Bukannya aku yang seharusnya tanya sama kamu,” gerutu Aditya. Salwa hanya menjawab dengan senyum lebar. Matanya berkaca-kaca. Tangannya terangkat ingin menggapai kepala Aditya. Aditya menurunkan kepalanya. "Senang melihatmu baik-baik saja," bisik Salwa sambil mengelus lembut rambut Aditya. Anita dan Bayu saling bersitatap heran.***"Jadi selama ini Haikal tinggal di Rantau dan dia yang memakai sedan hitam milikmu?" tanya Aditya. Ia duduk di samping bahu Salwa. Tangannya tak lepas dari mengelus rambut Salwa. "Iya. Hanya di sana tempat susah dicari," jawab Bayu sambil terkekeh. Ia duduk di sofa bersama Anita dan Izza. Anita sambil membuka ponselnya. "Asem kamu, Bayu. Orang khawatir padanya, kamu malah menyembunyikannya dari kami," gerutu Aditya. Salwa menoleh ke arah Haikal. "S
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status