All Chapters of Kujual Suamiku di Status Facebook: Chapter 11 - Chapter 20
95 Chapters
Musuh Dalam Selimut
Kujual Suamiku di Status Fecabook Part 11 Musuh dalam SelimutPOV Adam "Sahabat penghianat!" Aku terus memaki Bumi sambil memukuk dia sekuat tenaga. Tak peduli badanku yang terus terkena pukulan, sampai terjengkang ke tanah. Aku tak akan membiarkan pria itu pergi, sebelum dia babak belur. "Sadar diri, Dam. Lu bukan suami yang baik. Kalau tidak bisa membahagiakan Mira, biarkan dia dibahagiakan pria lain.""Arrgh, sialan!"Aku bangkit lagi. Melayangkan pukulan bertubi-tubi. Sekarang, Bumi yang tergeletak lemah di tanah. Darah menetes dari pelipisnya. "Berhenti, berhenti, Mas. Gila kamu."Kepalan tangan melambung di udara. Padahal, satu pukulan lagi, aku jamin Bumi akan pingsan. Namun, Mira malah menahan. Dia memasang badan melindungi Bumi."Kenapa kamu bela dia, Mir. Sudah jelas-jelas dia menghasut kamu sampai minta ceria dan bersikap seperti ini.""Kamu gila, Mas? kenapa sih, kamu gak sadar-sadar juga. Coba sekali saja sadar diri dan akui kesalahan kamu. Sudah jelas-jelas kamu sel
Read more
Butuh Duit
"Arrgh! sialan. Aku harus bagaimana?" tanya pada diri sendiri. Sangat frustasi.PIkiran kacau. Tak tahu harus mencari uang di mana. Sisa gajiku tinggal 500 ribu. Sementara gajian masih sepuluh hari lagi.Kenapa hiidupku jadi runyam? baru beberapa bulan merasakan kebahagiaan karena punya istri dua. Sekarang, malah terasa jad duda."Bu, buka pintunya, Bu."Berkali-kali mengetuk pintu, ibu ataupun Ela tak membuka pintu. Waktu memang sudah menunjukan jam dua belas malam. Mungkin, ibu sudah tidur. Kalau begitu, aku harus tidur di mana?"Bu ... Ela ... buka pintunya!""Sialan. Masa gak ada yang bangun. Tidur apa pingsan?""Ibu!" Urat-urat tenggorokanku rasanya mau putus. Kehabisan energi. Sampai vita suara serak. Mau tak mau, aku meringkuk sambil menyandar di tembok. Menyugar rambut penuh kecewa. Angin malam menambah derita. Dinginnya menembus kulit. Sampai menggetarkan jantung. Sehingga, tubuhku sedikit menggigil. Aku peluk tubuh dengan tanganku sendiri."Tuhan, salah apa aku? sampai j
Read more
Meminjam Uang
"Mira, buka pintunya, Mir."Aduh, ke mana istriku. Apa dia masuk kerja? tidak. Ini hari libur. Tak mungkin Mira pergi bekerja. Kemarin saja, dia malah jalan-jalan dengan pria pecundang, Si Bumi. Aku tak menyerah. Terus menunggu sampai Mira datang. Berusaha menelepon ponselnya, dan mengirim pesan, tetapi tidak ada jawaban. "Mira." Mataku terbuka lebar ketika melihat sebuah mobil masuk ke halaman. Orang yang aku tunggu keluar dari mobil tersebut. Dia ditemani sahabatnya."Mas, ngapain kamu ke sini.""Mir, Mas gak mau ngajak ribut. Cuman mau ngomong penting doang.""Ini hari libur, Mas. Tolong, deh, jangan ganggu ketenangan pikiranku. Hari ini, aku mau tenang.""Bukan begitu, Mir. Ada hal mendesak. Aku mohon, Mir.""Ya sudah. ​​Sebelumnya, bawain dulu belanjaan aku di mobil. Taruh di dapur. Baru nanti kita bicara.""Siap, Mir."Mata ini berbinar dengan perasaan lega. Mira tampak tidak terlalu tempramental menghadapiku. Dia sudah kembali menjadi Mira seperti biasanya. Tiara membuka ba
Read more
Mira Murka
POV MiraSialan. Mereka sudah menipuku. Sebenarnya, aku memang curiga. Namun, hatiku iba jika menyangkut kesehatan orang tua. Aku juga tahu kalau ibu memang memiliki penyakit darah tinggi. Penyakit tersebut bisa memicu komplikasi seperti struk dan lainnya. Tanpa pikir panjang, langsung mengirim uang pada Ela."Mir, jangan gampang percaya lu. Coba tanya di mana rumah sakitnya," ucap Tiara mengingatkan. Aku pun melakukan apa yang disarankan sahabatku. Namun, nomer Ela mendadak tidak aktif. "Tuh, pasti bohong adik ipar lu. Masa langsung dimatiin ponselnya. Mendingan kita lihat ke rumah mertua lu. Gua jamin, pasti mereka sehat-sehat ajah di rumah."Mendengar penuturan Tiara, aku menyetujui usulannya. Kami bergegas ke rumah Ibu. Benar saja, saat Tiara berteriak memanggil pemilik rumah, ibu keluar dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apa pun.Darahku mendidih. Panas di ulu hati. Teganya mereka membohongiku dengan alasan yang tak sepatutnya. Apa mereka tidak takut malaikat mengaminka
Read more
Mediasi
"Mir, lu gak papa?" tanya Tiara memegang aku."Gak papa, Ra. Kamu gak papa?""Aman. Cuman agak syok. Untung jantung gua gak loncat. Lu kenapa sih, malah ngelamun. Untung aja bawa mobilnya gak ngebut. Jadi, pas ngerem gak parah banget nabrak pohonnya.""Hehehe, maaf, Ra.""Malah cengengesan. Ayok, keluar. Kita cek mobilnya. Eh, dahi lu berdarah."Tiara panik. Begitu pula denganku. Baru aku sadari kalau keningku tepatnya bagian di atas alis, meneteskan darah. Kami segera keluar mobil.Mobilku penyok di bagian depan. Beberapa warga mengeubungi kami. Menanyakan keadaan kami. "Telepon siapa, Ra?""Bumi. Biar lu dibawa ke dokter."Aku hanya mengangguk. Tak membantah. Kami memang butuh bantuan orang terdekat untuk mengantar ke rumah sakit dan mengurus mobilku. Beberapa menit kemudian, mobil bumi menghampiri kami. Aku dan Tiara yang sedang duduk di warung, berdiri menghampiri. Tadi, pemilik warung memberi kami minum gratis. Katanya, untuk menenangkan diri karena insiden tadi. "Mir, kening
Read more
Hamil?
tidak mau ke rumah sakit? kita harus cek keadaan kamu. Kalau kamu hamil ....""Cukup, Mi. Tolong jangan sok tahu tentang kondisiku. Aku paling tahu harus bagaimana."Entah kenapa, aku kesal pada Bumi. Pria itu langsung diam mendengar ucapanku. Hati ini merasa salah. Namun, untuk saat ini aku memang butuh ketenangan. Tak tahu harus bagaimana. Tak mau ke rumah sakit. Aku belum siap menerima kenyataannya. Aku takut hamil."Istirahat, Mir. Maaf kalau aku terlalu mencampuri urusan rumah tanggamu."Kami sudah sampai di rumahku. Bumi pamit pulang. Sebelumnya, dia menatap sendu. Entah sakit hati, atau mungkin dia juga penasaran dengan kondisiku, tetapi tidak bisa tanpa kehendak untuk menyuruhku mengecek keadaan diriku."Maaf, Mi. Saat ini aku butuh sendiri. Semua masalah datang tanpa diundang. Benar-benar buat aku stres.""Aku paham, Mir. Lebih baik kamu hubungi keluargamu. Di saat seperti ini, kamu butuh keluarga untuk mempertimbangkan keputusan yang seharusnya diambil."Aku hanya merespon
Read more
Kondisi Kandungan Lemah
"Kamu kuat, Mir. Harus kuat demi anakmu."Kakakku merangkulku. Kami saling berpelukan. Aku usap lembut perutku yang masih rata. Benar kata Mbak Rina, aku harus kuat. Apapun keadaannya, anak dalam perutku tidak bersalah. Aku harus memikirkan perasaannya juga.Dulu, sebelum huru hara ini terjadi, aku sangat mendambakan kehadiran anak. Supaya bisa memberi kecerian di rumahku yang sepi. Namun, mengapa Tuhan malah menghadirkannya di saat seperti ini? apa ini tandanya aku harus mempertahankan rumah tanggaku?"Mbak, jadi aku harus gimana?""Tidak usah-buru-buru. Pikirkan dulu semuanya baik-baik.""Iya, Mbak. Aku akan berpikir sambil solat hajat dulu. Tidak mau tergesa-gesa.""Bagus, Mir. Ingat, kamu perempuan kuat dan mandiri. Mbak yakin, sehebat apapun cobaannya, kamu bisa menaklukannya. Dari kecil, kamu selalu begitu."Senyuman merekah di bibirku. Kata-kata Mbak Rina menjadi pendorong untukku. Mengingatkanku pada prinsip hidup yang selalu aku yakini selama ini. Yaitu, sehebat apapun masa
Read more
Menceraikan Diana
POV Adam"Iya, Bu. Kondisi kandungan ibu lemah. Jadi, tolong jaga, dan sering-sering periksa setiap Minggu, yah. Nanti saya kasih obat untuk membantu menguatkannya.""Baik, Dok. Terima kasih. Saya pastikan, istri dan anak saya akan baik-baik saja. Sudah lama kami menunggu kehadiran bayi kecil kami. Jadi, kami akan berusaha semaksimal mungkin," jawabku penuh suka cita.Tak menyangka Keberuntungan itu datang. Hanya sekali aku melakukannya, mungkin di masa subur, sehingga apa yang aku harapkan terjadi. Ini pertanda, aku akan selamanya bersama Mira. Tambang uangku tidak akan hilang. Malah, hubungan kami akan semakin kuat karena kehadiran seorang anak."Ini resepnya, jangan lupa nanti kontrol lagi."Aku dan Mira keluar dari ruang dokter setelah mengucapkan terima kasih, dan pamit. Di luar, Mbak Rina sudah menunggu. Dia langsung bertanya ini dan itu. Aku menjelaskan sesuai yang disampaikan dokter."Adam, jaga adikku dan anakmu. Kalau sampai kamu berani menyakitinya lagi, aku akan membawanya
Read more
Ide Gila Diana
"Kamu harus tanggung jawab, Mas!""Aku tidak bisa, Na. Ibu dan adikku butuh uang. Kamu juga. Sementara gajiku pas-pasan. Aku harus bisa mendapatkan cinta Mira lagi, Na. Agar bisa menguasai hartanya.""Tapi tidak dengan cara menceraikanku, Mas.""Terus gimana caranya? Mira gak bakal mau dipoligami.""Kita tinggal bersandiwara saja.""Maksudnya gimana?""Kita pura-pura bercerai. Toh, kita hanya menikah siri. Tidak harus mengurusnya ke pengadilan. Nanti, aku akan akting menjauhimu dan kabur dari sini. Kita juga bisa buat rekaman pas kita ribut dan kamu pura-pura menalakku.""Aku tidak bisa, Na. Mira bukan perempuan bodoh. Aku tak mau urusannya semakin kacau.""Kalau kamu masih bersikeras menceraikan aku, lihat saja Mas, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan bilang sama Mira kalau aku hamil. Agar dia yang menyerah dan menceraikanmu.""Jangan-jangan. Ya sudah, Mas Setuju ide gilamu.""Bagus, gitu dong."Diana merangkulku. Dia bergelayut manja. Ternyata Diana memang perempuan licik. Kalau b
Read more
Mira Mulai Luluh
POV Mira"Cepat tanda tangan.""Iya, Mir. Ini semua demi anak kita. Aku tidak peduli soal harta Gono gini dan lainnya."Dengan sok gagah, Mas Adam mendatangi surat perjanjian yang aku buat. Aku sengaja membuat, sebagai langkah antisipasi jika dibodohi Mas Adam lagi.Ini semua dilakukan demi anak. Tidak ada lainnya. Aku memang bisa besarkan anakku sendiri. Soal harta, tak mungkin kekurangan. Bahkan, dari kakek dan neneknya juga berkecukupan untuk membantu memenuhi kebutuhan anakku kelak. Namun, tidak dengan kasih sayang. Selamanya, aku tidak bisa menggantikan posisi ayah dalam hal memberi kasih sayang. Aku tak mau anakku kecewa dan sedih karena orang tuanya berpisah. "Baguslah kalau gitu," pujiku pada Mas Adam. Walaupun aku tidak terlalu percaya jika Mas Adam tidak memandang harta. Biar nanti kita buktikan. Apakah ucapannya memang benar, atau hanya rayuan."Terus, mulai kapan Mas bisa tinggal di sini lagi? Mas gak mau kamu sendiri. Mas ingin menjadi ayah yang siap siaga menjaga anak
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status