All Chapters of Aku Mundur Kau Hancur, Bang!: Chapter 71 - Chapter 80
201 Chapters
Bab 71. Ranjang Mesum di Kamar Elma
Bab 71. Ranjang Mesum di Kamar Elma“Padiku nya, Kak, bukan burungku yang mau kujaga. Biarlah, hari ini berpesta burung itu makan padiku. Daripada permainku jadi janda. Tak selamat dunia akhiratku karena disumpahi abang tuaku, Kak.”“Ya, sudah! Cepatlah kau datang!”“Iya, Kak, datangpun aku.”(Permain = sebutan untuk anak keponakan perempuan, anak dari abang)*Rencana D sedang berjalan, mudah-mudahan sukses. Tapi, Risda harus mencari uang pegangan. Perutnya mulai lapar.‘Aku harus mencari uang lagi. Mengharapkan Binsar dan Riris tak mungkin. Apa lagi yang bisa kujual sekarang?’ Risda berpikir keras.Wanita itu lalu beringsut turun dari kasur, berjingkat menuju ruang tamu. Dia ingat di sana ada sebuah lemari hias. Di dalamnya dipajang banyak porselen mewah. Satu set piring antik Chinoiseries menjadi sasarannya.Dia tahu harga satu set hiasan antik itu bisa mencapai jutaan. Bila dia jual separuh harga saja, maka dia sudah untung besar. Tak peduli Elma akan mengamuk karena kehilan
Read more
Bab 72.  Racun Mematikan Buat Elma
Bab 72. Racun Mematikan Buat Elma“Kau bilang apapun boleh kujual kalau tak punya uang! Lapar aku, Binsar! Kau tak mampu menyediakan makanan buat mamamu ini, iya, kan?” Risda tersinggung dengan tatapan tajam dari putranya.“Aku tidak marah Mama jual apapun di rumah ini! Tapi setidaknya bilang dulu sama aku, Ma! Berapa uang nya tadi, semua?” Binsar terpaksa mengalah.“Sejuta!”“Hem pas kalilah, aku butuh delapan ratus ribu! Aku pakai dulu, ya, Ma! Ini selembar buat beli nasi padang Mama.”Binsar menyerahkan seratus ribu buat ibunya, lalu gegas masuk ke dalam kamar. Menguncinya dari dalam. Masih terdengar ibunya mengomel panjang pendek, namun Binsar tak menghiraukan.“Cepat Ris! Kita bergerak! Uangnya sudah ada! Nanti saja dilanjutkan yang tadi! teriaknya bersemangat.*Sepasang durjana turun dari sebuah angkutan umum di depan gerbang rumah sakit Matern*. Sesuatu disembunyikan di dalam tas sandang si wanita. Melangkah dengan pasti menuju ruang perawatan Elma. Tak ada perawat jaga
Read more
Bab 73. Detik-detik Kematian Elma
Bab 73. Detik-detik Kematian Elma“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkaun, cobalah beberapa saat lagi!” Itu jawaban yang dia terima. “Alva! Kamu di mana, sih! Mama sekarat lagi, Al! Tolong angkat! Tolong aktifkan ponselmu, Dek!” pinta Anyelir memelas.“Percuma menelpon Alma juga. Alva tak ada di sana. Alva kau di mana, sih!” desah wanita itu lagi, seraya bersender di jok taksi.**Sementara di ruangan Elma, wanita itu tengah berbincang dengan seorang perawat jaga.“Hasil tensinya bagus, Bu. Suhu tubuh juga sudah normal. Kalau kondisi Ibu terus membaik, saya yakin besok sudah bisa pulang,” kata sang perawat sambil menyuntikkan obat melalui selang infus. Aliran cairan dari botol infus dihentikan untuk sesaat agar obat bisa masuk ke tubuhnya.“Terima kasih, Suster. Semoga besok sudah bisa pulang,” ucap Elma sedikit meringis. Ada sedikit perih di pergelangan tangannya saat obat yang disuntikkan mulai mengalir di urat nadinya.“Iya, Bu, sama-sama. Sudah, ya,
Read more
Bab 74. Selamat Dari Kematian
Bab 74. Selamat Dari Kematian“Suster …! Security …!” Alva berteriak sembari menekan tombol pemanggil di atas kepala Elma.“Kau!” Bisar ikut berteriak tak percaya. Pria itu segera menyambar jarum suntik berisi racun yang sempat tercampak di bagian kepala ranjang.Namun, gerakannya kalah cepat dari Alva. Benda mematikan itu kini berada di dalam genggaman Alva.“Kembalikan! Jarum suntik itu hanya berisi vitamin! Biar Elma cepat pulih!” Binsar berusaha merebut benda itu dari tangan Alva. “Riris, bantu aku merebutnya! Cepat!” teriaknya kepada Riris yang masih mengembus-embus tanganya yang memerah bengkak karena terjangan kaki Alva. Wanita itu mencoba membantu sang kekasih.Alva berusah mati-matian mempertahankan benda yang akan dia jadikan sebagai alat bukti itu. Berkali-kali pukulan dan terjangan dari Binsar mendarat di tubuhnya, dia tahankan demi benda itu tetap berada di dalam pegangannya.“Ada apa ini, Pak Alva? Bang Binsar! Riris!” Elma terjaga dari tidurnya. Wanita itu mneguc
Read more
Bab 75. Kemarahan Alva kepada Titian
“Iya, Mama. Tante Titian cantik, baik, sayang sama kita. Apalagi sama Adek Tampan. Tadi malam adek Tampan bobok dipeluk sama Tante Tian. Lucu, deh, Ma! Adek Tampan minta nenen sama Tante Tian, hihihi … Enggak ada air susunya, Tampan! Kata Tante Tian, gitu, hihihi ….” Vita tertawa, terdengar begitu bahagia.Elma ikut tertawa, meski hatinya masih dilanda resah. Entah kenapa dia merasa resah, setelah mengetahui kalau ternyata Alva sudah punya pacar. Bahkan sang pacar dia tunjuk sebagai kasir di tokonya.“Mama … suruh Om Alva ke sini, ya! Jemput kita. Kita kangen sama Mama! Cepetan!”“I-iya, Sayang! Om Alva akan segera ke sana! Sabar, ya!”“Dadah, Mama! Emmmmuaach!”“Emmmuach, Sayang!”Elma mengakhiri panggilan, lalu menyodorkan ponsel itu kepada Alva. “Pergilah! Mereka menunggu!” ucapnya dengan bada datar. Sedatar wajahnya saat ini.“Ya, tapi, ada yang mau aku jelasin.” Alva menatapnya serius.“Tentang?” tanya Elma balas menatap.“Titian.”“Hem, aku sudah tahu. Vita barusan jelasin, b
Read more
Bab 76.  Permitaan Titian Kepada Vita
“Kenapa harus begitu, toh Vita hanya seorang anak kecil. Omongan anak kecil anggap saja angin lalu, kenapa jadi masalah?” tanya Titian denagn nada pelan.“Karena dia bilang ke ibunya kalau kita ini pacaran!” bentak Alva cepat.“Hem, jadi, yang Abang khawatirin justru ibunya?”“Ya!”“Kenapa?”“Bukan urusan kamu!”“Aku tahu, pasti Abang menyukai ibunya, iya, kan?”“Bukan urusanmu! Ayo, berangkat! Kepala gudang dan para karyawan di toko Bu Elma sudah menunggu dari tadi!”Terpaksa Titian mengikuti langkah Alva menuju mobil Van. Meski sakit hati, kecewa dan kesal, gadis itu tetap berusaha untuk bersabar. Batu yang begitu keras sekalipun, kalau tetap ditetesi air tanpa jeda, pasti akan pecah juga. Begitu pula Alva. Dengan kesabaran, dia pasti akan luluh juga, begitu Titian membesarkan hati.Mobil Van melaju menuju rumah Elma. Alva mengikuti dari belakang dengan motor besarnya.Di mobil, Titian berusaha menjelaskan pada Vita tentang hubungannya dengan Alva, seperti perintah pria itu.“Oh,
Read more
Bab 77.  Tante Titian dan Om Alva Enggak Pacaran, Ma
“Sepertinya Mbak Tian agak kurang bersemangat? Mbak sakit? Kalau sakit jangan dipaksa! Mbak istirahat saja! Biar saya bantu, ya!”“Ti-tidak, Bang! Saya tidak apa-apa. Saya sehat, kok! Mari Pak! silahkan! Mana daftar orderannya?” Titian memanggil custumer pertama dan segera memulai pekerjaannya.Sedikit semangat mulai tumbuh di hatinya. Bila gagal untuk kembali kepada Alva, toh ada pria yang terlihat polos dan lugu ini untuk buang suntuk selama bekerja. Wajahnya lumayan tampan, meski kulitnya hitam legam seperti terbakar matahari, tapi setidaknya dia begitu sopan dan menghormati aku, begitu pikir Titian.Arfan lalu duduk di kursi di mana biasanya Elma atau Binsar duduk. Meja pimpinan toko. Pria itu mengatifkan komputer yang juga tersedia di meja itu. Rupanya CCTV yang terpasang di seluruh sudut toko maupun di dalam rumah bisa di akses dari komputer itu.Mobil van berwarna putih dia lihat sudah bergerak menuju jalan raya. Alva mengikuti dari belakang dengan motornya. Risda terliha
Read more
Bab 78. Jangan Cemburu, Bu Elma
Luky datang dengan setengah berlari. Kembali Alva membujuk dengan kesabaran tingkat tinggi. Hingga ujung pipet masuk ke dalam mulut Tampan, baru suasana kembali tenang. Tampan menghisap pipet dengan semangat, di antara sedu sedannya yang masih terdengar sesekali.“Duduk di sini dengan Kak Vita, ya! Ini untuk Kak Vita! Kak Vita mau minum juga, kan?” tanya Alva mengeluarkan dua buah botol minuman dari dalam kulkas yang tersedia di ruang VIP itu.“Mau, Om!”“Ok. Satu buat Vita, satu lagi buat adek Tampan!”Vita dan Tampan duduk anteng di sofa ditemani oleh Luky. Alva melangkah mendeka ke ranjang Elma. Wanita tiga puluh tahun itu, kembali menyeka kedua sudut netra. Haru dan bahagia bercampur mengaduk dada. Sikap sabar Alva bukanlah ciri-ciri seorang preman tentu saja. Bagaimana bisa dia begitu sabar kepada anak kecil, sedang kepada porang dewasa, dia begitu temperamental?“Ehm, maaf. Ini salah satu sebab aku enggan membawa anak-anak ke rumah sakit dan bertemu Ibu! Tampan selalu meng
Read more
Bab 79. Sandiwara Kakek Menjerat Alva
Alva hanya menunduk. Dia tahu pasti ke mana arah pembicaraan sang Kakek! Ujung-ujungnya pasti mengarah ke masalah yang sangat dia hindari. Pasti tentang perjodohan itu lagi.Betapa Alva ingin lari saja dari rumah sakit ini! Perasaannya sungguh tidak nyaman berada di antara keluarga besarnya ini. Alva merasa tertekan, diintimidasi, betul dipuja dan dimanja, tetapi dipaksa mengikuti kemauan mereka.Sungguh berbeda suasananya bila dia di luar sana. Hati dan jiwanya begitu tenang dan nyaman bila jauh dari keluarga besar ini. Di luar ada Elma, Vita, Tampan, Bang Arfan. Betapa manusia-manusia sederhana itu mampu membuat Alva merasa bahagia. Alva merasa diharagi, dibutuhkan, disayangi, dan dicintai.Apalagi kejadian terakhir, saat Wajah dan nada bicara Elma berubah datar dan sedikit ketus. Ketika Vita berceloteh tentang Titian. Alva begitu bahagia melihat ada cemburu di sorot mata wanita itu. Alva sangat bahagia saat dicemburui seperti itu.Semua perasaan nyaman ini tak dia dapatkan
Read more
Bab 80. Alva Terjebak Drama
“Ka … mu, kok, di … am, Al?”Sandiwara berlanjut. Riani tiba-tiba megap-megap. Kelopak mata terbuka lalu kedua bola mata mengarah ke atas. Mulut terbuka, seolah kesulitan untuk bernapas. Persis seperti orang ayng sedang menghadapi sekaratul maut.“Mama! Mama! Iya, Ma! Alva janji akan menikahi Nayra!”Lagi-lagi, kalimat spontan keluar dari mulut Alva. Takut kehilangan sang Mama membuat pria itu tak lagi berpikir panjang. Anyelir dan Andre saling bertatapan, keduanya menggeleng pasrah. Rasa iba menyeruak di hati keduanya. Rasa iba kepada sang adik kesayangan.Tak tega sebenarnya. Perasaan sang adik sedang dipermainkan oleh keluarga besar tanpa perasaan. Tapi, keduanya tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Masih ada sedikit keraguan. Sang Mama drop beneran, atau hanya bohongan.**“Bu, sudah sore, Pak Alva belum datang juga menjemput anak-anak! Bagaimana ini?” lapor Luky menghampiri ranjang pasien.“Ya,” sahut Elma singkat.Wajahnya yang memang masih sedikit pucat terlihat murung. Ada
Read more
PREV
1
...
678910
...
21
DMCA.com Protection Status