All Chapters of Aku Mundur Kau Hancur, Bang!: Chapter 1 - Chapter 10
201 Chapters
Bab 1. Rintihan Maksiat
Nikmat yang dirasakan saat mengecap manisnya perselingkuhan, akan terasa makin melenakan, sebab setan tiada henti menjalankan peran.***“El, kamu sudah tidur, Sayang?” Binsar menepuk pipi istrinya.Tak ada sahutan, Elma meletakkan kepala di atas meja makan.“Hebat! Obat tidur itu bekerja sangat cepat,” ucap pria itu mengacungkan jempol ke arah Riris. Kasir toko yang tinggal bersama mereka itu membalas dengan kedipan dan senyum penuh makna.“Abang amankan dulu, ya, Sayang!” kata Binsar membalas dengan kedipan tak kalah nakal, lalu menggendong tubuh ringkih istrinya.“Ok, jangan lama-lama, ya! Udah nyut-nyut, nih!” goda Riris lagi seraya membasahi bibir tipisnya dengan sapuan lidah.“Tenang!” sahut Binsar lalu berjalan menuju kamar. Tubuh istrinya yang berbobot hanya tiga puluh tujuh kilogram itu dia baringkan di atas kasur dengan pelan-pelan. Dia lalu menarik selimut tebal, menutupi badan wanita itu hingga sebatas bahu. “Tidurlah yang nyenyak, ya, Sayang! Maaf, aku butuh kehang
Read more
Bab 2. Ini Punya Siapa, Abang?
“Abang! Itu Abang, kan? Dan itu … siapa?” Elma semakin memicingkan mata. Tetapi tumor yang dia derita membuat pandangannya semakin terganggu saja. Cahaya temaram dari sorot televisi tak membantu penglihatannya sama sekali. Segera dia berjalan lagi dengan berpegangan pada dinding, Jemarinya mencari saklar lampu penerangan.“Cepat, istri Abang mau nyalain lampu!” bisik Riris sambil memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu bersembunyi di balik sofa. Binsar menyambar celana boxernya, lalu memakainya dengan buru-buru.Ceklek! Seketika ruang televisi itu menjadi terang benderang.“Oh, Abang sendirian, ya? Tadi sepertinya dua orang. Mataku makin parah saja akhir-akhir ini,” sesal Elma seraya berjalan mendekati sofa. Langkah kakinya makin terhuyung. Wanita dengan tulang pipi yang kian menonjol itu tampak seperti tengkorak berjalan.“Kamu melihat apa, sih? Dari tadi juga aku sendirian di sini! Sepertinya matamu harus diperiksakan ke dokter spesialis, Sayang!” sahut Binsar gu
Read more
Bab 3. Jangan Sekarang, Sayang!
“Kau harus pergi dari sini, Ris! Sekarang kemasi semua pakaianmu!” Binsar berkata tegas.“Apa? Abang bilang apa?” Wanita itu tersentak kaget.“Kemasi semua pakainmu! Selepas subuh nanti, aku akan mengantarmu ke terminal. Kau pulang kampung dengan bus yang berangkat pertama! Aku akan telpon Mama. Mama yang akan menjelaskan pada orang tuamu di kampung kalau aku terpaksa memecatmu!”“Abang bercanda, kan, Bang? Ini maksudnya apa? Abang ngeprank ini, kan, Abang?” Riris bangkit lalu menghampiri Binsar yang masih berdiri di dekat pintu. “Abang jangan buat Riris takut, dong Bang!” rengeknya bergelayut di lengan pria itu.“Maaf, Ris! Tapi aku serius! Kita harus mengkhiri ini. Kau harus tinggalkan rumah ini!” Binsar melepas rangkulan Riris di lengannya.“Tapi salahku apa, Abang?” Riris mulai berkaca-kaca. Wanita itu menatap lekat wajah Binsar tepat di manik-manik mata. Dia kira leguhan nikmat sang pujaan di sofa tadi, akan mampu mengikat hati pria itu terhadap dirinya. Ternyata tidak sa
Read more
Bab 4. Rencana Licik Mertua Elma
Binsar cepat-cepat menuju pintu, Elma yang sudah merasa sedikit bertenaga pagi ini ikut berjalan di belakangnya.“Kamu! Kenapa belum …,” sergah Binsar begitu daun pintu dibuka.“Ris, kamu rajin banget buatin sarapan segala! Terima kasih, ya! Kamu memang gadis yang baik!” sela Elma dengan senyum mekar di bibirnya.“Iya, Kak. Kakak sarapan, ya! Aku juga udah buatkan jus jeruk hangat buat Kakak.” Riris memeluk pinggang Elma, lalu membawa wanita itu menuju ruang makan. Binsar melongo. Kalimat kasar yang ingin dia ucap tertahan di tenggorokan.“Oh, iya, Bang, Tante beserta anak-anak sudah dalam perjalanan ke sini,” imbuh gadis itu menoleh sekali lagi ke belakang. Binsar tersentak kaget.“Anak-anak?” seru Elma gembira.“Iya, Kak. Aku meminta Tante membawa anak-anak Kakak ke sini, pasti Kakak sudah kangen, kan?”“Riris, kamu pengertian banget, sih. Kalau aku yang minta pada mertuaku agar bawa anak-anak ke sini, enggak pernah dikabulkan. Katanya penyakitku bisa nular ke anak-anak. Terima
Read more
Bab 5. Ancaman Manis Riris
“Baik, Tante!”Riris tersenyum lega. Gadis itu lalu membuka pintu kamar, keluar dengan langkah ringan. Kabar duka akan dia sampaikan kepada Elma yang masih berada di meja makan.Namun, saat melewati kamar utama, langkahnya terhenti. Pintu kamar yang sedikit terbuka membuat mata gadis itu dengan leluasa menangkap pemandangan di dalamnya. Binsar yang baru saja selesai mandi tengah berdiri mamatut diri di depan cermin rias. Tubuh atletis yang hanya berbalut handuk sebatas pinggang memancing gadis itu untuk datang mendekat.Pelan Riris menguakkan daun pintu agar lebih lebar. Membawa tubuhnya masuk ke dalam, lalu menutup kembali daun pintu tanpa suara.Klek! Ceklek!Anak kunci dia putar dua kali.“Kamu?” teriak Binsar terkejut menoleh ke belakang. “Kamu, ngapain di sini? Keluar!” usirnya dengan mata membulat.“Ssst! Jangan kencang-kencang ngomongnya! Nanti istri Abang dengar gimana?” Riris menempelkan telunjukknya di bibir Binsar yang masih basah. “Mau apa kamu, Riris? Tolong keluar!”
Read more
Bab 6. Durjana Kepergok, Elma Mulai Beraksi
Dengan tangan gemetar Elma mulai menscroll laporan penjualan. Baik laporan penjualan di toko induk ini maupun seluruh toko cabang yang tersebar di beberapa kota kabupaten, berbagai kota kecamatan bahkan desa. Semuanya mesti memberikan laporan penjualan secara on-line ke toko induk. Setiap hari pula kasir di setiap toko cabang harus mentransfer uang hasil penjualan ke rekening toko.Rekening toko memang atas nama Elma sebagai pemilik resmi. Namun, kartu ATM atas nomor rekening itu ada di tangan Binsar. Elma lalu mengetik pemberitahuan di layar laptop.[Kepada seluruh kasir toko cabang Usaha Panglong Elma Bersinar, mulai hari ini uang hasil penjualan harian harap di transfer ke rekening pribadi pemilik Usaha langsung atas nama Elma Rosaline dengan nomor Rekening 131-xxxx-xxx-xx karena rekening toko yang biasa sudah dibekukan. Demikian untuk dipatuhi. Tertanda pemilik Usaha Panglong Elma Bersinar, Elma Rosaline.]“Kak El, ini maksudnya apa?” Riris terbelalak kaget membaca kalimat it
Read more
Bab 7. Usul Riris Melenyapkan Elma
“Bik Dar! Tolong bantu saya siap-siap, Bik! Saya gak usah mandi, elap dengan air hangat saja!” titah Elma pada Asistennya.“Baik, Buk!”“Tolong tunggu di luar, Bang! Siapkan mobil!” pinta Elma melirik Binsar.Binsar tak bisa menolak lagi. Dengan enggan dia keluar dari kamar itu. Namun langkahnya bukan menuju garasi, melainkan ke toko. Riris menyambutnya dengan senyum lebar.“Gimana istri Abang, drop lagi, kan? Gak jadi operasi, kan? Abang, sih! Bukannya dihalang-halangi istrinya minta operasi, malah didukung, sekarang liat, Abang gak bisa bebas lagi gunakan kartu ATM Abang, kan?” semprotnya begitu Binsar sudah dekat.“Kamu benar, Ris. Aku salah sangka. Kukira Elma itu perempuan bodoh. Kasihan dia penyakitan, begitu pikirku. Rupanya sakit saja dia berbahaya, bagaimana pula kalau sehat.”“Makanya aku dan Mama Abang ngarang cerita kalau Tampan demam. Biar dia gak jadi operasinya.”“Jadi, Tampan gak benar-benar sakit?”“Tidak. Mama Abang sengaja menunda tiba lebih cepat. Supaya Kak El
Read more
Bab 8.  Elma Teronggok Di Mobil Van
“Iya, kenapa? Kamu sepertinya panik sekali?” tanya sang supir kebingungan.“Tidak, bukan. Eh, maksud saya, hati-hati nanti nyetirnya! Sudah, ya! Terima kasih!” Elma mengakhiri panggilannya, lalu menatap Riris dengan tajam. Wanita itu menunduk, menyembunyikan wajahnya.“Apa maksud kamu sebenarnya?” Elma berjalan pelan mendekati wanita itu. Bik Darmi membantu memapahnya.Binsar yang melihat gelagat perang segera turun dari mobil dan memburu istrinya. “Sayang, kita berangkat sekarang, ya! Dokter David sudah terlalu lama menunggu. Ayo!” ucapnya langsung menggendong tubuh ringkih Elma.“Aku mau bicara dulu dengan Riris, tunggu sebentar!”“Jangan pedulikan Riris, Sayang! Biar nanti abang yang urus, ya!”“Aku mau pecat dia, Abang! Aku pecat dia sekarang!”“Iya, iya!” Binsar meletakkan tubuh Elma di jok depan, langsung menutup rapat pintu mobil. Elma berusaha meronta, namun tak dihiraukan. Mobil itu langsung melaju dengan kecepatan tinggi.Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel
Read more
Bab 9. Elma Pingsan Dalam Sekapan
“Tolong selimuti saya!” lirihnya tetap dengan posisi menghadap ke dingding dan tubuh menggigil.“Sial benar perempuan itu! Cari masalah saja! Selimuti dia!” perintah Alva kepada anak buahnya. Salah seorang langsung menyelimuti tubuh Elma.“Sekarang dudukkan dia, bantu gerakkan tangannya untuk menanda tangani surat ini! Setelah itu masukkan dia ke mobil, tinggalkan di lampu merah, di mana tadi kalian menjemputnya!” perintahnya lagi.Dengan sigap kedua anak buahnya melakukan perintah. Bersusah payah mereka posisikan tubuh Elma agar bisa bersandar di dinding. Namun usaha mereka sia-sia. Elma tak lagi bergerak sedikitpun.“Dia pingsan, Bang! Tubuhnya juga panas sekali! Sepertinya demam tinggi!”“Sial! Bawa ke mobil! Lalu buang!”“Tapi, Bang!”“Kenapa? Kalain mau markas kita ini menjadi perhatian masyarakat umum dan juga polisi!”“Tidak, Bang! Tapi, jangan dibuang juga, Bang!”“Lalu kau mau apa? Mau bawa dia ke rumah sakit? Ada uang bapak kau bayar rumah sakitnya, ha! Belum lagi kalau di
Read more
Bab 10. Alva Menjadi Buron
“Eh, kenapa kau malah pucat begitu? Ke mana si Elma, Binsar dan si Riris?” cecar Risda mengernyitkan kening saat melihat kegugupan Bik Darmi.“Anu, Bu. Saya bawa anak-anak ke belakang saja!” Bik Darmi langsung membawa kedua balita Elma ke belakang. Wanita itu tak ingin kedua bocah itu terguncang jiwanya bila tahu hal yang sebenarnya tentang ibu mereka.“Pembantu aneh! Ditanya malah kabur! Binsar! Riris! Bin … ”Binsar dan Riris yang merasa terganggu mendengar suara cempreng wanita itu terpaksa menyudahi permainan panas mereka. Keduanya keluar sambil membenahi pakaian yang tak karuan.“Mama! Ribut amat, sih!” protes Binsar membuka pintu kamar.“Tante, Tante udah nyape?” sapa Riris sambil mengancingkan blus yang belum tertutup sempurna.“Kalian?” Wanita itu melotot tak percaya menatap keduanya. “Kalian di kamar ini berduaan, maksud Mama, hubungan kalian sudah sejauh ini?” Risda menautkan kedua alisnya.“Maaf, Tan! Kami enggak ngapa-ngapain, kok, cuma ngobrol!” Riris memeluk leng
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status