All Chapters of Neraka untuk Maduku: Chapter 21 - Chapter 30
56 Chapters
Bab 21 Indah Pov
Mendapat perlakuan manis seperti ini, dari Mas Aris bagai mimpi rasanya,bagiku. Wajah itu terlihat sangat tampan, dengan jarak sedekat ini semakin jelas kulihat pesona suamiku ini. Aku mendekatkan wajahku, kemudian memejamkan mata. Berharap dia memberikan ciuman pertamanya untukku. Kenapa pria ini tidak peka, setelah menunggu beberapa saat aku membuka sebelah mataku. Aku mendecak kesal, bisa-bisanya dia malah asyik mengusap-usap ponselnya."Mas …!" Panggilku setengah berseru. "Ada apa?" tanyanya seolah tak terjadi apa-apa. Bagaimana bisa dia mengabaikan bibir ranumku yang telah siap menyambutnya."Ihh," ucapku kesal, Mas Aris malah menggaruk kepalanya."Mas ada pekerjaan kantor, mas kerjain dulu ya," pamit Mas Aris hendak beranjak. "Kerjakan di sini aja, Mas. Indah temenin," ucapku manja. "Mas takut nggak konsen, pengennya liatin kamu terus." "Ihh, Mas bisa aja," ucapku tersipu."Mas, di depan aja.
Read more
Bab 22 Indah Pov
Sengaja aku tak memberi tahu Mas Aris kalau aku sudah mendapatkan surat itu. Akan kuberitahu  malam ini, sebagai kejutan, sekaligus minta hadiahku. Kadang sebel, apa kurangnya aku di banding Rena, kenapa dia tak mau menyentuhku. Aku lebih cantik, lebih muda, dan lebih kaya.Dengan hal ini, aku berharap Mas Aris terbuka mata hatinya dan menyadari betapa besarnya cintaku padanya. Setelah itu, kami bisa  bahagia hidup bersama dan melempar Rena jauh. Tak akan lama lagi.••Tak seperti biasa, Mas Aris pulang larut malam, sama seperti Rena. Hanya saja Rena sudah datang dari satu jam yang lalu, ini sudah hampir jam sepuluh, Mas Aris belum datang juga, ponselnya pun mati.Aku sudah bingung. Tapi, Rena terlihat biasa saja, bagaimana Mas Aris lebih memilih istri yang tak peduli padanya dibanding aku. Rena terlihat bercanda dengan Bunda nya di depan tv. Ibu tak terlihat, karena mengaku sakit kepala.Tak berapa lama kudengar mobil Mas Aris datang. Ak
Read more
Bab 23
Semua selesai mandi dan bersiap ke kantor aku masih belum selesai juga."Pamerkan masakanmu, pada Rena sama Bundanya. Mereka harus mengakui keunggulan kamu," ucap Bunda padaku. "Tapi, Indah belum selesai. Nggak bisa temenin Mas Aris sarapan," ucapku sedikit kecewa."Nggak papa, biar Ibu yang ladenin sama yang nemenin," ucap Ibu kemudian.Tak berapa lama, semua sudah berkumpul.di meja makan. "Indah, nggak sarapan? Tanya Mas Aris padaku. Diperhatikan seperti itu saja hatiku sudah senang sekali, nampak Rena melihat ke arahku dengan wajah malas. Aku membalasnya dengan senyum kemenangan. Daguku terangkat, lambat laun perhatian Mas Aris pasti aku dapatkan."Belum selesai, Mas duluan saja," balasku manis."Ehem," terdengar Bunda Rena berdehem, melihatku sinis."Nih, masakan mantu kesayangan, terbukti untuk kesekian kalinya, anakmu tak ada apa-apanya," ucap Ibu, kemudian melirik ke arahku dengan senyumnya. Aku membalas dengan senyum yang sama."Halah, palingan rasa alakadarnya," cibir wan
Read more
Bab 24
Belum juga lama aku mengobrol dengan Tante Erin, Ibu memintaku cepat-cepat pulang. Kadang menyebalkan sekali wanita itu, andai bukan karena aku mencintai anaknya, malas sekali berhubungan dengan wanita itu.Lama-lama risih juga akhirnya aku berpamitan, Tante Erin hanya tertawa mendengar ceritaku tentang ibu mertuaku itu.Keluar dari cafe segera kulajukan kembali mobilku ke arah pulang. Sedari tadi ponselku tak berhenti berbunyi. Sayang sih sayang, tapi kalau caranya begini, buat pusing.Baru mobilku menepi akan masuk halaman, Ibu mertuaku sudah berdiri di depan pagar. Ya ampun Ibu-Ibu satu ini, benar-benar tidak sabaran sekali. Melihat mobilku datang lekas ia menghampiri dan naik di jok belakang. Sudah persis sopirnya aku dibuat."Kemana Bu? Ke pasar yang dekat simpang tiga saja ya Bu, disana pasarnya bersih kata Bi Eti." Aku melihat Ibu dari spion tengah."Nggak mau, yang Ibu cari gak ada di sana. Cuma ada di pasar yang dekat terminal," jawab perempuan setengah baya itu.Pasar kumuh,
Read more
Bab 25
Pov Rena•••Aku masih fokus dengan tumpukan berkas di atas meja, saat terdengar beberapa notif pesan masuk ke ponselku. Tanganku meraih laci dan menariknya. Ponsel kembali bergetar saat aku mengambilnya.Pesan gambar di aplikasi WA dari Ibu, sedikit menunggu karena aku tak mensetting unduh otomatis. Tawa tak dapat kutahan saat melihat gambar-gambar yang Ibu kirimkan. Terlihat foto Indah yang lucu sekaligus menyedihkan. Salut dengan Ibu, yang seakan tak pernah kehilangan akal untuk mengerjai menantu keduanya itu.Aku masih benar-benar tak habis pikir, kenapa ada gadis bodoh seperti Indah. Apa yang diharapkan dari sosok Mas Aris. Apalagi sekarang aku sudah mengunci suamiku itu, yang otomatis hanya bisa bangun saat denganku saja. Indah cantik, kaya, dan masih muda, Mas Aris juga abai padanya.Kalau hanya soal rupa, banyak pria lebih tampan dari Mas Aris. Apa gadis itu terobsesi karena Mas Aris menolaknya. Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tau, apa yang Ia pikirkan. Sekarang lebih baik a
Read more
Bab 26
••Sepanjang perjalanan tadi, Ibu juga hanya berdiam. Tak bicara apapun padaku atau Bunda juga. Itu terjadi sampai sekarang, ketika kami berkumpul di ruang tengah selepas sholat isya."Rena, Ibu memiliki firasat tak nyaman, dengan kondisi ini," ucap Ibu tiba-tiba.Aku dan Bunda menoleh bersamaan ke arah Ibu, yang terlihat lebih serius dari biasanya. "Dengan ketiadaan Papanya, anak itu akan semakin bergantung pada Aris. Dia akan mencari perhatian Aris dengan alasan karena Papanya sudah meninggal, dan dia sedang berduka."  Ibu menjeda kalimatnya."Surat perjanjian itu sudah ada di tangan kita. Sebelum terlambat kita pergi dari sini, kita pulang saja. Setelah itu kalian pindah lagi ke kota lain, dan mulailah kehidupan baru kalian," tambah Ibu lagi."Tapi, Mas Aris …." "Ibu yang urus Aris. Ibu tak ingin kita terlibat terlalu jauh dengan gadis itu. Dia tak sebodoh yang kita pikirkan seperti sebelumnya," lanjut Ibu lagi.
Read more
Bab 27
"Aris tak mau pergi?" tanya Ibu padaku. Aku mengangguk. Pagi-pagi sekali, Mas Aris sudah pergi. Indah menghubunginya, meski tau aku tak suka, Mas Aris tetap pergi. Dia telah memilih  jalannya, dia tak ingin pergi. Mas Aris lebih memilih duniawi daripada hidup dengan cintaku. "Maafkan Aris," ucap Ibu kemudian. Aku memeluk Ibu mertuaku itu, tangisku pecah. Saat semua daya upaya yang dilakukan ternyata sia-sia, yang tersisa hanya rasa kecewa."Rena …  Ah, sakit sekali rasanya Bu. Segala usaha kita, tak ada nilainya. Semua sia-sia, kalah dengan harta dan silaunya dunia." Sesak sekali rasanya dadaku, mengingat semua hal yang tengah terjadi.Bunda mengusap punggungku pelan. Kami semua terluka, oleh pilihan yang diambil Mas Aris. Semua kecewa, sangat kecewa. "Sudah, jangan menangis seperti ini. Hati bunda tambah sakit rasanya." Bunda terisak, pasti sama yang ia rasakan sekarang denganku."Ibu minta maaf, benar-benar minta maaf," ucap
Read more
Bab 28
Aku mengatur dan mempersiapkan hatiku, malam ini. Bukan hal yang mudah memang. Tapi, semua sudah menjadi keputusanku. Aku tak ingin melanjutkan rasa yang timpang ini, sendiri akan lebih baik. Daripada menggenggam bara untuk selamanya. Meski semua hal tercukupi dan aku bisa berfoya-foya, hatiku tetap tak akan bahagia.Semua sudah duduk di ruang tengah, ada rasa tegang di wajah Ibu yang jelas terpancar. Bunda hanya terdiam, menutup mulutnya rapat-rapat. Mas Aris terlihat lebih rileks dari pada Ibu serta Bunda. Semua pandangan mengarah padaku, karena aku yang meminta semua berkumpul. Guna menyampaikan tentang gugatan cerai yang akan aku ajukan."Ibu, maafkan Rena," ucapku mengawali pembicaraan malam ini. "Bukannya Rena sudah tidak sayang pada Ibu, hanya saja ini sudah menjadi keputusan Rena sekarang."Semua terdiam, masih menatap ke arahku. Pandangan Ibu mengisyaratkan dia tau apa yang akan aku sampaikan.  Mas Aris juga terlihat mulai tegang."Rena i
Read more
Bab 29
Memutuskan untuk tetap tinggal di kota yang sama dengan Mas Aris, sempat membuat Bunda kuatir. Aku perlu meyakinkan aku baik - baik saja, meski kenyataan tak sepenuhnya seperti itu. Hanya saja S2 - ku sebentar lagi selesai, sayang sekali kalau sampai aku tak meneruskan kuliahku.Perlu waktu untuk merasa semua baik - baik saja, dan aku bisa sendiri tanpa Mas Aris. Dua bulan selepas sidang putusan, baru aku mulai terbiasa. Bayang Mas Aris juga berangsur - angsur memudar dari angan dan pikiran. Sudah mulai bisa tersenyum dan menikmati hidup. Semua yang berhubungan dengan Mas Aris sebisa mungkin aku singkirkan. Termasuk rumah dan mobil. Aku menganti mobil dari pembagian harta gono-gini, begitu juga dengan rumah yang telah Mas Aris selesaikan cicilan nya. Aku ingin menghapus pelan segala kenangan yang pernah ada. Karena mengingat hal bahagia di masa lampau menjadi hal yang paling menyakitkan untuk saat ini.Menata hati dan hidupku kembali. Karena aku tinggal s
Read more
Bab 30
Siapa lagi, kalau bukan Mas Aris yang juga atasan Pak Aldi. Dunia ternyata sempit, tapi, semua hal sudah aku pikirkan. Begitu juga kemungkinan aku akan berjumpa lagi dengan mantan suamiku ini."Rena …." Sama seperti Pak Aldi, Mas Aris juga terkejut saat melihatku.Ampun, apanya yang aneh. Kenapa mereka terlihat kaget dan syok seperti itu.  Aku melihat kearah pakaianku, tak ada yang aneh. Wajahku juga tidak menakutkan, malah sekarang aku rajin perawatan dan juga sering ke salon. Apanya yang salah coba?"Kok, kamu di sini. Sama siapa?" tanya Mas Aris. Dia mendorong kembali kursi yang baru di tariknya, diurungkan niatnya untuk duduk. Mas Aris menoleh ke kanan dan kiri."Iya, disini memang." Aku spontan saja menjawab. Melihat mereka kaget, malah membuat aku ikut bingung menjawab."Mba, pesanan Bapaknya." Sania datang, di belakangnya Rudi membawa nampan berisi pesanan Pak Aldi. Aku melirik Sania yang menyipitkan mata ke arah Mas Aris
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status