Semua Bab Istri Seksi Tetangga Sebelah: Bab 61 - Bab 70
133 Bab
61. Persiapan Menjemput Syam
"Loh, kenapa udah pulang? Belanjaannya mana?" tanya Mbak Nunuk saat melihat Hani baru saja masuk ke dalam rumah dengan ekspresi letih. Wanita berusia tiga puluh dua tahun itu memperhatikan Hani dari atas sampai bawah. Hani memilih langsung duduk di kursi ruang tamu sambil mengatur napas yang masih sedikit sesak. "Mbak, saya gak jadi belanja. S-saya bertemu Grace," jawab Hani dengan suara putus-putus. Nunuk bergegas ke dapur, lalu kembali lagi ke ruang tamu sambil membawa segelas air putih. "Tenang, ini minum dulu!" Hani menerima gelas itu dan langsung meneguk airnya hingga tandas. "Grace istri pertama dosen kamu?" tanya Nunuk meyakinkan. Hani mengangguk. "Kenapa kabur? Harusnya kamu cuek saja dan kalau bisa, kamu tantang. Kamu yang dulu polos, sudah tidak ada lagi. Sekarang kamu wanita kuat yang bisa mengeluarkan pendapat kamu. Kalau kamu lari, maka Grace akan semakin curiga ada sesuatu yang kamu sembunyikan." Hani menatap kakak kos yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri. Hany
Baca selengkapnya
62. Melamar
"Masih kecil udah mau poligami, gak akan mungkin. Abang lihat sendirikan, betapa Syamil awalnya sangat menolak abah yang mau poligami sama Nela. Kalau menurut saya, sudah jalannya memang Syamil tidak berjodoh dengan Hani. Terlalu banyak PR. Abang sendiri bilang begitu kan?" Didin tidak menyahuti ucapan istrinya. Pria dewasa itu hanya mengangguk membenarkan ucapan Laila. Temboknya sangat tinggi, terutama Hani yang janda. Meskipun gadis itu masih muda, beda dua tahun saja dari Syamil. Hari ini, hari sabtu, Syamil beserta keluarga inti, dan juga pejabat lingkungan setempat, berangkat dengan mobil, menuju kediaman calon istri Syamil. Ada banyak barang yang dibawa oleh Bu Umi sebagai oleh-oleh untuk calon mantu. Profil di kertas biodata itu sudah dibaca oleh Bu Umi dan beliau sangat senang, karena cocok dengan kriteria beliau. Syamil harus mendapatkan istri yang bisa diajak berjuang bersama, bukan yang sudah mapan dengan harta melimpah. Putranya sendiri nanti yang kesusahan. "Jadi, kalau
Baca selengkapnya
63. Berkunjung Lagi ke Rumah Hadi
Merasa hatinya terus tidak tenang, maka Hani memutuskan untuk berkunjung ke rumah Hadi. Ia khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada kakak, ponakan, ataupun kakak iparnya. Ia baru saja mendapatkan sebuah keluarga utuh seperti kebanyakan orang di luar sana, sehingga ia tidak mau sampai ada hal buruk terjadi pada keluarganya. Ratih tengah memasak kolak pisang, saat ia mendengar suara pagar dibuka. Lekas wanita itu mematikan kompor, lalu berjalan ke depan untuk melihat siapa tamunya. "Assalamu'alaikum, Teh. ""Wa'alaykumussalam, Hani. Ya Allah, Teteh kirain siapa. Ayo, sini masuk! Teteh baru aja bikin kolak pisang, sebentar lagi matang. Ayo, duduk dulu!" Ratih begitu senang dengan kedatangan iparnya. Hani tidak langsung duduk, melainkan berjalan ke dapur menghampiri Ratih. "Teteh sehat kan?" tanya Hani tiba-tiba. Ratih yang tengah mengaduk kembali pancinya, nenoleh ke belakang sebentar, sambil mengangguk. "Teteh sehat, Hani. Pokoknya kalau masih tanggal satu sampai tanggal lima belas
Baca selengkapnya
64. Hani Pergi ke Pesantren
Hani pulang ke kontrakan dengan hati senang dan juga tenang. Apalagi di tangannya membawa rantang berisi kue dan juga kolak pisang. Ratih juga membawakan beras dua kilo setengah untuk adik iparnya itu. Hani sampai meneteskan air mata karena terharu memiliki kakak ipar yang sangat baik, peduli, dan juga tidak pelit padanya. Padahal, ia sendiri belum pernah membawakan makanan mewah, hanya buah dan kue yang pernah ia bawakan untuk ipar dan keponakannya. Semua makanan ia salin ke dalam wadah. Hani bahkan menikmati sekali lagi kolak pisang buatan kakak iparnya karena rasanya memang sangatlah enak. Kontrakan sepi, ia pun libur berjualan hari ini. Tenaganya masih ingin ia salurkan. Maka, ia memutuskan untuk pergi mengunjungi pesantren tempat ia menitipkan Syam. Ia mandi dan berganti pakaian. Gamis hitam, dengan niqob dengan warna yang sama, sengaja ia pakai agar tidak ada yang mengenalinya. Gamis hitam, lengkap dengan cadar itu adalah pemberian Zahra, sebelum ia pindah kembali ke rumah ora
Baca selengkapnya
65. Suami Orang
Hani berjalan lebih cepat sambil menundukkan pandangan. Ia tidak cukup berani mengangkat wajahnya, meskipun saat ini ia memakai niqob-nya. Ia tidak mau sosoknya dikenali oleh penghuni pesantren yang lain karena tujuan utamanya adalah untuk melihat keadaan putranya. Namun, ia sama sekali tidak dapat menemui Syam. Entah di mana putranya itu berada. Hani berjanji di dalam hatinya akan kembali lagi untuk mencari Syam. Pemuda bernama Syamil yang masih berada di dalam mobil, terus memperhatikan wanita bercadar tengah berjalan menuju gerbang keluar pesantren. Posisi mereka jauh, sehingga Syamil tidak dapat melihat dengan jelas, wanita itu. Hani sudah terlanjur naik ke atas motor ojek online, saat Syamil turun dari mobil. Pemuda itu masih memperhatikan tamu wanita bercadar tersebut. "Lihat apa, Sya?" tanya Laila pada adiknya. "Itu, Teh, cewek bercadar yang baru keluar dari pesantren. Kayak kenal, tapi lupa." "Kamu mah, gak bisa lihat cewek pakai gamis hitam, langsung saja bawaannya kena
Baca selengkapnya
66. Siapa Raka?
"Zahra, temen kampus kamu kan banyak, masa gak ada yang bisa kamu kenalin ke Mas Raka?" tanya seorang lelaki muda tampan yang baru saja ikut duduk di sofa ruang TV. Ia adalah Raka, kakak dari Zahra yang bekerja di salah satu TV swasta nasional."Udah pada nikah juga, Mas, he he he ... lagian kerjanya pada mencar. Ada yang pulang kampung. Lost contact gitu deh. Emangnya artis TV gak ada yang mau sama Mas Raka?" Zahra menertawakan kakaknya. Begitu banyak kru TV, tetapi sampai saat ini kakaknya betah menjomlo."Yah, payah kamu. Masa kamu mau nikah, Mas belom juga punya pacar." Raka cemberut. Zahra diam sejenak sambil memikirkan sesuatu."Ada teman baik Zahra saat di kosan, Mas, tapi ... ""Tapi apa?" Raka tak sabar menunggu lanjutan perkataan Zahra."Terlalu cantik? Terlalu kaya?" Zahra memutar bola mata malasnya."Bukan, Mas. Kalau cantik, bisa Zahra pastikan memang cantik, tetapi teman Zahra itu janda, Mas. Mas emangnya mau sama janda?""Jangan-jangan teman dekat kamu yang namanya Hani
Baca selengkapnya
67. Raka PDKT
"Oh, jadi sekarang sibuk jualan saja ya?" tanya Raka pada Hani. Gadis itu mengangguk dengan canggung. Pengalamannya bertemu dan berkenalan dengan pria, tidaklah banyak, sehingga Hani merasa rendah diri dan juga amat sangat canggung. Padahal jika sudah kenal baik, maka ia bisa begitu manis, mengesalkan, sekaligus mengesalkan. "Ada toko offline atau hanya toko online saja?" tanya Raka lagi. "Dih, Mas Raka gimana sih? Masa jadi wawancara tukang jualan, ha ha ha..." Zahra menertawakan kakaknya. Raka pun ikut menyeringai sambil menggaruk rambutnya. "Hani, kamu kan masih jomlo. Nah Mas Raka ini pengen punya temen cewek karena sebentar lagi aku mau jadi istri orang. Dia khawatir gak ada yang bisa digangguin lagi kalau dia gak cari cewek pengganti adiknya ini dari sekarang.""Memangnya bisa proses adik angkat udah setia aku?" tanya Hani dengan polosnya. Raka dan Zahra malah tertawa kencang. "Aduh, Hani, kamu lucu banget sih. Kamu bukan mau diangkat jadi adik angkat Mas Raka. Ketuaan atuh
Baca selengkapnya
68. Mengintai Keberadaan Syam Part2
"Kamu yakin ini pesantrennya?" tanya Raka saat lelaki itu mengendarai mobilnya perlahan, begitu memasuki jalan besar menuju pesantren. "Iya, Mas, InsyaAllah saya masih ingat sekali nama pesantrennya. Plang depan jalan masuk tadi juga masih sama. Saya yakin gak akan salah, tapi kalau saya masuk lagi dan berpura-pura mengantar adik saya yang mau mendaftar pesantren, pasti tidak masuk akal, karena yang saya bawa bukan remaja, tetapi om-om." Raka tertawa. Tawa lebar yang memperlihatkan betapa rapi susunan gigi pria itu yang berwarna putih bersih. Bibirnya juga merah merekah, tanda Raka tidak pernah bersentuhan dengan rokok. "Kita tidak perlu mampir, kita bisa memantau dari luar pesantren saja. Memangnya putra kamu mau dijemput sekarang? Bukannya mau memastikan dulu apakah putra kamu masih diasuh oleh pemilik pesantren?" tanya Raka lagi sambil memperhatikan wajah Hani yang nampak bingung. "Belum sekarang, Mas, kasurnya saya belum beli." Hani menyeringai. "Kamu punya uang berapa? Nanti
Baca selengkapnya
69. Persiapan Pernikahan Zahra
Setelah mengantar Hani pulang ke kontrakan, Raka pun pamit pulang. Sebelum tiba di rumah, ia membelikan dulu buah untuk ibu dan dua adiknya. Lika dan Janu. Mobil yang ia kendarai kini sudah parkir di garasi rumah. Cukup jauh juga jarak antara kontrakan Hani dan rumah orang tuanya, tetapi Raka tidak masalah sama sekali, apalagi memang ia sedang mendekati Hani. "Assalamu'alaikum, Ma.""Wa'alaykumussalam. Buah pesenan Mama dibeli gak?" tanya wanita setengah baya bernama Sintya itu. Anak-anak biasa memanggilnya Mama Tia. Raka mengangkat plastik putih susu sejajar dengan wajah mamanya. "Lengkap sesuai pesanan." Raka menaruh buah di atas meja dapur, lalu kembali lagi ke ruang tengah, tempat mamanya tengah menempelkan label nama yang sudah siap tempel di kertas undangan. Bu Tia duduk bersila di atas karpet, maka Raka pun ikut melakukan hal yang sama. Kepala pria itu berputar mencari dua adiknya. "Kenapa? Cari siapa?" tanya Bu Tia. "Zahra dan Janu kemana, Ma?" "Janu belum balik sekolah,
Baca selengkapnya
70. Siapa Hani?
"Kenapa kalian diam? Mama cuma dengar tadi, kalian berbincang dan menyebut nama Hani beberapa kali. Jadi Mama penasaran? Apa Hani pacar kamu, Raka?" tanya Bu Tia sambil memperhatikan putranya. "Teman Zahra, Ma," jawab Raka sambil melirik Zahra. "Oh, makanya namanya seperti tidak asing. Teman kamu yang di kontrakan itu ya? Yang janda bukan?" tanya Bu Tia memastikan. Zahra tersenyum samar sambil mengangguk. "Mau kamu kenalin sama kakak kamu?" kali ini intonasi mamanya sedikit penuh penekanan. Zahra kembali mengangguk. Bu Tia kini menoleh pada putranya. "Kamu bujangan, kerja di stasiun TV. Kerja bareng sama artis dan kru TV yang juga banyak gadis dan pastinya lebih glowing. Lalu kamu malah berkenalan dengan teman Zahra yang janda?" mata Bu Tia berpindah pada Zahra. "Mama tidak setuju," tukasnya sambil tersenyum. Bahu Raka turun, begitu juga dengan Zahra yang menjadi salah tingkah. Mamanya pasti kecewa dengan dirinya karena telah mengenalkan Raka pada Hani. "Ma, kenalan belum tentu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status