Lahat ng Kabanata ng KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI: Kabanata 21 - Kabanata 30
32 Kabanata
Perempuan Berhijab
"Kemungkinan lusa, Pak, saya sudah menyiapkan beberapa barang," jelas Tari.Kedua tangannya terlipat di dada, tatapan matanya tampak menerawang jauh, membayangkan hari yang sudah dia bayangkan sebelumnya.Om Herman mengangguk pelan, tangannya meraih gagang telepon, dia menempelkan benda itu ke telinga, kemudian menekan beberapa buah angka, "Halo, kamu sudah sampai ke restoran, 'kan?" tanya Om Herman melalui sambungan telepon."Sudah, Pak, ada keperluan apa, ya?" Orang yang ada di ujung sambungan telepon, segera merespon pertanyaan Om Herman."Bagus! Tolong segera antarkan minuman untuk tiga orang." "Baik, Pak."Karyawan yang tidak di ketahui namanya itu, segera mematikan sambungan telepon.Begitupun dengan Om Herman yang segera menyimpan gagang telepon ke tempatnya semula, kemudian menatap Nita dan Tari secara bergantian."Bagaimana kalau pergi sebelum azan subuh saja, biasanya orang-orang sedang pulasnya tertidur dan itu akan memudahkan langkah, Ibu Tari, juga.""Itu ada benarnya
Magbasa pa
Pulang
Sontak, Om Herman langsung tersentak, kala pintu yang ada di belakangnya terbuka, sehingga ponsel yang ada di genggamannya jatuh ke lantai.Nita maupun Om Herman sama-sama terpaku, menatap ponsel yang sudah ada di atas lantai dengan keadaan telungkup.Nita meraih benda persegi tersebut, kemudian menatap layar ponsel yang menampilkan nama seseorang."Dia siapa, Om? Kenapa, Om sampai terkejut, ketika tahu ada seseorang yang membuka pintu?" tanya Nita dengan spontan, membuat Om Herman langsung menarik Nita untuk segera menjauh dari depan ruangannya."Dia orang suruhanku yang aku perintahkan untuk mengawasi rumahmu dan kamu tahu Nita, ada seseorang yang datang ke rumahmu tersebut."Nita langsung membulatkan mata ketika mendengar penuturan Om Herman, dia begitu panik, karena memang Dika dan Bu Zainal masih ada di rumahnya."Memangnya siapa orang tersebut?" "Dia ... suamimu.""Apa?!" pekik Nita sambil memicingkan mata.Nita terdiam sejenak, berusaha mencerna kata-kata Om Herman. Dia sediki
Magbasa pa
Pertengkaran
Nita mendengus, dia membuang pandangan ke arah lain. Seperti Titi dan Martin belum tahu, kalau mesin pencetak uang berjalan milik mereka telah pulang.Andai saja Titi dan Martin tahu, pasti mereka tidak akan tinggal diam, mereka akan langsung menyuruh Fahmi untuk kembali pulang ke kota tempatnya bekerja."Untuk apa kamu kembali, Mas?""Nita, Mas, begitu merindukanmu, Mas, ingin menjelaskan semuanya, Sayang."Fahmi melangkah ke hadapan Nita, dia menatap mata istrinya dengan begitu lekat, tetapi wanita itu malah membuang pandangan ke arah lain.Seolah-olah menghindari tatapan Fahmi. Bahkan, bibir Nita tampak mengatup rapat, enggan mengatakan sepatah katapun."Tidak ada yang perlu di jelaskan lagi!" Nita menoleh, menatap Fahmi sambil menyunggingkan senyum sinis. "Kamu inget, gak, Mas, kalau aku pernah berkata, ketika kamu pulang, aku akan mengajukan cerai padamu."Deg!Rasanya jantung Fahmi berhenti berdetak kala itu juga. Mulut dan mata pria itu membulat sempurna, dia masih belum percay
Magbasa pa
Pertengkaran (2)
"Kapan kamu pulang? Kenapa gak kabari Ibu dulu."Dari pertanyaan yang baru saja Titi lontarkan, Nita dapat menangkap, kalau perempuan itu begitu tidak suka atas kepulangan anaknya.Tidak seperti orangtua pada umumnya yang justru akan senang, kalau anaknya baru saja pulang dari perantauan."Tadi, Bu. Lagipula aku tidak mengabari siapapun, Nita saja tidak tahu, kalau aku akan pulang."Titi berdecak, dia menatap sinis ke arah Nita, tetapi sama sekali tidak Nita hiraukan. Dia begitu malas, jika harus berhadapan dengan mertua seperti Titi. Sudah pasti, Titi akan berakting sebisanya, untuk meyakinkan Fahmi."Ngapain si Nita nangis?"Mendengar pertanyaannya Titi, Nita langsung mengusap pipi dan matanya dengan kasar."Aku gak nangis.""Ya, sudah, lagipula Ibu tidak peduli." Titi kemudian beralih menatap Fahmi. "Kamu kalau pulang harusnya kabari Ibu dulu, nanti Ibu minta belikan oleh-oleh. Lagipula untuk apa kamu pulang, sudah diam saja di kotamu."Fahmi sebenarnya cukup kecewa dengan respon
Magbasa pa
Keadaan
Lagi-lagi Nita menyeringai, bahkan kedua tangannya ikut terlipat di dada."Mungkin Ibu berpikir, kalau aku tidak mengetahui semuanya hanya karena diam terus, padahal sebenarnya aku tahu, apa yang sering kalian lakukan pada Mbak Tari."Titi tampak begitu gelagapan, wajahnya pucat pasi dengan bibir memutih, layaknya mayat, belum lagi bola mata perempuan itu bergerak dengan cepat.Semakin membuktikan, kalau Titi sedang gugup, takut kalau Fahmi lebih mempercayai istrinya dibandingkan dengan dirinya."Fahmi, li-lihatlah perempuan yang kamu banggakan itu, dia malah menuduh Ibu melakukan hal yang tidak-tidak," tukas Titi dengan begitu gelagapan. "Dia berani menjelekkan Ibu, Nak.""Aku lebih mempercayai istriku dibandingkan Ibu!" hardik Fahmi, membuat Titi langsung mengerutkan bibir.Meskipun tidak sepenuhnya sedih, Titi kembali bersandiwara. Dia berpura-pura jatuh ke atas tanah sambil mencengkram dadanya kuat-kuat, tidak lama kemudian Titi terisak, mengeluarkan air mata palsunya.Fahmi mengh
Magbasa pa
Tangisan
"Halo, ada apa?" tanya Om Herman melalui sambungan telepon. Saat ini, dia sedang bersama Tari, hendak mengantar perempuan itu menuju membeli sayuran ke pasar."Saya dengar, kalau Pak Fahmi hendak membawa Bu Nita ke kotanya tempat bekerja dan di sini tengah terjadi keributan, karena Ibu mertua dan Kakak Pak Fahmi tidak menginginkannya.""Tapi, keadaan Bu Nita baik-baik saja, 'kan?"Mendengar nama disebut, Tari langsung menoleh, menatap Om Herman dengan cukup intens, menelisik ekspresi wajah pria itu.Bahkan, Nita sampai mengigit bibir bawahnya kuat-kuat sambil meremas tangannya dengan kasar, dia takut terjadi hal buruk pada Nita. Namun, dalam hati Nita tidak henti-hentinya merapalkan doa, memohon pada sang maha kuasa, agar Nita selalu berada dalam keadaan yang baik."Keadaan Bu Nita baik-baik saja, malahan Pak Martin yang terluka, karena terkena pukulan Pak Fahmi.""Saya tidak peduli dengan dia, tetapi yang terpenting sekarang adalah kondisi, Bu Nita.""Beliau baik-baik saja. Bapak, ti
Magbasa pa
Ketahuan
Tidak ingin Fahmi membawa keluarga kecil ke kota tempatnya bekerja, Titi dan Martin sama-sama berpikir keras, mencari cara agar bisa menggagalkan rencana Fahmi.Titi dan Martin tidak ingin, jika uang yang selama ini mereka nikmati, hilang seketika hanya gara-gara Nita tidak tinggal dengan mereka lagi.Bugh!"Ibu!" pekik Martin, menarik perhatian semua orang termasuk Nita dan Tari. "Ya, ampun, Ibu, kenapa?" Martin berusaha mengangkat tubuh Ibunya yang tergeletak di tanah. Entah sengaja atau tidak, tetapi kepala Titi mengenai sebuah batu, hingga perempuan itu benar-benar kehilangan kesadaran.Semua orang begitu panik, termasuk Fahmi yang langsung berlari, menghampiri Ibunya. Fahmi dan Martin segera mengangkat tubuh Titi. Di saat itu pula, mereka melihat ada bercak darah yang tersisa di atas batu."Ya Tuhan, kenapa bisa seperti ini," raung Martin. Padahal sebenarnya dia yakin, kalau awalnya Ibunya tersebut hanya bersandiwara.Akan tetapi, sepertinya Ibunya tersebut tidak menyadari adan
Magbasa pa
Nita Mulai Abai
"Tidak ada," jawab Nita dengan singkat, kemudian melangkah keluar warung.Tidak ingin kehilangan jejak Nita, sekaligus diselimuti rasa penasaran yang tinggi, Fahmi segera mengikuti langkah Nita, dia ingin menanyakan berbagai hal pada istrinya tersebut."Saya permisi dulu, Bu," ucap Fahmi kala melewati tubuh Bu Zainal."Iya, Fahmi."Sekilas, Fahmi dapat menangkap adanya raut kekhawatiran yang terpancar di wajah Bu Zainal.Tentu saja, hal itu semakin menguatkan rasa penasaran yang sudah tertanam di dalam dirinya."Nita!" panggil Fahmi, ketika melihat istrinya berjalan ke kebun belakang rumahnya.Nita menoleh selama beberapa detik, kemudian kembali melanjutkan langkahnya."Ada apa, sih, Mas!""Nita, tolong jelaskan dulu pada Mas. Kamu, Mbak Tari dan Bu Zainal sedang membicarakan apa? Sebenarnya apa yang kalian bahas tadi?""Itu bukan urusan kamu, Mas! Lagipula, jangan pernah ikut campur dalam masalahku. Aku memang mau ikut denganmu, tetapi jangan harap kalau aku percaya dan sudah memaafk
Magbasa pa
Sebuah Rencana Baru
"Kenapa berpikir seperti itu? A-aku benar-benar tidak memiliki hubungan dengan siapapun, apalagi sampai melakukan hal yang kamu pikirkan saat ini, Nita."Fahmi berusaha menjelaskan semuanya pada Nita. Dia tidak ingin, kalau perempuan itu sampai salah paham terus padanya.Padahal, memang benar semua yang dia katakan, kalau dirinya tidak memiliki hubungan apapun dengan siapapun di luar sana."Sudahlah, Mas, kamu diam saja. Aku tidak percaya lagi padamu.""Nita ...," lirih Fahmi dengan penuh penekanan. Jujur saja, Fahmi sedikit kesal dengan Nita, dia bahkan begitu kecewa dengan istrinya, kenapa di saat seperti ini dia malah tidak mempercayai dirinya.Padahal, selama ini Fahmi sudah berusaha selalu percaya padanya, di saat mereka berdua saling berjauhan. Bahkan, dia cukup menjaga komunikasi dengan Nita, sesibuk apapun dirinya."Aku malas berbicara denganmu, Mas. Jangan ganggu aku," balas Nita tanpa menoleh sedikitpun. Dia masih berfokus memotong beberapa sayuran.Padahal sebenarnya, piki
Magbasa pa
Biang Gosip
"I-Ibu, sudah sadar?" bisik Martin sambil memindai seisi ruangan, takut tiba-tiba ada orang yang datang."Dari tadi aku sudah sadar, hanya saja aku tetap berpura-pura masih tidak sadarkan diri," balas Titi dengan nada bicara yang tidak kalah pelan."Ah, Ibu membuatku khawatir."Titi memegang sedikit kepala bagian belakangnya, dia meringis, ketika secara tidak sengaja memegang lukanya."Ibu, harusnya lebih hati-hati lagi," sambung Martin."Ke mana Fahmi dan Nita?""Mereka ada di dapur, kamu tahu tidak, Titi, kalau Fahmi dan Nita tengah bertengkar hebat, benar, 'kan, Martin?" ucap Bu Nurul sambil menoleh ke arah Martin, membuat pria langsung menghela napas panjang. Martin bukannya tidak ingin memberitahukan Ibunya tentang rencana yang telah dia susun, hanya saja melihat kondisi Ibunya yang masih kurang baik, jadinya Martin segera mengurungkan niatnya.Akan tetapi, ternyata Bu Nurul lebih dulu memberitahukannya pada Ibunya, tanpa meminta ijin padanya terlebih dahulu.Tentu saja, hal itu
Magbasa pa
PREV
1234
DMCA.com Protection Status