KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI

KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI

By:  Gyuu_Rrn  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
0 ratings
32Chapters
8.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Apakah ini kisah tentang seorang menantu yang tertindas oleh mertua dan suaminya? Atau justru menantu yang malah menuntut balas pada mertua yang telah menghabiskan seluruh gaji suaminya dengan cara cantik? Lebih lengkapnya, jangan lupa ikutin terus ceritanya, ya!

View More
KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
32 Chapters
Mertua Pelit
[Bu, uang gajiannya sudah aku transfer, tolong beri Nita setengahnya.]Begitulah kira-kira isi pesan yang baru saja Titi terima dari anak laki-laki keduanya yang saat ini tengah bekerja di luar kota.Semenjak Fahmi--anak kedua Titi pergi merantau ke luar kota, semua gaji dan pengelolaan keuangannya dia berikan pada Titi."Bu, ngapain senyum-senyum sendiri?" tegur Martin--anak pertama Titi yang tidak bekerja sama sekali, padahal dia punya tanggungan yaitu anak dan istrinya."Ini, adik kamu baru transfer uang," balas Titi dengan begitu kegirangan."Wah, bagus tuh, Bu!" Martin langsung merebut ponsel ibunya, kemudian mengecek uang yang baru saja masuk ke rekening Ibunya. Benar saja, uang senilai lima belas juta telah masuk, Martin membulatkan mata."Wah, makan enak, nih, Bu!" ucapnya tidak kalah kegirangan.Mendengar hal tersebut, Titi langsung merebut ponselnya, memasukannya ke dalam saku celana."Tidak! Uangnya akan Ibu pakai untuk membayar motor."Sontak, Martin langsung memutar bola
Read more
Restoran
Sore harinya, Nita mengajak serta Andika untuk bertemu dengan Om Herman--orang kepercayaan almarhum Ayahnya yang masih setia bekerja.Di sebuah kafe yang ada di pusat kota, Nita dan Andika duduk di pojok ruangan, tetapi tetap saja dia tidak luput menjadi perhatian orang-orang hanya karena penampilannya yang bisa di bilang biasa saja.Malahan ada orang yang secara terang-terangan mengejek ke arahnya. Nita sendiri tidak peduli, karena penampilan bukanlah segalanya. Nita yakin, orang-orang itu pasti akan terkejut, ketika mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya."Nita, sudah menunggu lama?"Sontak, Nita menoleh, menatap Om Herman yang baru saja datang, penampilannya cukup rapih, wajar saja dia adalah manager restoran ini."Tidak juga, Om."Seperti orang-orang yang lainnya, Om Herman memperhatikan penampilan Nita dari atas hingga bawah, mulut dan matanya ikut membulat sempurna."Ya Tuhan, Nita ada denganmu? Ke-kenapa kamu menjadi seperti ini, apa yang terjadi denganmu?"Nita terkekeh pela
Read more
Pura-pura Pingsan
"Semua ini gara-gara kamu, Nita!" Tiba-tiba saja Martin langsung menyalahkan Nita atas semua yang telah menimpa Martin. "Kalau saja kamu tidak berkata sebuah kebohongan seperti itu, Ibuku pasti tidak akan pingsan!"Martin berteriak sambil terus menggerakkan tubuh Ibunya yang masih tergeletak di lantai. Sedari tadi, Nita dan Om Herman sudah memanggil pegawai untuk mengangkat tubuh Titi, tetapi Martin marah mendorong tubuh pegawai itu, hingga dia terjatuh.Dengan penuh dramanya, Martin malah terus menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh Ibunya.Akan tetapi, ada sedikit yang menarik perhatian Nita. Dia mana mata Titi sesekali bergetar, dia seperti pura-pura pingsan.Nita tidak banyak bicara, dia membiarkannya terlebih dahulu, ingin tahu langkah apa yang akan Titi ambil selanjutnya. Karena Nita tahu, Nenek Lampir itu begitu licik, di kepalanya kadang bersarang ide-ide gila yang tidak pernah Nita pikiran sebelumnya."Pokoknya aku minta ganti rugi!" raung Martin sambil bangkit, menatap
Read more
Memanfaatkan Keadaan
Wajah Titi memerah sempurna, tangannya terkepal dengan cukup keras. Tanpa aba-aba, Titi langsung melangkah, hendak melayangkan tamparan pada Nita.Akan tetapi, dengan cepat Herman langsung mencekal tangan Titi, hingga perempuan itu meringis kesakitan.Martin yang melihat hal tersebut, bukannya membantu Ibunya yang terus meringis, dia malah mundur beberapa langkah, ketika secara tidak sengaja dia saling bertatapan dengan Herman."Martin, mau ke mana kamu? Bantu, Ibu!" pekik Titi, membuat beberapa orang menatap ke arahnya. Tapi, tidak seorangpun yang mau membantunya."Jangan pernah berani menyentuh Nita sedikitpun, kalau kamu tidak ingin berurusan dengan saya!" ucap Herman dengan penuh penekanan. Sebelum akhirnya, melepas cengkraman tangannya.Titi mendelik, tatapan kebencian dia layangkan pada Nita yang tengah tersenyum sinis."Memangnya siapa kamu? Saya Ibu mertuanya dan saya lebih berhak dari pada kamu," teriak Titi sambil mengarahkan jari telunjuknya ke dada Herman, kemudian mendoro
Read more
Rencana Busuk Titi dan Martin
"Apa Ibu percaya kalau Nita itu anak orang kaya?" tanya Martin pada Titi, ketika mereka berdua tengah menikmati goreng pisang pemberian tetangga.Titi meraih segelas teh hangat yang ada di hadapannya, lalu meneguknya hingga tinggal setengahnya."Tentu saja tidak!" balas Titi sambil kembali menyimpan gelas ke atas meja dengan cukup keras. "Mana mungkin si Nita kaya, Ibu tahu betul kalau dia tinggal di kosan murah, bajunya juga kumuh, gak punya perhiasan. Palingan si Nita halu, cuma buat nakut-nakutin kita aja.""Ibu, benar!"Martin mengangguk pelan, kemudian kembali melahap sepotong goreng pisang. Tidak lama setelah itu, Bagas--anak laki-laki Martin menghampiri."Ayah, minta duit!" pinta Bagas, kemudian menengadahkan tangan di hadapan Martin."Duit untuk apa?" sungut Martin, matanya terbelalak, sementara itu mulutnya sedikit mengembung, belum sempat menelan goreng pisang.Bagas menunduk, ketika tangannya hendak meraih goreng pisang yang tinggal satu lagi di piring. Titi langsung memuku
Read more
Titi Selalu Bersikap Semena-mena
[Nita, apa yang mereka katakan tentangmu benar?]Tari--isrti Martin mengirimkan rekaman suara yang baru saja dia dapatkan pada Nita. Tari dan Nita cukup dekat, bisa di bilang mereka memiliki nasib yang sama.Hanya saja, tari lebih parah dari pad Nita, karena dia harus mendekam di rumah ini, merasakan ketidakadilan yang menimpa hidupnya.Tidak lama kemudian, sebuah balasan dari Nita muncul di layar ponsel Tari yang sudah pecah, bahkan tulisan di layarnya pun tampak tidak jelas.[Itu obrolan mereka barusan, Mbak?]Dengan cepat Tari langsung mengetikkan sebuah balasan, karena dari kejauhan terdengar sebuah derap langkah yang semakin mendekat ke arahnya.[Ya, itu rekaman yang baru saja aku dapatkan.]Krett ....Pintu terbuka, memperlihatkan Martin yang tengah memandang ke arah Tari."Kenapa, Mas?"Tanpa banyak bicara, Martin langsung menghampiri ranjang, lalu menghempaskan tubuhnya dengan sedikit kasar."Aku ngantuk, mau tidur.""Mas, gak bekerja?" cicit Tari, dia takut kalau suaminya itu
Read more
Anak dan Ibu Sama Saja!
"Ada apa, Ibu, menelponku sore-sore seperti ini?" tanya Fahmi melalui sambungan telepon. Sementara itu, tepat di samping Titi, ada Martin yang tengah menikmati tayangan sepakbola."Fahmi," lirih Titi, kembali berakting seperti biasanya."Lah, Ibu, kenapa?" Dari nada bicaranya saja sudah terdengar, kalau Fahmi begitu khawatir dengan Ibunya. Tetapi, dia tidak tahu kalau sebenarnya Ibunya itu tengah berpura-pura."Ibu, habis kecopetan, Fahmi. Tadi, Ibu, baru dari bank, ambil uang dari ATM, tapi ketika di angkot Ibu malah kecopetan."Titi berpura-pura menagis tersedu-sedu, hal itu dia lakukan agar Fahmi bisa percaya dengan semua akal bulusnya."Ya Tuhan, memangnya Ibu baru mengambil berapa?""Lima juta, untuk Ibu berikan pada istrimu. Tapi, uangnya malah raib."Mendengar Fahmi terdiam sejenak, Titi langsung menoleh ke arah Martin yang masih fokus menonton pertandingan sepakbola dengan volume Kecil.Merasa di perhatikan oleh Ibunya, Martin menoleh, kemudian menggeleng pelan."Fahmi, kenap
Read more
Layaknya Mayat Hidup
"Mas, Ibu, tidak lagi memberikan uang bulanan padaku, sementara itu banyak pembayaran sekolah Andika yang harus segera aku lunasi."Untuk yang kesekian kalinya, Nita mengadukan perbuatan jahat Ibu mertuanya pada Fahmi yang merupakan anak kandungnya. Bisa saja memang, Nita tidak melaporkan semuanyanya pada Fahmi dan meminta uang pada Om Herman untuk menutupi keuangannya.Hanya saja, Nita sudah cukup geram dengan Ibu mertuanya. Lagipula, Nita adalah istri Fahmi, dia lebih berhak akan uang tersebut. Fahmi bekerja memang untuk keluarga, tapi yang paling utama adalah dirinya dan Andika .Karena bagaimanapun itu, Fahmi sudah menikah, dia memiliki anak dan istri, bukan lagi bujangan seperti dulu lagi."Lah, katanya Ibu habis kecopetan tadi, uangnya raib. Katanya juga kamu yang menyuruhnya untuk mengambil uang ke bank."Sontak, Nita langsung membulatkan mata ketika mendengar penuturan Ibu mertuanya yang bisa di bilang cukup keterlaluan.Diam-diam, Nita berdoa dalam hati, semoga saja uangnya
Read more
Tidak Disangka
"Mas Martin, kamu jangan kasar seperti itu pada Mbak Tari!"Nita berusaha melerai, tetapi percuma saja karena Martin sama sekali tidak mengindahkan ucapannya.Mendengar teriakan Tari, beberapa orang yang kebetulan sedang mengobrol di teras rumah Bu Mala--tetangga Nita, langsung mengalihkan pandangan, menatap keberutalan Martin.Tidak ada satupun dari mereka yang berusaha memisahkan atau sebagainya, mereka tidak ingin ikut campur dalam urusan keluarga Titi."Mas!" Nita kembali berteriak dan di saat itu pula, seorang pemuda menghampirinya."Mbak, ada apa?"Nita menoleh, menatap pemuda yang sudah berdiri di sampingnya. Nita ingat betul dengan pemuda itu, dia yang kemarin sempat membantunya ketika dimarahi oleh Ibu mertuanya."Itu Kakak iparku, dia di seret oleh suaminya," jawab Nita sambil menunjuk ke arah Tari yang sudah semakin menjauh. Jujur saja, Nita ingin berbuat lebih, hanya saja dia juga takut jadi bulan-
Read more
Ada Saja Orang-orang
[Om, bisa transfer uang ke rekeningku sekarang?]Tulis Nita dalam pesan singkatnya. Kemudian, dia langsung menekan tombol kirim.Tidak butuh waktu lama, bagi Om Herman membalas pesan Nita. Buktinya hanya dalam hitungan detik saja, pesan tersebut sudah muncul di layar ponsel Nita.[Baik, berapa yang kamu butuhkan, Nita?][Lima juta saja dulu, aku mau memberikannya sebagian pada Kakak iparku dan sisanya akan aku pakai untung modal warung.]Centang biru langsung terlihat di layar, ketika Nita baru mengirimkan pesan tersebut. Tidak lama setelah itu, sebuah panggilan dari Om Herman tampak di layar ponsel."Ya, Om, ada apa?""Kamu yakin ini menjalani ini semua, Nita?" tanya Herman melalui sambungan telepon.Cukup lama Nita terdiam, memikirkan semua yang telah dia perbuat selama ini. Sejah ini, Fahmi belum mengetahui siapa Nita sebenarnya.Rencananya, Nita akan memberitahu semuanya ketika Fahmi pulang, tetapi
Read more
DMCA.com Protection Status