All Chapters of Kesombonganmu Kubayar Tunai: Chapter 111 - Chapter 120
150 Chapters
Sosok Pemuda Asing
Pov AuthorSepuluh tahun kemudianLiana baru meninggalkan meja kerjanya saat telepon di mejanya berdering. Gadis itu mengerutkan dahi seraya mendecap. "Siapa, si? Baru juga mau pulang," ucapnya seraya kembali duduk. Sambil memasang raut wajah kesal ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Hallo, selamat sore, dengan pengacara Liana. Ada yang bisa dibantu?"Meski kesal, tapi ia tetap bersuara ramah. Maklum saja, jika ia ketus sudah pasti jasanya sebagai pengacara akan tidak terpakai. Bisa dimarahi oleh Ibu dan Opungnya dia nanti. "Kak, udah mau pulang belum?" ucap Riana di ujung telepon. "Oh, Ibu. Kirain siapa? Kok, nggak ke hp kakak aja, Bu?""Udah, Sayang. Udah ratusan kali," kata Riana sambil melebih-lebihkan. "Coba itu kenapa hp kamu susah banget dihubungin?"Liana menjauhkan gagang telepon lalu merogoh ke dalam tas tangan bucherrynya. Setelahnya ia kembali bicara pada Riana. "Ya Ampun, pantesan aja wong hapenya mati, Bu.""Tuh, kan. Kakak mah kebiasaan. Suka banget lupa ng
Read more
Pemuda Bernama Andra
"Heh, cepetan keluar malah bengong! Jangan sampe gue panggilin orang-orang buat ngeroyok lu ya!""Rajata?" ucap Liana masih sambil membelalakkan mata. Meski pria di depannya masih mengomel, Liana malah memandangi wajah pemuda itu dengan lekat. Liana lalu keluar dari mobil lalu memeluk pemuda itu. "Rajata? Alhamdulillah kamu masih hidup, Dek." Liana mengendurkan pelukan lalu menangkup wajah pemuda yang dikiranya Rajata itu. "Apaan, sih, meluk-meluk? Lo mau lepas tanggung jawab? Sorry, gue nggak bakal ketipu. Lo tu bukan tipe gue. Lagian siapa itu Rajata? Nama gue Andra! Rajata! Rajata! Sekarang cepetan tanggung jawab! Lihat tuh, motor gue! Gue juga luka-luka!"Liana mengernyitkan dahi. Setelahnya ia menarik napas dalam lalu membuangnya. "Apa aku salah mengenali orang? Apa memang benar dia bukan Rajata? Kenapa mukanya mirip banget sama Rajata? Ah, Liana kamu jangan ngelindur! Rajata kan sudah meninggal! Anak itu pasti cuma berandal yang suka kebut-kebutan di jalan. Nggak mungkin Rajat
Read more
Firasat
Pipi Andra sontak memerah. Garis-garis keunguan di wajahnya pun terlihat. Dengan cepat pemuda itu menangkap tangan Liana dan mencengkeramnya kuat. Setelahnya ia menarik gadis itu ke luar ruangan dokter Sandi. Tak dipedulikannya teriakan lelaki paruh baya itu yang mencegahnya agar menghentikan aksinya. "Lepasin nggak!" ucap Liana tajam sambil menarik tangannya dari cengkeraman Andra. Namun, meski ia jago taekwondo tenaganya kalah jauh dari pria itu. Liana menyadari jika pemuda di depannya pun menguasai ilmu yang sama. "Lo pikir setelah tadi nabrak dan nampar gue, lo bakal gue maafin gitu aja." Liana melemahkan tarikan tangannya. "Iya sorry. Lagian sih, lo ngomongnya nggak sopan tentang ibu saya. Saya tuh paling nggak suka kalau ada yang menyepelekan Ibu saya kayak yang tadi kamu lakuin!" Andra mengempas kasar tangan Liana. Kalimat Liana tentang ibu membuat perasaannya sedikit gerimis. Ia tidak habis pikir jika ada seseorang yang begitu mengagungkan sosok Ibu, sosok yang tidak perna
Read more
Kecemburuan Rafif
Mataku membulat saat pemuda bernama Andra muncul di depanku. Hari itu, Liana sengaja mempertemukanku dengan pemuda yang membuatku kembali teringat akan sosok Rajata itu. Meski awalnya dia menolak karena tidak ingin lagi berurusan dengan Andra, toh setelah kupaksa akhirnya ia setuju. Dan aku yakin kalau pemuda di depanku adalah Rajata! Tapi kenapa dia sama sekali tidak mengingatku? "Kenalin saya Riana, ibunya Liana," ujarku pada pemuda di depanku. Wajahku pun kubuat seramah mungkin. Namun, dia berekspresi aneh. Apa karena melihat sedikit luka bakar di pipi kiriku? Padahal kini lukanya sudah tidak semenyeramkan dulu. "Andra." Refleks aku menggeleng. Bukan, kamu adalah Rajata. Rajataku yang hilang. Dia lalu melirik Liana. Pandangan matanya yang berganti-ganti antara aku dan Liana, serta dahinya yang berkerut mengatakan kalau dia tengah membandingkan wajahku dan Liana. "Ternyata kecantikan Liana menurun dari ibunya," ujarnya disambung senyum. Hatiku sontak menghangat. Ternyata si
Read more
Andra Sakit
Mataku sontak membulat. Terlebih dengan cepat Rafif merebut ponsel dari tanganku. “Anak ini lagi?” Nada suaranya langsung meninggi. Dengan sekejap ia pun mematikan panggilan. Benang kuat di wajahnya yang semula sudah terurai mendadak kembali menegang. “Aku mengantuk. Kau juga tidurlah,” ucapnya sambil membetulkan kembali pakaiannya yang sempat terbuka. Lalu ia membelakangiku sambil memeluk erat guling. Kepalaku seketika dipenuhi kebimbangan yang begitu menyiksa. Suara Andra yang terdengar lemas kembali terngiang. Satu sisi aku tidak ingin membuat Rafif marah, tapi jujur perasaan khawatir pun sangat membuat dadaku menyesak. Perlahan kupeluk suamiku dari belakang. “Mas, jangan marah. Dia kan nggak tahu sekarang kita sedang ngapain. Dia sakit, Mas.” Rafif melepas paksa ikatan tanganku di pinggangnya. “Ri, dia bukan anak-anak. Dia sudah 20 tahun. Lagipula, memangnya kau dokter sampai-sampai dia harus meneleponmu?” Ia lalu bangkit dan keluar kamar lalu membanting pintu hingga membuatku
Read more
Talak
Lekas kutekan nomor Rafif. Tidak aktif. Ya Tuhan, dia ke mana si? Sontak, ragaku melorot ke lantai. Mengetahui kalau suamiku tidak ada di rumah di waktu selarut ini membuat aneka pikiran buruk mendatangi kepalaku. Aku melirik jam dinding. Sudah hampir pukul satu. Tidak mungkin aku bangunkan Liana atau Bik Sumi untuk bertanya soal Rafif. Sedangkan untuk berbaring dan tidur pun aku tidak bisa. Rasa lelah yang tadi sempat kurasakan musnah sudah. "Mas, tolong aktifkan ponselnya." Sekali lagi kucoba untuk menghubunginya. Namun, nomornya masih dijawab oleh operator. Dadaku semakin sesak dan air mataku sudah menganak sungai. "Mas, maaf, apa kamu marah karena aku pergi ke tempat Andra? Tapi aku kan tadi sudah pamit, Mas," ucapku sambil menyeka wajah dengan punggung tangan. "Lho, Ibu? Ibu kenapa nangis di sini?" Bik Sumi tiba-tiba melongok masuk. Kehadirannya sontak membuatku terkejut dan lega dalam waktu bersamaan. "Bik, Bik Sumi belum tidur?""Ya sudah, Bu. Ini Bibik baru bangun, mau tah
Read more
Nomor Tak Dikenal
Tangisku kian lama makin pecah. Makin lama oksigen makin sulit masuk ke dalam paru-paruku. "Ri, Riana! Kamu kenapa?" Suara Rafif terdengar tepat di telingaku. Cengkeraman kuat di kedua bahuku sontak membuat kesadaranku kembali. "Sayang, kamu mimpi?""Mas dari mana? Aku kira kamu pergi ninggalin aku," ucapku masih dengan air mata bercucuran. Tangisku pun kulanjutkan di atas dadanya. "Ngomong apa si kamu? Siapa yang mau ninggalin kamu?" Dia tertawa. "Lagian kamu kenapa? Mimpi buruk?"Aku mengangguk berkali-kali seraya memeluk erat tubuhnya. "Maafin aku, Mas. Maaf. Aku nggak nyangka kalau kamu bakal marah banget. Maaf, Mas." Rafif menarik napas dalam. Sontak, perasaanku langsung lega saat ia membalas pelukanku. Meski ia tidak mengatakan apa pun, aku yakin kalau dia sudah memaafkanku. "Ya sudah, sekarang kamu solat dulu." Rafif menyeka kedua sudut mataku dengan ibu jarinya. "Mas udah solat?""Udah, ni baru pulang dari masjid.""Tadi aku habis tahajud rencana pengen nunggu Subuh sa
Read more
Gundah gulana
Di tengah kebingunganku, tiba-tiba panggilan terputus, membuat moodku yang sempat membaik karena Rafif kembali jelek. "Iseng banget. Satu-satunya lelaki yang pernah kugilai ya cuma Mas Daffi. Ge er sekali dia."Meski menolak, toh tetap saja kalimat si penelepon asing tadi terus menggangguku. Sampai-sampai berkas yang harus aku bawa di sidang nanti tidak bisa kutemukan."Biiik! Bik Sumi!"Suara langkah cepat Bik Sumi terdengar mendekat. "Iya, Bu. Ada apa?""Bik, lihat berkas saya di atas meja ini nggak? Berkas dalam map cokelat."Bik Sumi mengerutkan dahi. "Enggak, Bu. Bibik nggak pernah nyentuh berkas-berkas ibu.""Duh, ke mana ya, Bik? Mana mau dipakai sidang lagi. Udah mepet waktunya.""Ya udah, Bibik bantu cari ya, Bu. Kayak apa berkasnya, Bu?""Dalam map cokelat, Bik. Di atasnya ada tulisan PT. Selaksa Abadi."Sekejap kemudian Bik Sumi dengan cepat sudah berkutat dengan aneka berkas di tangannya. Meski usianya sudah menginjak 60 tahun, tetapi penglihatannya masih berfungsi dengan
Read more
Dia yang Pernah Kugilai
"Damar?" Mataku membesar bagai seukuran bola basket. Damar, senior masa SMUku yang dulu pernah kugilai setengah mati. Ya, iyalah, cewek mana yang tidak terpesona akan sosok Damartya Ananta. Sang ketua OSIS yang selain ganteng, pinter, ramah, pokoknya sempurna, deh. Tapi, kok, dia bisa tahu kalau dulu aku menggilainya? Seingatku hanya aku dan Tuhan yang tahu tentang itu. Menurutku aku pun sangat pandai menyimpan perasaanku padanya dalam-dalam. Terlebih kami bersama dalam satu sekolah hanya satu tahun. Karena saat aku kelas 1 dia sudah kelas 3."Lagi ngeluhin apa, sih? Ampe tu mulut monyong-monyong gitu."Sontak, mataku yang tadi sudah kembali normal kembali membesar. Wajahku saat itu pasti sudah sewarna tomat matang. Aku pun menunduk. Duh, kenapa si ni jantung jadi mendadak jumpalitan begini? Pria matang di depanku semakin berumur malah kian menawan. Usianya yang sudah kepala 4 malah membuatnya terlihat muda. "Gue boleh duduk?" Aku hanya bergeser ke sebelah kiri. Ia pun langsung m
Read more
Lelaki Pilihan Liana
Rafif memandang tak suka ke arah Damar. Namjlun, tetap saja kami membiarkan pria itu bergabung di meja kami. "Suami kamu, Ri?" ucap Damar yang membuatku tersadar. "I-iya. Mas, kenalin, ini Damar. Dia hakim aku di kasus tadi. Dia juga alumni SMA Tunas Bakti."Damar mengulurkan tangannya ke Rafif, "Damar." Mereka pun saling berjabat erat. "Fif, lo angkatan berapa? Seingat gue di angkatan Riana tidak ada yang namanya Rafif." Kecanggungan kami bertiga akhirnya mencair dengan dimulainya Damar ber elo gue. "Eg, sorry, ya kalau gue manggilnya nggak formal. Lo seangkatan sama Riana, kan? Berarti dua tahun lebih muda dari gue."Sontak, aku memandang heran ke Damar. "Emangnya lo inget semua nama-nama angkatan gue, ya?""Ya nggak semua sih. Cuma nama yang gampang diinget aja. Rafif. Nggak mungkin gue lupa nama itu."Aku mengangguk. Benar juga, sih. Baru aku akan menjawab, Rafif sudah memotong. "Gue murid pindahan. Pas Riana kelas 3 gue baru masuk.""Oh, pantes.""Oh, ya, Mas. Damar ini d
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status