Tous les chapitres de : Chapitre 121 - Chapitre 130
150
Me VS Liana
"Damar," gumamku hingga Liana memicing. "Loh, ibu kenal dia?""Bukan cuma kenal. Dulu bahkan ibu ...." Aku cepat menjeda kalimatku saat melihat bola mata Liana yang kian membesar. "Ibu satu sekolah sama dia, Kak." Liana mengangguk. Syukurlah aku bisa mengerem mulutku ini. Kalau sampai Liana tahu bahwa dulu aku menyukai Damar, entah apa reaksinya."Ooh.""Kak, memangnya ada hubungan apa kakak sama Damar?""Yah, kami sudah dua bulan ini pacaran."Sontak, mataku membesar. "Apa? Kalian pacaran? Kak, dia itu seumuran Ibu. Bahkan, dua tahun lebih tua. Artinya dia lebih cocok jadi Bapak kamu dibandingkan pasangan."Liana mendecap hingga membuatku sedikit terkejut. Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya kesal begitu. "Bu, apa si artinya perbedaan usia? Yang penting aku sama dia itu saling mengerti. Nyambung kalau ngomong.""Pokoknya Ibu nggak setuju kamu sama Damar. Hentikan hubungan kamu sama dia sekarang!" "Bu, apa sih? Liana udah besar! Nggak perlu diatur-atur kayak anak kecil. Lian
Read More
Penolakan Damar
"Kakak?" ucapku terkejut seraya berdiri memandangi Liana. Ia sontak menjauh. Lalu dengan wajah tegang ia kembali menatapku. "Coba Ibu bilang terus terang sama Liana. Apa benar dulu Ibu pernah punya hubungan sama Damar?"Aku menggeleng cepat. "Bukan seperti itu ceritanya. sini duduk dulu. Kamu nggak boleh emosi gitu, dong." Untungnya gadis kecil itu menurut. Meski usianya sudah hampir kepala 3 tapi di mataku tetap saja dia seorang gadis Rafif yang masih belum selesai makan memilih diam. Mungkin ia merasa jika aku pasti bisa menyelesaikan masalahku dengan Liana tanpa campur tangannya. Padahal aku sangat ingin mendengarnya menasihati Liana, tapi ya sudahlah. Liana memilih duduk di hadapanku, di sebelah kanan Rafif. Fuh, tenang Riana. "Dulu, Ibu memang pernah suka sama Damar. Tapi cuma satu arah. Damarnya juga nggak tahu kalau Ibu suka sama dia. Waktu dia kelas 3 ibu baru kelas 1. Dia ketua OSIS, populer, ganteng, anak basket. Siapalah yang nggak suka, kan?" Kulirik Rafif yang memandan
Read More
Usaha Riana
"Apa maksud kamu i can't i can't?" ucapku geram. Tapi anehnya dia malah tertawa mengejek."Ya karena aku suka dia. Dia lucu, pintar, dan dewasa. Meski usia kami terpaut cukup jauh, tapi cara berpikirnya mampu mengimbangiku. Jarang pengacara muda yang mampu melayani kengeyelanku dalam berargumen.""Ya iyalah. Anaknya siapa dulu." Tuh, kan aku jadi membanggakan Liana. "Terima kasih pujiannya pada putri saya Yang Mulia. tapi saya tetap tidak setuju kalau kalian berdua pacaran! Kenapa nggak nyari wanita seumuran lo aja sih? Angkatan gue aja kayaknya masih ada tuh yang single. Si Vera, lo kenal kan? Atau Stefani? Mereka berdua nggak kalah cantik dari Liana."Damar tertawa lagi. "Memangnya perasaan bisa diubah semudah itu? Lo tuh ada-ada aja. Kalau bisa udah dari dulu gue ubah perasaan lo biar selalu suka sama gue," ujarnya yang membuatku semakin geram. Napasku mulai tersengal menghadapi alasannya yang tidak pernah habis. Pantas saja dia suka sama Liana. Anakku itu juga pantang mengalah. Aku
Read More
Melunak
"Sayangnya dia nggak bisa bahasa Indonesia."Sontak, mataku membulat. "Ha? Kok bisa, Om?""Ya, karena sejak kecil dia tinggal di Belanda, Ri. Orangtuanya juga dinas di sana. Mungkin aja selama berkomunikasi dan aktivitas sehari-hari, mereka lebih sering pakai Bahasa Belanda."Seketika otakku yang sempat adem kembali memanas. "Ri, kok malah makin uring-uringan gitu, sih? Jadi nggak ni Om kenalin anaknya Om itu sama Liana?"Masih sambil menunduk dan menutup wajah, aku melambaikan tangan kanan. "Percuma, Om. Liana nggak bakal suka. Dia nggak suka cowok bule. Apalagi nggak bisa ngomong Bahasa Inggris." "Ya sudah, kalau begitu kau terpaksa terima saja si Damar jadi menantu.""Tauk, ah, Om. Riana pusing."Setelah pertemuan terakhirku dengan Damar di restoran, Liana semakin sering pulang malam. Jika ditanya ia akan menjawab kalau lembur di kantor. Padahal aku tahu benar dia sudah pulang sejak sore. Damar! Menyebut namanya saja sukses membuat seluruh kulitku gatal-gatal. Bisa-bisanya dia me
Read More
Restu untuk Liana
"Rencana? Rencana apa, Mas?" Mataku terasa melebar. "Damar bilang persis seperti yang kemarin Liana sampaikan ke kita. Mereka sudah serius dan mau melangkah ke jenjang pernikahan."Sontak, tubuhku terasa lemas. Bahuku yang semula tegak pun menurun. Damar akan jadi menantuku? Sulit untuk kubayangkan. "Damar juga bilang kalau setelah mereka menikah nanti, mereka tidak akan tinggal di sini."Tanpa bisa kutahan, air mataku meluncur turun, hingga menyebabkan hidungku berair. Melihatku mulai menangis, Rafif lalu merengkuhku ke dalam dadanya. "Aku tahu, kamu berat melepas Liana keluar dari rumah ini. Tapi dia sudah dewasa, Ri. Cepat atau lambat dia akan menemukan pasangan dan tinggal bersama suaminya. Kita sebagai orang tua tidak bisa mencegah, hanya bisa mengarahkan jika ia mengambil jalan yang salah."Kepalaku mengangguk. Kuakui bahwa Rafif memang benar. Berat rasanya melepas Liana pergi dari sini. Apalagi setelah aku kehilangan Rajata. Setelah puas menangis, kutegakkan kepala sembari me
Read More
Kondisi Rafif
"Apa? Pingsan? Ya Tuhan. Sekarang suami saya di mana, Pak?" "Masih di telaga, Bu.""Ya sudah, saya ke sana sekarang," ucapku seraya mematikan panggilan. Kepalaku mendadak terasa berat. Dadaku pun memamas dan bagai terhimpit benda berat. Aneka pikiran buruk menyergap pikiranku. Kenapa suamiku bisa tiba-tiba pingsan? Tadi sebelum pergi dia kan baik-baik aja."Bu, kenapa?""Kak, Bapak pingsan di pemancingan. Kita ke sana, Kak."Liana mengangguk cepat sembari mengambil kunci mobil yang terletak di dalam laci nakas ruang tamu. Sebelum pergi kusempatkan untuk pamit pada Bik Sumi yang juga merasa cemas. "Semoga Pak Rafif baik-baik aja ya, Bu.""Aamiin. Kami pergi dulu ya, Bik." Bik Sumi mengangguk bersamaan dengan melajunya sedan putih milikku. Kupinta Liana yang menyetir karena aku masih dilanda kepanikan. Peluhku pun sudah menyeruak dari pori-pori kulitku. "Tenang, Bu. Semoga Bapak nggak kenapa-napa.""Aamiin. Ibu masih kepikiran kenapa bapakmu bisa tiba-tiba pingsan.""Bapak belum sarap
Read More
Dihantui Ketakutan
Saat menunggu jawaban dari dokter, pikiranku terus tertuju pada Rafif yang masih pingsan. Apa sebenarnya penyebab dia belum sadar-sadar? Aneh. Sebelumnya, Rafif tidak pernah begini.Tak lama kemudian, dokter berkata dengan lembut sambil tersenyum, "Maafkan saya, Bu. Apa sebelumnya Pak Rafif pernah pingsan seperti ini?"Aku langsung menggeleng. "Seingat saya ini adalah kali pertama suami saya pingsan,Dok."Dokter itu mengangguk sebelum mulai bicara lagi. "Saya curiga ada sesuatu di dalam kepalanya. Tapi kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut."Dadaku sontak menyempit mendengar penjelasan dokter. Tanpa sadar air mataku mulai turun satu per satu. "Lakukan saja, dokter. Apa pun yang terbaik untuk suami saya.""Baik. Akan segera kami siapkan prosedurnya."Setelah mendapat persetujuanku, dokter dan dua orang perawat segera membawa Rafif ke ruang ct scan. Hasilnya baru akan keluar satu minggu lagi. Aku kembali tercenung di depan ruang test sambil menatapnya melalui kaca jendela. Mas,
Read More
Keanehan Damar
"Damar? Kamu kok ada di sini. Liana mana? Terus Om Sahid?" ucapku mengabaikan seringainya. Ini Damar yang sama seperti yang beberapa menit lalu ketemu aku di sini kan? Aku sampai meragukan penglihatanku. "Ada urusan katanya. Jadi dia pulang duluan."Sontak, aku mengerutkan dahi. Kok Liana pulang nggak bilang aku? Aneh."Yang bener?" ucapku sambil meraih ponsel dalam tas. Namun, Damar yang sudah duduk di sebelahku merebutnya lalu mematikan panggilan yang sudah tersambung. "Lo itu apa-apaan si, Mar! Kembaliin handphone gue.""Duh, galak banget. Tapi nggak pa-pa deh. Kalau lagi marah gini jadi makin cantik."What? Apa telingaku nggak salah denger. Aku yakin orang di hadapanku ini hanya meminjam raga Damar, sedangkan isinya fixed orang lain."Aku masih menengadahkan telapak tangan. "Jangan bercanda, Mar. Cepet kembaliin!"Meski berusaha bersikap biasa tapi jujur saja jantungku sudah melaju cepat. Terlebih Damar yang kian menempel padaku. Aku mencoba menjauh, dia ikut bergeser. Sampai akh
Read More
Lamaran yang Tertunda
Kami semua memandang Damar, menuntut penjelasan yang akan keluar dari mulut Pak Hakim itu. Tapi sekejap kemudian dia malah tertawa. "Gue nggak pernah ke sana, Fif. Tempatnya aja gue nggak tau. Waktu Liana telepon kalau lo pingsan, dari rumah gue langsung ke sini," ucapnya santai. Liana ikut mengangguk. "Iya bener, Pak. Damar kan tadi mau dateng sama orang tuanya ke rumah, tapi karena batal jadi dia langsung ke sini. Liana tahu karena pas tadi Liana telpon dia, ada suara Ibunya yang kedengeran."Aku mendadak bingung dengan apa yang Rafif katakan. Waktu aku dan Liana ke pemancingan pun, tidak ada Damar di sana. Apa jangan-jangan, ada orang lain yang juga mirip Damar? Aku jadi ingat sosok yang tadi menggodaku di depan ruang ct scan. Dia memang sangat mirip Damar, tapi pakaiannya berbeda. "Tunggu dulu, deh. Tadi di depan ruang ct scan, ibu juga ketemu sama Damar. Waktu kalian semua lagi ada di kafe, seseorang datang dan mengganggu ibu.""Ha? Kapan, Ri?" ucap Damar penasaran. "Gue ke san
Read More
Perasaan Orang Tua
Tampak kedua mata Liana sudah mulai berkaca. Pasti dia sedih setelah mengetahui kalau lelaki yang dicintainya lebih sering menyebut namaku. Bukan namanya. Kupeluk bahunya semakin erat dan mendekatkannya ke dadaku."Bu, itu kan dulu. Sekarang calon istriku itu ya Liana, gadis cantik di depan Ibu itu. Mulai detik ini hanya nama Liana yang akan kusebut-sebut," ujar Damar sambil melihat ke arah Liana. Tak lupa senyum hangat ikut meluncur beriring dengan sorot mata penuh cintanya ke Liana. Sontak, aku bernapas lega. Aku bisa melihat ketulusan di mata seniorku itu. Liana pun melengkungkan kedua sudut bibirnya ke atas. "Baiklah untuk mempersingkat waktu, saya akan langsung menyatakan maksud kedatangan kami ke rumah ini. Kami bermaksud ingin melamar nak Liana untuk jadi menantu kami. Kami harap maksud baik kami bisa diterima dengan baik oleh Bapak Ibu, dan juga Nak Liana," ucap ayahanda Damar. Jujur, agak aneh saat kami disebut bapak ibu oleh bapak dari Damar tadi, toh usia putranya lebih t
Read More
Dernier
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status