All Chapters of Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua: Chapter 41 - Chapter 50
137 Chapters
Bab 41. Kegundahan Marisa
"Benarkah apa yang dikatakan Mama? Apa benar gara-gara aku belum bisa memberikannya keturunan, Mas Irawan berpaling kepada wanita lain?" Bukannya membaringkan tubuh dan beristirahat, Marisa justru hanya duduk di pinggir sofa bed. Pikirannya mengembara dan memikirkan perkataan ibu mertuanya tadi. Ucapan Bu Santi tadi memang membuatnya sakit hati hingga dadanya sesak. Namun, ternyata mengingatnya kembali bahkan lebih menyakitkan dibandingkan pertama kali mendengarnya. Dari sofa bed tempatnya duduk, mata Marisa menatap Irawan yang terbaring di kasur. Dia kembali mengingat kalimat yang terakhir diucapkan ibu mertuanya. Kalimat yang paling membuatnya bersedih hati. Tentang penyesalan Irawan."Apa benar Mas Irawan sudah menyesal memilih menikah denganku? Kalau memang begitu, kenapa sebelum berangkat sikapnya kepadaku berbeda? Pagi itu dia sangat romantis dan tampak enggan meninggalkan aku. Atau aku yang salah mengartikan sikapnya?" Marisa terus menatap suaminya yang terbaring den
Read more
Bab 42.   Babak Baru Kehidupan Marisa.
"Apa saya bisa minta obat tidur? Dosis tinggi lebih baik." Marisa bertanya sambil balik menatap Dokter Harun.Kedua perawat yang berdiri di ujung kasur saling berpandangan. Sementara itu Dokter Harun yang berdiri di sisi kasur dekat monitor pasien menatap Marisa dengan tajam. "Boleh saya tahu kenapa Ibu meminta obat tidur dosis tinggi?" "Kalau tidak ada obat tidur dosis tinggi, obat penenang juga boleh, kok, Dok." Marisa menawar. "Ini bukan tentang ada atau tidak ada obat yang ibu minta itu. Tapi buat apa ibu meminta obat tersebut. Kami para dokter tidak boleh sembarangan meresepkan obat tanpa tahu kebutuhan pasien. Kalau memang pasien tidak butuh obat itu, jelas kami tidak akan memberikannya." Dokter Harun menjawab permintaan Marisa. Perempuan berkulit putih dengan rambut sebahu itu tertunduk mendengar jawaban Dokter Spesialis Jantung yang ada di hadapannya. "Sa-saya tidak bisa tidur semalam, Dok," kata Marisa dengan suara pelan.Dokter Harun memindai wajah Marisa. Perempuan ini t
Read more
Bab 43    Rahasia Terpendam
"Kamu yakin mau menggantikan saya menjaga suami saya?" Marisa memperhatikan dengan teliti gadis yang berdiri di depannya itu. Matanya memindai setiap detail wajah juga penampilan gadis itu. Ayah mertuanya bilang anak asuhnya itu berusia di atas dua puluh tahun. Namun, Marisa pikir gadis itu bahkan masih layak disebut remaja. "Saya yakin sekali, Nyonya muda." Gadis itu mengangguk dengan bersemangat hingga ujung hijab yang menutupi kepalanya ikut bergerak-gerak. Marisa tersenyum melihat semangat gadis itu. Namun, Marisa masih sangsi karena melihat penampilan gadis itu yang seperti orang kurang sehat. "Jangan memanggil saya nyonya muda. Panggil saja mbak atau ibu," pinta Marisa"Baik, Bu," jawab gadis itu sambil tersenyum. "Jadi Laila … saya bisa memanggilmu Laila, kan?" tanya Marisa.Setelah melihat gadis itu mengangguk, Marisa melanjutkan ucapannya. "Jadi umurmu berapa? Saya nggak mau mempekerjakan anak di bawah umur. Dan menurut saya kamu seperti remaja berusia tujuh belas tahu
Read more
Bab 44  Menemukan Rahasia Irawan 
"Apa ini? Kenapa ada amplop berlogo rumah sakit dan ditujukan untuk Mas Irawan. Dan kenapa disimpan di sini?"Marisa menimang amplop berlogo rumah sakit itu. Dia membolak-balik amplop itu. Ragu antara perlu membukanya atau tidak. "Kenapa amplop ini harus dimasukkan lemari besi? Apalagi dimasukkan dulu ke amplop coklat. Apa yang disembunyikan Mas Irawan dariku?" Marisa mengelus amplop itu beberapa kali. "Ah … sudahlah aku buka saja. Toh amplop ini juga sudah dibuka. Barangkali ada sesuatu yang penting dan mungkin berhubungan dengan kondisi kesehatan Mas Irawan. Siapa tahu dengan membuka amplop ini aku bisa mendapatkan solusi agar Mas Irawan segera sadar," gumam Marisa. Marisa kemudian duduk di pinggir kasur dan membuka amplop putih berlogo rumah sakit itu. Ternyata memang benar amplop itu berisi hasil lab suami Marisa. Dia membaca isi bagian atas secara sekilas karena tidak memahami barisan angka yang tertera di sana. Wanita itu kemudian segera membaca kesimpulan tes yang ada di ba
Read more
Bab 45 Menelusuri Rahasia Irawan
"Amplop itu … di mana amplop itu?" bisik Marisa. Marisa ingat tentang rahasia yang disimpan oleh suaminya. Dengan tertatih karena masih merasa lemas, dia bangun dari kasur. Perlahan-lahan perempuan berambut sebahu itu beringsut ke arah ujung kasur. "Jangan sampai Bi Asih menemukan amplop itu. Aku harus segera menyimpan dan merapikan barang yang berantakan di situ." Marisa sudah sampai di ujung kasur dan dia sudah menemukan kertas yang dicarinya itu. Dia memasukkan hasil lab suaminya itu ke dalam amplop kembali dan menaruhnya ke dalam tasnya. Sementara amplop coklat dia letakkan kembali di dalam brankas yang lalu segera dikuncinya. Marisa bersyukur meski tadi tidak mengunci lemari besinya itu, tetapi pintu lemari kayu sudah ditutupnya sehingga brankas itu tertutup dan aman. Hanya kertas lab dan amplop yang berserakan di lantai di dekat pintu lemari. Namun, orang yang melihat sekilas tidak akan tahu itu kertas penting. Apalagi ada tas bepergian dengan tumpukan baju yang belum sem
Read more
Bab 46   Rahasia Irawan
l"Saya yakin. Surat yang ditunjukkan suami Ibu waktu itu bukan surat ini," kata Dokter Anita yang membuat Marisa melongo. Perempuan berusia 29 tahun itu terdiam mendengar ucapan Dokter Anita. Tega-teganya Mas Irawan membahas hal sepenting ini tanpa sepengetahuannya, batin Marisa. Marisa sakit hati mengetahui suaminya menyembunyikan sebuah rahasia besar. Rahasia yang bisa mempengaruhi keberadaannya sebagai seorang istri. Andai suaminya itu mau terbuka, maka dia tidak akan mendapatkan nyinyiran dari ibu mertuanya. "Bu Marisa? Ada apa?" tanya Dokter Anita dengan nada heran. "Eh tidak, Dok. Hanya sedang berpikir kira-kira di mana surat yang dokter maksud itu." "Apa Bu Marisa benar-benar tidak tahu tentang kondisi kesehatan Pak Irawan?" Dokter Anita kembali bertanya. Mungkin bagi orang lain akan terasa aneh ketika ada istri tidak mengetahui kondisi suaminya. "Kalau kondisi kesehatan suami saya yang lain, saya tahu. Akan tetapi untuk yang satu ini saya benar-benar tidak tahu, Dok.
Read more
Bab 47  Marisa Menggugat
"Kamu itu dari mana saja, sih? Sudah tahu suami sakit kok malah keluyuran. Mending kalau kelayapannya itu bisa bikin kamu nggak mandul lagi!" hardik sebuah suara yang sangat Marisa kenal."Ma!" tegur suara lain yang juga dikenal Marisa.Marisa terpaku di depan pintu masuk yang masih dibiarkannya terbuka. Tubuhnya kaku dengan tangan kanan yang terkepal erat. Sementara tangan kirinya memegang erat tali travel bag yang dibawanya. Matanya nyalang menatap ibu mertua yang baru saja menghardiknya. "Kenapa kamu menatap Mama seperti itu? Kamu marah dibilang mandul?" tanya Bu Santi dengan sinis? "Ma!" seru Pak Hartawan kembali. Mata ayah mertua Marisa itu menatap istrinya dengan tajam. Dia tampak tidak suka dengan perkataan yang baru saja dilontarkan Bu Santi. "Sudah berapa kali Papa bilang. Jangan buat keributan! Kenapa kamu selalu mengulanginya, Ma?" tegur Pak Hartawan kepada Bu Santi. Namun, Bu Santi mengabaikan teguran suaminya itu. "Yang mau bikin keributan siapa, sih, Pa? Mama kan c
Read more
Bab 48  Tangisan Marisa
"Bangun, Mas! Katakan apa alasanmu menyembunyikan kelemahan kamu? Apa alasanmu menjadikan aku tameng dan membiarkan aku terus dihina oleh mama kamu? Jelaskan, Mas!" Marisa terus mengguncang tubuh suaminya. Dia lupa kondisi Irawan masih rentan dan bisa kembali drop. Apa yang ada dalam pikiran Marisa hanya satu. Dia ingin tahu alasan Irawan melakukan perbuatan yang sangat menyakiti hatinya. Marisa benar-benar hancur, orang yang selama ini dia sayangi ternyata tega membuatnya menderita. Orang yang dia kira bisa melindunginya justru membuatnya jadi bahan hinaan orang lain. "Kita memang menikah karena perjodohan, tapi aku mencintaimu dengan tulus, Mas. Aku menyayangimu sepenuh hatiku. Tak pernah kusangka ini balasan mu kepadaku. Ternyata cintaku selama lima tahun ini bertepuk sebelah tangan." Marisa menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Kepalanya tertelungkup di samping tubuh Irawan yang terbaring di kasur. "Selama beberapa hari ini aku tidak enak makan dan tidak bisa tidur memiki
Read more
Bab 49   Kegundahan Marisa
"Mencari ini ya, Bu?" tanya sebuah suara bariton yang dikenalnya. Marisa menoleh ke kanan dan melihat Dokter Harun mengacungkan selembar kertas. Dia terkesiap dan bergumam, "jangan-jangan itu yang kucari." "Bisa saya lihat, Dok?" Marisa mendekati Dokter Harun dan menerima selembar kertas yang tadi diacungkan dokter itu. Melihat kertas yang berada di telapak tangannya, tanpa membukanya pun Marisa sudah yakin kalau kertas itu miliknya. Posisi kertas yang tanpa amplop dan tidak terlipat rapi karena semalam tangan Marisa sempat meremasnya membuat dia menduga Dokter Harun sudah membacanya. Jadi, dengan tertunduk dan pipi memanas menahan malu Marisa berkata singkat, "Terima kasih, Dok." "Sama-sama, Bu. O ya ada tambahan vitamin jantung untuk Pak Irawan. Saya berikan resepnya hari ini, tapi vitamin yang lama bisa dihabiskan lebih dulu." "Baik, Dok. Terima kasih banyak. Terima kasih juga untuk Suster," ucap Marisa sambil mengangguk kepada Dokter Harun dan kedua perawat yang mendampinginy
Read more
Bab 50. Ide Gila Bu Santi 
"Kalau saja kamu tidak mandul! Seandainya saja kamu secepatnya menuruti permintaan Mama. Sekarang ini Irawan pasti sudah punya anak!" Bu Santi berkata dengan nada menyalahkan Marisa. "Kok Mama bisa memastikan? Punya anak itu takdir, Ma. Kita ini manusia … tidak bisa menentukan takdir," tegur Pak Hartawan. "Setidaknya kan ada usaha. Gak diam saja terima nasib kalau belum punya anak setelah nikah lima tahun," sindir Bu Santi."Maaf, Ma. Saya nggak diam saja. Saya juga berusaha sekuat tenaga. Asal Mama tahu, saya juga ikut program hamil di klinik Dokter Anita. Beliau dokter kandungan terbaik untuk program ini!" Marisa akhirnya memilih membela dirinya. Dia sudah terlalu lelah untuk menerima semua sindiran dan cercaan dari ibu mertuanya itu."Kalau begitu kenapa belum ada hasilnya? Berarti kamu memang beneran mandul, "tuduh Bu Santi, yang membuat Marisa menggertakkan giginya. "Kenapa? Mama betul, kan?" desak Bu Santi."Ada hasil atau tidak itu namanya takdir, Ma. Lagipula Marisa nggak ma
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status