All Chapters of Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua: Chapter 21 - Chapter 30
137 Chapters
Bab 21 Bertemu Dokter Harun Al Rasyid
"Loh kamu? Bukannya kamu... Mbak yang tadi di masjid?" tanya lelaki yang mengenakan jas dokter. "Iya. Saya tadi menabrak dokter. Maaf, ya, Dok," jawab Marisa. Dia tertunduk malu ketika mengenali laki-laki yang ada di depannya. "Oo tidak apa-apa. Itu kan tidak merugikan. Jadi, Mbak ini keluarganya pasien yang bernama Irawan?" "Betul, Dok. Saya istrinya," jawab Marisa dengan suara pelan. Dokter yang duduk di depan Marisa itu mengangkat alisnya. Ada binar terkejut di tatapan matanya yang teduh. "Baik kalau begitu. Saya menelepon ibu saja karena saya juga memanggil pak kepada pasien." Marisa mengangguk mendengarkan kata-kata dokter yang duduk di depannya. "O ya sebelumnya perkenalkan, saya Dokter Harun. Dokter Spesialis Jantung yang menangani suami Anda." "Jantung?" Marisa terbelalak mendengar ucapan Dokter Harun. "A-ada a-apa dengan jantung suami saya, Dok? Apa ada masalah dengan jantungnya?" Suara marah Marisa membuat Dokter Harun mengangkatnya dari berkas data rekam med
Read more
Bab 22 Kejutan untuk Marisa
"Kenapa kembali, Pa? Ada yang ketinggalan?" Marisa mengangkat wajahnya dan menengok ke pintu masuk ke ruang tunggu ICU yang berada di sebelah kiri. Matanya seketika membulat ketika melihat sosok yang dia kenal sejak lama tetapi baru dipertemukan kembali. Mereka bertemu kembali sejak sebuah peristiwa membuat mereka sama-sama menjadi orang yang dikhianati. "Kamu? Ada apa ke sini Mas Sandhy?" tanya Marisa dengan nada menyelidik. Marisa takut Sandhy sengaja menyusulnya. Dia juga merasa tidak nyaman dengan kedatangan Sandhy. Bagaimanapun juga dia sendirian menjaga Irawan. Jadi, dia tidak ingin kedatangan Sandhy disalahartikan oleh ibu mertuanya. Mentalnya sudah lelah dipersalahkan terus menerus oleh Bu Santi. "Istriku dirawat di sini," jawab Sandhy singkat. Dia melangkah memasuki ruang tunggu ICU. "Apa?" Mata Marisa seakan-akan ingin melompat keluar ketika mendengar jawaban Sandhy. Dia tidak menyangka suaminya akan berada dalam satu ruangan yang sama dengan istri Sandhy. Apakah takdi
Read more
Bab 23. Hati yang Cemburu
"Bu… Bu Marisa… bangun, Bu." Marisa tersentak ketika ada seseorang yang memanggil namanya sambil mengguncang lengannya. Semalam dia tidur di kursi dalam posisi duduk. Hanya kakinya saja yang dia luruskan ke lantai. Sebenarnya bukan posisi yang enak, tapi dia juga merasa tidak nyaman kalau harus tidur di tempat umum dengan posisi bergelung. "A-apa? Ada apa suster? Kenapa dengan suami saya?" Marisa panik ketika membuka mata dan melihat orang yang membangunnya itu adalah salah satu perawat ICU. "Tenang...tenang Bu. Istighfar. Tidak ada apa-apa Bu dengan Pak Irawan. Hanya saja ini ada resep dari Dokter Harun. Dia minta segera ditebus. Jadi Ibu saya bangunkan." Suster mencetak satu lembar resep yang segera diterima oleh Marisa. "Ooo begitu. Ini jam berapa ya? Dokter Harun pagi-pagi sudah visite?" tanya Marisa setelah membaca resep. Menjelang Subuh, Bu. “O iya … iya saya ke apotik sekarang.” Marisa segera mengenakan sandal jepitnya dan berdiri. Dia melirik Sandhy di kursi sebrang yang
Read more
Bab 24. Salah Paham
"Marisa! Kamu kemana lagi, sih! Katanya mau jaga suami tapi kok keluyuran aja kerjamu!" Marisa kaget ketika baru saja memasuki ruang tunggu ICU sudah dibentak oleh ibu mertuanya. Dia tidak menyangka sepagi ini kedua mertuanya sudah duduk di kursi depan pintu kaca ICU. Matanya otomatis melirik ke kiri ke kursi di seberang kursi mereka. Dia mengembuskan napas lega ketika melihat Sandhy sudah tidak berada di sana. Dia khawatir Bu Santi akan salah paham kalau melihat Sandhy tidur di kursi itu. "Risa nggak keluyuran, Ma. Barusan Risa mandi terus sarapan di kantin dan beli ini." Marisa mengangkat kantong plastik berisi 4 botol air mineral ukuran 600ml. "Kamu tuh, ya, selalu aja punya jawaban buat ngeles." "Risa nggak ngeles, Ma. Mama bisa tanya ke suster tadi Risa pamit ke mana.""Ah sudahlah. Mama capek ngomong sama kamu. Selalu aja bikin Mama kesal!" "Sudahlah, Ma. Kamu itu pagi-pagi sudah marah-marah, nanti kamu kena tegur perawat lagi!" Pak Hartawan mengingatkan Bu Santi untuk t
Read more
Bab 25 Kemarahan Bu Rahmi
"Sudahlah, Ma. Kenapa marah-marah lagi, sih." Pak Hartawan menegur Bu Santi."Papa gak ngeliat apa? Itu menantu kesayangan Papa berduaan dengan lelaki lain?" "Heh! Tante… jangan seenaknya sendiri kalau ngomong! Yang berduaan itu siapa?" Sandhy meradang mendengar tuduhan ngawur dari Bu Santi. "Loh itu kan jelas. Situ duduk, menantu saya berdiri di sebelah kursi. Kamu ke sini kan juga pasti mau ketemu dia!" Marisa menatap nanar Bu Santi. Bibirnya terkatup rapat dan tangannya terkepal di samping. Kalau tidak ingat Bu Santi adalah ibu mertuanya, pasti dia sudah melabraknya. Mulut tajam seperti itu tidak boleh dibiarkan. Namun, hal itu tidak dilakukannya, karena takut dicap sebagai menantu durhaka. "Bukan begitu, Ma. Saya berdiri karena baru keluar dari dalam ruangan ICU. Tadi saya menyeka tubuh Mas Irawan. Perawat yang meminta saya melakukannya. Nah, pas saya keluar ada Mas Sandhy duduk di kursi ini. Kami baru saja ngobrol waktu Mama dan Papa masuk." Marisa mencoba menjelaskan kejadia
Read more
Bab 26 Sindiran Pedas Bu Rahmi
Bab 26 Sindiran Pedas Bu Rahmi"Tidak, Bu!" jerit Marisa."Jangan begitu, Bu Rahmi," ucap Pak Hartawan. "Kan saya bilang seandainya. Seandainya Nak Irawan bangun. Seandainya Marisa mengajukan surat cerai … saya akan mendukung. Kalau salah satu itu tidak terjadi ya sudah, tidak apa-apa," jawab Bu Rahmi dengan tenang. Pak Hartawan dan Bu Santi memucat. Mereka baru sadar kalau ada kemungkinan Irawan tidak bangun. "Tidak! Irawan pasti bangun. Dia lelaki kuat, pasti dia akan berjuang untuk sembuh," jerit Bu Santi. "Saya juga berharap demikian, karena banyak hal yang ingin saya lakukan di sini. Salah satunya alasan dia melakukan hal itu. Apa dia tidak ingat dengan janji pernikahan yang dikatakannya di depan almarhum suami suami saya? Apa dia lupa bersumpah dengan nama Allah ketika mengucapkan akad nikah ?" Pertanyaan yang diucapkan dengan tenangnya oleh Bu Rahmi membuat Pak Hartawan dan Bu Santi terdiam. "Cuma saya ini kan bukan Tuhan. Meski saya ingin Nak Irawan segera sadar, tapi s
Read more
Bab 27. Marisa Gelisah
"Ibu kok dari tadi ngomongin cerai? Siapa yang mau cerai, Bu?" "Lho, kan ibu cuma tanya rencanamu setelah Irawan sadar.Apa kamu punya keinginan untuk bercerai?" "Marisa gak tahu, Bu. Marisa bingung. Otak Risa masih penuh jadi sulit diajak mikir." Kepala Marisa kemudian tertunduk. Dia tampak stres memikirkan masalahnya.Bu Rahmi lalu menjahit bahu Marisa. Tangannya mengelus punggung putri pertamanya itu. Dia mengerti hati anaknya itu pasti tengah hancur. Jadi, sebagai ibunya Bu Rahmi mencoba menguatkan Marisa. Gerakan ritmis tangan sang Ibu di punggungnya, ternyata tidak membuat Marisa menjadi tenang. Sebaliknya, isak berbisik satu demi satu lolos dari bibir Marisa. Mendengar isak putrinya Bu Rahmi mendesah pilu. Dia mengerti sekarang, tapi dia perlu memastikannya. "Kamu masih mencintai Irawan?" Marisa hanya diam. Namun, diamnya itu semakin meyakinkan hati Bu Rahmi bahwa bayi itu memang masih mencintai suaminya. Sekali lagi Bu Rahmi mendesah. Perempuan paruh baya yang sudah menja
Read more
Bab 28 Irawan Operasi
Bab 28 Irawan Operasi "Su-suami saya kenapa, Suster? Ada apa dengannya?" Marisa bertanya dengan suara gugup. Terlihat sekali kalau dia sangat mencemaskan suaminya itu. "Dokter yang lebih tahu kondisinya, Bu. Mari ikuti saya untuk bertemu dengan Dokter Tommy," pinta perawat tersebut. "Iya, Suster," jawab Marisa pelan. "Saya yang akan nemani menantu saya, Suster." Pak Hartawan mengajukan dirinya. "Boleh, Pak. Mari … sudah ditunggu dokternya.""Silakan duduk, Bapak dan Ibu. Saya Dokter Tommy. Dokter Spesialis Bedah Syaraf yang menangani pasien Irawan. Jadi, tadi pagi Dokter Harun menghubungi saya karena curiga dengan kondisi pasien. Itu sebabnya tadi pasien diminta untuk MRI ulang, betul?" "Iya betul. Saya yang nungguin, Dok," jawab Pak Hartawan. Mata Marisa membulat mendengar ucapan ayah mertuanya. Kenapa tadi beliau tidak cerita? "Hasilnya bagaimana, Dok?" tanya Pak Hartawan."Dari hasil MRI terlihat ada edema serebral atau pembengkakan di otak. Ini harus segera diatasi agar
Read more
Bab 29 Bertemu Dokter Harun
"Dok, bagaimana operasi suami saya?" Marisa menatap cemas ke arah Dokter Tommy yang baru saja keluar dari ruang operasi. Dokter Tommy membuka maskernya lalu tersenyum, "Alhamdulillah operasi pasien Irawan berjalan lancar. Tinggal kita menunggu masa kritisnya berlalu." "Alhamdulillah," seru Marisa dan keluarganya. "Setelah ini apa suami saya bisa diprediksi kapan sadar dari koma, Dok?" tanya Marisa. "Sabar Bu. Untuk itu masih perlu waktu. Perlu diobservasi lagi. Saya tidak bisa menjawabnya sekarang," jawab Dokter Tommy. "Baik, Dok. Terima kasih banyak sudah melakukan yang terbaik untuk operasi anak saya," sahut Pak Hartawan. Dokter bedah saraf itu hanya mengangguk dan segera berlalu dari hadapan Pak Hartawan dan keluarganya. Mata Marisa mengiringi langkah Dokter Tommy yang meninggalkan ruang operasi. Tubuhnya tiba-tiba saja melemas hingga adiknya Ratih yang ada di belakangnya harus memeganginya agar tidak terjatuh. “Mbak… mbak kamu kenapa?” seru Bu Rahmi. Dia membantu Ratih
Read more
Bab 30. Siapa Perempuan itu?
Bab 30. Siapa Perempuan itu?"Loh, kok belum pulang, Dok? Saya kira sudah pulang karena ruangannya kosong," sapa seseorang dengan suara lembut. Marisa menatap sosok yang menyapa Dokter Harun. Perempuan itu berwajah bulat telur dengan kulit wajah putih halus seperti porselen. Rasanya kalau ada lalat yang menempel di pipinya akan terpeleset. Penampilan perempuan itu juga sangat elegan. Tunik polos berwarna biru muda dengan rok A line biru tua dilengkapi dengan hijab motif bunga dengan dasar berwarna biru. Marisa terpesona melihat perempuan itu. Dia tersadar ketika mendengar suara Dokter Harun."Iya ini saya mau pulang." Dokter Harun menjawab singkat. "Sudah makan atau belum? Saya mau konsul, boleh? Sekalian makan malam atau ngopi gitu," ajak perempuan cantik itu. "Di kantin aja ya, Dok. Saya harus segera pulang soalnya besok pagi-pagi sudah ada jadwal visite di Griyu." Dokter Harun menjawab singkat lalu dia menoleh ke Marisa lalu berpamitan. Marisa menatap punggung kedua orang itu
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status