Semua Bab Dikhianati Mantan Kubalas Menikahi Sultan : Bab 11 - Bab 20

20 Bab

11. Terjebak Dalam Situasi

Setelah menemui keluarga besar serta kolega yang sudah menantikannya bertahun-tahun, Raiden yang menyamar menjadi Raihaga dibawa oleh Baskoro untuk menemui tuan besar Adiwilaga yang tidak lain adalah ayah kandung Raihaga “Bas! Kenapa tuan Adiwilaga ngga menemui putranya di ruangan tadi?” tanya Raiden sembari menarik tangan Baskoro yang berjalan di depannya. “Ingat satu hal, Rai! Bahkan tembok di dalam mansion ini memiliki telinga!” bisik Baskoro sembari melihat situasi. “Sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga ini?” tandas Raiden sembari menatap nanar ke arah Baskoro. “Jangankan kamu, aku sendiri saja bingung dengan masa lalu Tuan besar.” “Tapi kenapa kamu malah melibatkan aku sejauh ini, Baskoro?” Raiden mencengkeram kerah baju Baskoro. “Kau berhutang padaku, Rai!” jawab Baskoro yang terlihat pasrah dengan sikap kasar Raiden. Raiden semakin beringas untuk melayangkan bogem mentah ke arah Baskoro. Namun Baskoro menepis dan kembali merapikan bajunya. “Sudah aku bilang! Bahka
Baca selengkapnya

12. Semakin Rumit

Saat ini Raiden tengah duduk bersebelahan dengan Tuan Adiwilaga. Dia tampak canggung karena baru pertama kali bertemu dengan sosok tersohor yang jarang orang mengetahui bagaimana wajah aslinya. Selama ini Tuan Adiwilaga menutup diri dan hanya orang-orang tertentu yang bisa bertatap muka secara langsung. “Apa kau tahu bagaimana rasanya seorang ayah yang kehilangan putra satu-satunya?” tanya Tuan Adiwilaga yang seakan mengintimidasi. ‘Apa maksud dari pertanyaan Tuan Adiwilaga?’ batin Raiden sembari memperlihatkan gelagat kalau dirinya tertampar dengan pertanyaan pria paruh baya itu. “Apa Papa marah karena aku baru kembali setelah sekian lama aku menghilang?” Raiden berusaha memainkan perannya. Tuan Adiwilaga mengulas senyum sembari mendengkus, “Lalu jika kau menjadi aku, apa kau percaya kalau pemuda yang ada di hadapanmu saat ini benar-benar anak kandungmu?” Deg! Raiden tercekat dengan kalimat yang baru saja terlontar dari mulut pria paruh baya itu. ‘Apa sebenarnya dia sudah menge
Baca selengkapnya

13. Hangat Pelukmu Menenangkanku

Setelah mengasingkan diri beberapa hari pasca membuat keributan di pesta pernikahan Sebastian Danu, Soraya Barata memberanikan diri untuk menemui ayahnya. Dia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. Namun aib itu tidak bisa ditutupi lagi karena lambat laun Tuan Barata akan mengetahuinya juga. Barata yang sudah mulai pulih, melengkungkan senyuman sembari menatap putrinya yang datang untuk menjenguk. Namun Raya merasa langkah kakinya begitu berat. “Soraya Putriku!” ucap pria paruh baya yang terlihat lebih sehat dari sebelumnya. “Ayah,” ucap Raya sembari menahan gejolak nelangsa dalam benaknya. Barata yang merindukan putrinya seraya merentangkan kedua tangannya menyambut pelukan hangat putri semata wayangnya. Kehangatan itu tak ubahnya seperti melepas kerinduan Barata setelah beberapa hari tanpa putri kesayangan di sampingnya. “Dari mana saja, Nak? Bahkan Ayah sempat berpikir kalau kamu lupa untuk mengundang Ayah ke acara pernikahanmu,” ucap Barata yang begitu murung. Dia takut kalau p
Baca selengkapnya

14. Saling Mengancam

“Raya, nanti kita pikirkan sama-sama bagaimana jalan keluarnya. Kalau memang membutuhkan biaya besar, aku minta waktu untuk membantu kamu menyiapkan uang! Walau mungkin nggak sebesar apa yang kamu butuhkan.” “Maksud kamu?” Raya menatap dalam kedua bola mata Raiden. “Mau pergi untuk balapan lagi?” sahut Raya yang masih menatap nanar ke arah Raiden yang juga tengah menatapnya. “Setelah kejadian malam itu? beberapa pembalap mengalami kecelakaan dan kita dikejar-kejar polisi? Kamu mau balik balapan lagi?” ketusnya. “Tapi kan ....” Raiden terbata-bata. “Atau jangan-jangan beberapa hari ini kamu nggak pulang karena memang ikut balapan?” tanya Raya dengan tegas membuat Raiden bingung harus menjawab apa. Awalnya memang Raiden berniat untuk mengikuti balapan karena harus melunasi hutangnya pada Baskoro. Namun dia terjebak dalam situasi yang di luar dugaannya. Tidak mungkin Raiden mengatakan semuanya kepada Raya. Karena dia sudah berjanji untuk merahasiakan semuanya. “Nggak bisa jawab kan?
Baca selengkapnya

15. Bingkisan Malam

Suseno berusaha untuk menenangkan Barata yang sudah merindukan rumahnya. Lantaran ia tidak tahu menahu dengan apa yang terjadi saat ini. “Mohon maaf, Tuan, kalau saya lancang.” “Ya, ada apa, Seno?” “Sebaiknya Anda menunda kepulangan Anda tanpa memberitahu Nona Raya, saya mengerti betul bagaimana Nona sibuk mengatur waktu dengan banyaknya urusan yang harus diselesaikan. Saya takut, kalau tiba-tiba Tuan pulang tanpa memberitahu, Nona Raya merasa sedih karena Anda tidak melibatkannya.” “Masa sih? Aku rasa Raya justru senang. Ya ... walau sedikit terkejut,” ucap Barata yang masih mengeyel. “Tapi sebaiknya menunggu Nona Raya menemui dokter yang menangani Anda, Tuan!” ucap Seno khawatir. “Sudah pasti Nona Raya akan menyalahkan saya kalau sampai Tuan pulang tanpa memberi kabar terlebih dahulu,” sahut Suseno lagi dengan jurus final. Barata mendengkus tak bisa menolak, “Baiklah aku akan menurutimu! Kita tunggu Raya datang dan aku akan mengatakan kalau aku sudah merindukan suasana rumah y
Baca selengkapnya

16. Kamu yang Minta

Raya seakan mengulangi lagi masa kelamnya sebelum bertemu Raiden. Semua karena ulah Tian yang berusaha menguasai kekayaan keluarga Barata. Malam itu, Raya melangkah gontai mengenakan gaun berwarna marun yang menampakkan belahan dadanya. Sepatunya pun berwarna senada yang begitu kontras dengan warna kulit Raya yang seputih susu. Gincu merah bold dan bulu mata lentik membuat Raya terlihat nakal. Dia memencet bel kamar hotel itu dengan ragu. Tak butuh menunggu lama, seorang pelayan membukakan pintunya. Degup jantung Raya semakin kencang. Dia menyadari konsekuensinya setelah melangkahkan kaki ke dalam sana. “Silakan masuk, Nona!” ucap pelayan itu. Seorang pria dengan seragam serba hitam. “Kenapa di dalam sana gelap sekali?” tanya Raya yang sedikit ketakutan melihat situasi gelap di dalam sana. “Tidak apa-apa, Nona! Saya akan mengantar. Tuan muda sudah menunggu!” Raya berusaha tersenyum di antara hati yang terluka. Dia melangkah mengikuti pelayan itu. Terlihat dari jarak beberapa mete
Baca selengkapnya

17. Kejadian Hangat Semalam

Rasa hangat mulai terasa membelai tubuh Raya. Perlahan dia menggeliat manja, merasakan kenyamanan seakan menjalar di sekujur tubuhnya. Ia menghidu napas dalam sembari meremas rambut panjangnya. Merasakan sensasi kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cahaya terang yang hangat itu perlahan menyelusup ke matanya yang masih terpejam, membuatnya ingin membuka mata. Raya menyipitkan matanya untuk menatap ke arah jendela yang sudah tidak asing lagi baginya. Ia diam sejenak memandang setiap sudut ruangan. “Astaga!” “Ini? Nggak mungkin!” Soraya terkesiap melihat ruangan itu. Parahnya lagi, Raya menyadari dirinya sudah mengenakan piama. “Nggak mungkin!” ujarnya sembari duduk di tepi ranjang sambil mengingat kejadian semalam. “Apa aku mimpi?” ucapnya lagi dengan mencubit pipinya. “Aw! Sakit! Berarti ini?” Raya beranjak dan terlihat kebingungan. Ia menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu siang hari. Lalu ia kembali melangkah ragu menuju pintu untuk membukanya. Saat i
Baca selengkapnya

18. Hadapi Atau Bersembunyi

Raya menunduk malu sembari memejamkan matanya. Dia menduga Raiden adalah pria mesum yang menyentuhnya saat dirinya setengah mabuk. Namun, melihat tatapan Raiden yang tulus membuat Raya merasakan suatu debaran yang telah lama hilang. Debaran yang pernah ada untuk seseorang yang sudah berkhianat kepadanya. Kini debaran itu kembali muncul kepada orang yang berbeda. “Kenapa? Lapar?” tanya Raiden bingung melihat gelagat Raya yang seakan mematung. Padahal Raya sedang mengartikan rasa yang tiba-tiba muncul dari lubuk hatinya yang terdalam. ‘Astaga! Nggak-nggak, perasaan ini mungkin hanya kebetulan melintas,’ batin Raya yang menolak perasaan yang mulai bersemi. Dia kembali fokus pada topik perbincangannya. “Terus bagaimana dengan rumah ayahku?” Raya mengalihkan pembicaraan. “Oh, itu ... tenang saja! Aku sudah atasi.” “Berhutang?” tandas Raya. “Memangnya kau pikir wajahku ini wajah-wajah penuh kesulitan?” kesal Raiden. “Dari mana lagi?” “Astaga! Bocah ini!” gerutu Raiden. “Aku sudah te
Baca selengkapnya

19. Malam Panas

Kedua netra beradu antara dendam dan masa lalu. ‘Aku tidak akan pernah melupakan pengkhianatan ini, Tian! Kamu sudah membuatku terjerembap dalam kesulitan yang seharusnya tidak pernah aku rasakan!’ batin Raya begitu ingin mendamprat pria pengkhianat di hadapannya. ‘Soraya si gadis malang! Kelinci kecil bodoh! Begitu yang mudahnya aku masuk ke dalam kehidupanmu dan mengeruk kepercayaan beserta harta kekayaan keluargamu!’ batin Tian yang masih saja membenci Raya. Hanya karena Raya berbeda takdir dengan Lusi—gadis yang sebenarnya Tian cintai sejak lama. “Gadis lugu mau ke mana?” tanya Tian sembari menyeringai. Raya hanya diam mengepalkan tangan kanannya dengan begitu erat. Dia tidak mau terjadi keributan yang akan mempersulit Raiden. Raya berusaha menahan amarah dengan tidak menghiraukan Tian. Dia melangkah ke samping untuk menghindari Tian. Namun apa yang terjadi? Tian justru kembali mencegatnya. “Minggir!” ucap Raya. “Kalian memang cocok! Sama-sama penipu!” ucap Tian sembari menc
Baca selengkapnya

20. Om Sugeng Datang Lagi

Hari-hari Raiden semakin tersudut, ketika Tian berusaha untuk mempengaruhi para kolega perusahaan Wilaga, bahwa Raihaga yang saat ini kembali bukanlah pewaris yang sebenarnya. Tentu saja hal itu membuat Raiden semakin gusar. Di satu sisi dia sudah terlanjur masuk dalam peran itu. Di sisi lain dia ingin segera mengakhirinya dengan cara membayar lunas hutang Raiden kepada Baskoro. Di ruangan kerjanya, Raiden hanya menatap layar laptopnya tentang rahasia itu. Dia berpikir untuk menemui sosok yang bernama Ratna. “Tidak mungkin Baskoro tidak mengenal Bu Ratna. Aku harus mencari tahunya,” gerutunya sembari memutar bolpoin di sela jemarinya. Tak lama berselang seseorang yang memuakkan masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Raiden. Mata Raiden menajam menatap orang yang datang, “Tampaknya kau begitu sulit melupakanku?” ucap Raiden dengan nada sindiran. “Cuih!” Tian muak melihat wajah Raiden yang menyeringai. “Ngapain ke sini?” tanya Raiden sembari menyandarkan bahunya ke sandaran kursi yan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status