All Chapters of Mantan Datang, Suamiku Tak Pulang: Chapter 51 - Chapter 60
66 Chapters
Hampir mati.
Almira terlihat baru saja keluar kamar bersamaan dengan Sandi yang baru saja tiba di anak tangga paling akhir. Jika Sandi memusatkan perhatian pada sang istri yang tengah hamil empat bulan itu, berbeda dengan Almira yang tak acuh. Perempuan yang beberapa bulan terakhir ini sering menghabiskan waktu di rumah saja itu tak sudi menatap Sandi. Apalagi menegurnya. Almira berjalan seakan-akan Sandi tidak berada di satu ruangan yang sama dengannya. Memilih untuk bergegas keluar menuju halaman depan. "Pak, Pak Budi," panggil Almira, celingukan mencari keberadaan sang sopir. "Iya, Bu," sahut Pak Budi dari arah halaman belakang, setengah berlari menghampiri sang majikan yang pagi ini meminta diantar ke rumah sakit. "Bu Almira sudah siap?" tanyanya. Almira mengangguk. "Ayo, Pak. Keburu siang. Entar yang ada nomor antrian saya diserobot orang." "Ayo-ayo, Bu." Pak Budi lekas menuju carport untuk mengambil salah satu mobil. Sementara Almira memilih menunggu di teras rumah, sambil mengecek uru
Read more
Sudah waktunya!
"Kamu tadi siang ke mana, San? Aku mau ajak kamu makan siang di tempat biasa, tapi kamunya gak ada. Hapemu juga gak aktif." Pertanyaan itu terlontar saat Sandi baru saja memarkir mobilnya di halaman rumah Sandra—rumah yang dia beli khusus untuk perempuan itu. Seperti biasa, keduanya selalu pulang bersama. Sandra tak langsung menjawab, raut yang semula santai berubah pucat. Terbata-bata perempuan itu menjawab, "Hmm ... tadi aku ke ... Oh, aku tadi diajak makan sama Hera, Mas. Dia 'kan ulang tahun, terus aku ditraktir." Ketika bicara, kedua tangannya saling meremas resah di pangkuan. Jawaban Sandra dianggukki Sandi. "Oh, kupikir ke mana." Sandra menghela lega karena Sandi percaya padanya. "Mas gak masuk dulu? Aku masakin makan malem, ya?" tawarnya dengan nada bicara dibuat semanis mungkin. "Aku langsung pulang aja, ya, San? Gak enak." Sandi menolaknya halus sebab dia ingin secepatnya pulang ke rumah dan bertemu Almira. Raut Sandra seketika tertekuk masam. Dia melipat tangan di per
Read more
Gelisah~
Almira bangkit perlahan, dengan perasaan marah yang dia coba redam sekuatnya. Rasanya sungguh sangat sakit, bagai dicabik-cabik. Sementara cairan bening tak mau berhenti menetes dari kedua sudut matanya. Dadanya terasa begitu sebah tercekat menahan isak. "Kamu benar-benar laki-laki brengsek, Mas!" Umpatan itu lagi-lagi meluncur dari mulut Almira, dia terduduk sambil mengusap perut buncitnya yang terasa mengencang. "Bisa-bisanya kalian berdua menikamku sedemikian jahat! Apa salahku, Mas? Apa!" Tangisan Almira tertahan, dan rasanya sangat sakit sekali. Kenyataan yang baru saja dia dengar benar-benar meluluhlantakkan segalanya. Kenapa ada orang setega itu? Kenapa Sandi begitu tega menyakitinya? "Al ..." Sandi beranjak, mencoba menjelaskan sekali lagi kepada sang istri. Kakinya melangkah mendekat, tetapi Almira menolaknya. "Jangan dekat! Jangan mendekat! Aku gak mau denger apa pun lagi dari kamu! Pergi! Pergi!" Suara perempuan itu bergetar sambil mengacungkan telunjuk ke arah pintu. "
Read more
Obrolan laki-laki.
Pria berbadan gagah itu terlihat baru saja bangkit dari tidurnya, masih mengenakan pakaian yang sama dia duduk bersandar pada kepala ranjang sambil menekan pelipis. Sisa-sisa mabuk semalam pun masih meninggalkan jejak, membuat kepalanya terasa begitu berat. "Kepalaku sakit banget," keluh Sandi, menekan lebih dalam jari-jarinya ke permukaan kulit keningnya yang berdenyut. Setelah beberapa saat sibuk mengurangi denyutan yang menyiksa, Sandi baru menyadari jika dia tidak sedang berada di kamarnya. "Ini ... kamar siapa?" Sambil bertanya-tanya sendiri, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan yang didominasi warna gelap. Sampai suara seorang pemuda yang baru saja masuk ke kamar itu mengalihkan perhatian Sandi. "Pak Sandi udah bangun?" Erland mengulas senyum m ke arah sang atasan yang semalam terpaksa dia bawa ke apartemennya. "Erland?" Kening Sandi mengerut sangat dalam, lantas dia pun beranjak dari ranjang hendak berdiri, tetapi Erland buru-buru mencegah. "Duduk aja, Pak. Santai aja.
Read more
Pertemuan.
Tok! Tok!"Masuk," seru Almira pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Perempuan berperut buncit itu baru saja selesai mandi, dan hendak berganti baju. Pintu kamar tersebut terbuka setelah mendapat izin dari sang empunya. "Pagi, Al ..." sapa Mama Laila, tersenyum lalu memasuki kamar sang menantu kesayangan. Di tangannya memegang sebuah nampan berisi menu sarapan dan segelas jus jambu merah. Melihat sang mertua yang repot-repot mendatangi dan membawakan sarapan untuknya, Almira bergegas mendekat. "Ya ampun, Ma. Kenapa Mama repot-repot begini." Meletakkan nampan di atas nakas, Mama Laila kemudian mengusap lengan Almira yang masih berbalut jubah mandi. Dia berkata, "Mama gak repot, kok, Al. Ayo sarapan dulu." Dituntunnya Almira duduk di pinggir ranjang. Almira sangat terharu mendapat kasih sayang dari mertuanya ini. "Ma, Mira malu. Harusnya 'kan Mira yang ngeladenin Mama. Mama itu 'kan mertua Mira," ucap Almira merasa tak enak hati sendiri. Apalagi ketika dia mengingat, bagaiman
Read more
"Kenapa, Al?"
"Erland? Bukannya dia temen kuliah kamu dulu ya, Al?" seloroh Mama Rini—ibu kandung Almira yang rupanya masih mengingat wajah Erland, meski sudah bertahun-tahun lamanya. "Iya, Ma," sahut Almira, berusaha tetap tenang meski kini dia menjadi perhatian semua orang di sekitar tak terkecuali Sandi—sang suami. 'Apa? Jadi Erland itu temen kuliah Almira? Seakrab apa mereka dulu, sampai-sampai ibu mertuaku masih mengingatnya.' Sandi membatin gundah seraya melirik pemuda yang berdiri di sampingnya. Jika diperhatikan lebih saksama, sepertinya Erland tengah memerhatikan Almira dengan tatapan penuh arti, pikir Sandi. "Nak Erland, ayo gabung sekalian bareng kami," ajak Pak Kusuma—papanya Almira. "Iya, ayo, Nak," sambung Mama Laila.Erland terkesiap dengan ajakan tersebut, hendak menolak tetapi Almira buru-buru menyahut, "Sekalian sarapan bareng kami, Lan. Biasanya juga gak malu." Almira memasang senyum untuk sahabatnya, dan sengaja melirik Sandi yang terlihat seperti orang bodoh. "Oke, deh. Ka
Read more
Sindiran Almira~
"Ternyata kamu udah tau semuanya." Almira mengulas senyum hambar. "Ya, kalo aja suamimu gak cerita, aku gak bakal tau, Al. Aku gak bakal tau kalo sahabatku lagi ada masalah sebesar itu," ujar Erland, rautnya tak sekeras tadi, dan tatapannya semakin melembut menatap Almira. Dia menarik tisu dari wadahnya kemudian memberikannya ke Almira. Almira tertegun, menatap Erland kemudian beralih menatap tisu yang disodorkan. "Ambil, Al. Kamu gak mau 'kan kalo air matamu jadi bahan pertanyaan seluruh keluargamu?" ucap Erland. Almira pun segera mengambil dan mengusap air matanya. "Makasih, Lan," ucapnya. "Jangan bilang makasih dulu. Aku mau kamu ceritain dari awal semuanya ke aku, Al. Kamu bisa 'kan?" Tangan Erland terlipat di atas perut. "Erland ..." "Al, paling enggak dengan cerita ke orang lain, beban yang ada di sini sedikit berkurang. Kamu gak akan terlalu sakit menanggungnya sendirian." Telapak tangan kiri Erland menepuk dadanya sendiri sekilas. "Itu keputusanku, Lan. Karena aku gak
Read more
Rencana~
Sandi selesai mengepak beberapa pakaian serta kebutuhan lainnya ke dalam koper berukuran cukup besar. Mulai malam ini dia tidak serumah lagi dengan Almira. Keputusannya tersebut dia lakukan tentu demi menjaga mental sang istri yang sedang hamil besar. Emosi Almira yang labil dan masalah yang Sandi timbulkan makin memperuncing hubungan mereka. Sandi sadar jika rumah tangganya bersama dengan Almira tidak akan pernah mungkin bisa kembali utuh. Dia pun harus merelakan salah satu dari dua wanita yang sama-sama tengah berbadan dua itu. Paling tidak, itu adalah jalan satu-satunya agar masalah tersebut terselesaikan. "Mungkin, aku memang egois. Aku sangat bodoh selama ini. Ada baiknya, aku melepas Almira. Aku sudah terlalu banyak menyakitinya." Setelah semua beres, dan Sandi pun sudah membersihkan diri terlebih dahulu. Lantas, dia pun keluar kamar dengan membawa serta koper. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering. Sambil melangkah, Sandi mengambil ponselnya dari saku celana. Nama pemanggil y
Read more
Celetukan Erland~
"Wah, kupikir gak dateng, Al." Senyum Erland mengembang saat melihat sosok cantik berperut buncit itu tiba di hadapan. Semalam dia meminta Almira untuk bertemu di sebuah kafe, karena ingin mengajaknya mengobrol. Erland pun sigap berdiri dan menarik kursi untuk sang sahabat. "Silakan ...." "Makasih." Almira menduduki kursi, kemudian membuka masker yang sedari tadi menutupi sebagian wajah. "Hah, sesek!" Hidungnya terasa lega seketika. Erland kembali duduk, lalu terkekeh mendengar keluhan Almira. "Lagian, pakek masker segala. Kemayu!" Tak terima dibilang 'kemayu—ganjen' Almira meluruskan, "Eh, bumil itu sensitif, tau! Gak boleh sembarangan!" "Hmm, ya ... ya .... Kamu ke sini naik apa?" Erland memaklumi saja. Lantas dia membuka buku menu yang tersedia di meja—membaca urutan nama-nama makanan serta minuman yang tertera mulai dari yang murah sampai mahal. "Aku naik taksi," ucap Almira, lalu mencepol ke atas rambutnya yang semakin memanjang. Semenjak hamil perempuan itu kerapkali merasa
Read more
Lampu hijau~
Duduk berdampingan di dalam satu mobil untuk kali pertama setelah berbulan-bulan baru kembali bertemu. Ditambah dengan pernyataan yang lebih mirip sebuah permintaan, membuat seorang perempuan yang tengah berbadan dua itu menjadi sangat canggung. Almira tak pernah menyangka, bila sang sahabat yang sudah berteman dengannya selama bertahun-tahun itu memintanya untuk bercerai dari suaminya. Erland—entah lelaki itu sadar atau terkena sawan dari mana tiba-tiba mengungkapkan niatnya. Apa Erland habis terjatuh, lalu kepalanya terbentur batu? Atau ... apa Erland salah minum obat? Ah, ya ampun ... Kepala Almira rasanya mau pecah memikirkan perkataan Erland waktu di kafe tadi. 'Apa gara-gara kelamaan jomblo, dia jadi kayak gitu? Yang bener aja.' Almira membatin geli. Lalu, diam-diam sudut manik Almira mencuri-curi pandang pada lelaki berjambang tipis serta berkulit sawo matang di sampingnya. Erland sedang fokus menyetir mobil yang dibelinya dari hasil kerja kerasnya selama menjadi arsitek.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status