All Chapters of Perawan Rasa Janda: Chapter 31 - Chapter 40
124 Chapters
31. Memendam Prasangka
Aku bingung menanggapi ucapan Gamal yang mendadak sok romantis seperti itu.Nyatanya dia sekarang berlagak sebagai pasanganku ketika karyawan counter kosmetik itu menyangka kami sebagai suami istri.Bahkan lelaki itu langsung meraih pundakku sembari mengerlingkan mata saat aku agak beringsut menjauh.“Aduh sayang, jangan malu seperti itu. Cepetan kamu pilih aja yang terbaik buat kulit kamu.”Sontak aku membeliakkan mata ketika Gamal dengan lancang malah membelai kedua pipiku.Aku menjadi tak kuasa menampik sandiwara yang dia ciptakan ini. Aku malah menikmati semuanya. Kapan lagi aku bisa berpura-pura menjadi istri seorang CEO kaya, yang sekarang membuatku bisa membeli apapun tanpa membuat kepala pusing memikirkan cara membayarnya.Tapi meski begitu saat Gamal memilih krim kecantikan yang berharga mahal, aku tak bisa menutupi gelisahku.“Pak ini mahal sekali, masak satu krim aja harganya bisa sampai dua juta. Cari yang murah aja.”Tapi Gamal malah menegaskan tatapannya padaku menunjukk
Read more
32. Ajakan Berenang
 “Bapak kenapa melarangku bicara sama temanku?” sergahku sembari memasang muka cemberut saat mendapati atasanku itu bersikap sangat tidak sopan. “Nggak sopan Pak menghalangi orang ngomong, itu artinya Bapak mencampuri urusan privasiku.” “Apa kamu nggak lihat kalau anak-anak masih pengen pizza tapi kamu malah mengabaikan saja pas mereka minta?” Gamal malah melirik ke arah Ghana dan Ghara yang juga sedang memandangku. Langsung saja aku tak bisa memendam amarah pada atasanku di kantor itu. “Katanya kamu mama mereka kenapa kamu malah nggak peduli sama mereka?” Aku mendesah lirih. “Nggak gitu juga Pak.” Tapi kemudian aku menatap lekat pada kedua keponakanku itu. “Kalian masih mau pizza lagi?” Merek
Read more
33. Perhatian Istimewa Gamal
Kami sontak menoleh ke asal suara pada dua orang wanita beda generasi yang sedang berkunjung. Ketika melihat kedatangan Nita bersama mamanya yang luar biasa sombong itu, aku langsung memalingkan muka. Rasanya sangat menjengkelkan bertemu dengan dua orang wanita yang telah membawa kehancuran bagi kakakku itu. Sementara Nita sendiri tampak sangat geram ketika mendapati aku di hari libur seperti sekarang tetap saja berada di rumah Gamal. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Nita dengan tatapannya yang tajam menyergapku ketika wanita itu mulai berjalan mendekat. Sementara mamanya yang biasa aku panggil Tante Firna itu dengan telak mengabaikan aku, malah mendekati Om Ali yang sedang bersantai dan menunjukkan sikapnya yang penuh basa-basi terasa begitu menjilat. “Kapan Pak pulang dari Qatar?” tanya Tante Firna kepada ayah dari atasanku itu
Read more
34. Undangan Ultah
“Ayo sayang aku antar kamu pulang sekarang.”Aku mengerutkan kening saat mendengar ucapan Gamal yang begitu mengagetkan aku itu.Aku sempat melirik pada Nita yang sekarang menjadi terlalu lugas menampakkan kecemburuannya.Sementara Tante Firna menyergapku dengan tatapan tajam.Segera aku memanggil Ghana dan Ghara untuk segera mengikutiku.Tapi sebelum pergi aku berpamitan dengan sangat formal pada kedua orang tua atasanku, dengan menyalami mereka satu persatu bahkan aku tak melewatkan juga Tante Firna, meski sikapnya masih terunggah dingin padaku.Aku memberi arahan pada Ghana dan Ghara untuk melakukan hal yang sama.Sikap mereka langsung mencuri simpati dari kedua orang tua atasanku.“Kamu memiliki anak-anak yang lucu dan manis Mala,” ungkap Tante Risa.Aku menanggapi dengan segaris senyuman.Meski aku sempat melirik jika Nita sedang memindai kedua keponakanku itu dengan tatapannya yang lekat.Aku yakin Nita pasti sedang merencanakan sesuatu untuk kedua anak-anak yang memang merupaka
Read more
35. Panggilan Yang Mengganggu
 “Soal undangan ultah dari anaknya keluarga Pattinama, bagaimana kalau aku datang sama kamu saja?” Aku mulai mengajaknya dengan terang-terangan. Di luar dugaan Mala meresponku dengan sangat sengit. “Ogah ah, nggak, aku nggak mau ...!” Mala dengan sangat lantang menolak. Aku sedikit merasa tersinggung, dia sudah tak menghargaiku sebagai atasannya meski sebenarnya aku merasa sedikit senang karena aku semakin tahu kalau ternyata Mala terlalu enggan untuk berurusan dengan masa lalunya. Pastinya Mala sudah menganggap ayahnya sendiri sebagai masa lalu yang harus dilupakan. “Kamu nolak aku? Aku ini atasan kamu.” Gadis itu tergeragap sesaat, menampakkan ekspresi wajah rikuhnya yang malah terlihat menggemaskan di mataku, membuatku ingin mencubit kedua pipinya yang selalu tampak memerah alami.
Read more
36. HP Baru
“Dari siapa sih Pak?” Mala bertanya penasaran. Aku bergeming dan masih saja membiarkan panggilan itu tetap memandang lurus pada Mala yang sudah melangkah di sampingku. Aku yakin Jason pasti ingin memintaku agar aku mengijinkan Mala sore ini bisa bertemu dengannya. Tentu saja aku tak akan membiarkan itu terjadi. Lihat saja nanti sore aku akan menahan Mala di kantor ini, supaya dia tak bisa melakukan apapun di luar sana termasuk juga bertemu dengan Jason, yang sebenarnya sudah memulai hubungan dengan perempuan bernama Vania. “Angkat dong Pak, kok malah mandangi aku terus?” Aku memutuskan untuk mematikan saja panggilan itu lalu mempercepat langkahku untuk memasuki lift khusus yang akan mengantar kami menuju lantai 7. Mala menjadi sangat penasaran sekarang. “Siapa sih Pak nelpon?” Aku m
Read more
37. Sebuah Imbalan
“Kamu itu selalu saja banyak tanya, udah kamu ikut saja aku. Aku ini kan atasan kamu jadi suka-suka aku ngasih perintah kamu.”Gamal masih saja dalam mode arogannya, memerintah dengan sekehendak hati bahkan saat jam kerja sudah usai beberapa jam lalu.Aku menanggapi paksaannya dengan dengusan kesal.“Tapi Pak sekarang ini sudah waktunya jam pulang, bahkan sudah dari beberapa jam lalu. Harusnya ini sudah dihitung lembur Pak.”Aku mulai memprotes. Aku benar-benar harus bersikap tegas walau di depan atasanku yang memang suka memaksa itu.Gamal mengerutkan kening menghunjamku dengan tatapannya yang tegas.“Kamu itu memang suka banget membantah ya?”“Ya nggak membantah gitu Pak, aku cuma mau mengingatkan.”Gamal memasang raut mukanya yang tegas dan menyergapku semakin lekat dengan tatapannya yang nyalang ketika akhirnya kami mulai keluar dari dalam lift yang sudah membawa kami ke lantai bawah.“Lagian kita ini mau ke mana sih Pak?”Aku kembali bertanya.“Udahlah kamu jangan banyak tanya.”
Read more
38. Kriteria Calon Suami
“Imbalan apa Pak?” Aku mendengus gelisah sekarang. “Bapak jangan macam-macam ya.” Hatiku sekarang malah dipenuhi prasangka buruk. Lelaki berambut tebal itu langsung menyergapku dengan tatapannya yang nyalang. “Kamu jangan sembarangan ya, emangnya aku mau minta apa sama kamu?” “Lha aku kan cuma mau berjaga-jaga Pak.” Pria beiris hijau laksana zamrud itu semakin lebar membeliakkan mata ke arahku. “Lagian siapa yang mau sama gadis kumal kayak kamu.” “Ish Bapak, sekarang aku sudah mengganti bajuku setiap hari lho Pak, aku juga udah makai skin care yang Bapak belikan kemarin, masak aku masih aja kumal sih Pak.” Aku kembali mencebik kesal di depannya. Aku sendiri tak paham kenapa aku malah tersinggung sekarang s
Read more
39. Calon Istri
“Katakan kenapa Bunda kamu merana?” Gamal kembali mencecarku. Aku mendesah jengah, lalu berjengit tipis. “Sudahlah Pak lupakan soal itu, aku mau menikmati makan malam istimewa ini. Untuk malam ini aja aku nggak mau mengulik kesedihan masa lalu keluarga kami.” Anehnya atasanku yang biasanya keras kepala itu mengabulkan dengan cepat. Lelaki itu langsung menurutiku bahkan menyerahkan makanan lain di hadapanku. Aku merasa dia malah tampak sedang melayaniku malam ini. “Makanlah yang banyak, kalau kamu suka dengan steak ini aku akan memesankan lagi untuk kamu.” “Beneran Pak?!” Aku langsung menanggapi dengan antusias. “Kalau aku mau dibungkus tiga porsi lagi bisa?” Gamal mengernyit tajam padaku. “A
Read more
40. Kejutan Di Pesta Ultah
“Aku datang bersama calon istriku.” Gamal mengucapkan dengan sangat yakin tanpa keraguan. Aku terbeliak lugas kala mendengar apa yang baru saja diucapkannya. Tapi tatapan Gamal masih saja tak berpaling dariku. Aku menjadi sedemikian canggung dan gugup, hingga tanganku bisa aku rasakan mulai mendingin saat ini. Gamal malah menyentuhnya dengan lembut seakan ingin mengalirkan kehangatan dari dalam dirinya untukku. “Di pesta ini aku sekalian berniat untuk memperkenalkan wanita pilihanku ini pada semua orang.” Gamal mengulas senyumnya yang sekarang bahkan hanya dibalas dengan ekspresi kekagetan oleh Sherly yang semakin jelas bisa aku rasakan mulai mengunggah aura cemburunya. Tapi tak lama berselang mendadak di belakang kami terdengar suara panggilan yang terdengar sangat familiar di telingaku.
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status